KJRI Sabah tanggapi serius kebijakan pengusiran PATI
12 Agustus 2013 11:33 WIB
Dokumen foto tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi pemerintah Kerajaaan Malaysia tiba di Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, pada Desember 2012 setelah ditahan berbulan-bulan di penampungan tahanan sementara (PTS) Air Panas Tawau Malaysia. (ANTARA/M. Rusman)
Nunukan (ANTARA News) - Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sabah, Kerajaan Malaysia, menanggapi serius pernyataan kementerian dalam negeri setempat mengenai rencana pengusiran pendatang asing tanpa izin (PATI).
Soepeno Sahid, KJRI Sabah di Kota Kinabalu, dalam keterangan per telepon pada Senin menjelaskan bahwa pihaknya telah mengantisipasi rencana Pemerinta Malaysia itu dengan membentuk satuan tugas penanggulangan tenaga kerja Indonesia (Satgas TKI).
Hal itu, menurut dia, guna menyusun serangkaian langkah antisipatif bila pengusiran terhadap PATI tersebut melibatkan pula warga negara Indonesia (WNI).
KJRI di Sabah, menurut dia, selama ini memberikan pemahaman kepada WNI di negara bagian Malaysia untuk tetap tenang bekerja walaupun ada ancaman dari pemerintah setempat untuk menertibkan PATI.
Selain itu, ia mengemukakan, KJRI berkoordinasi dan menggelar pertemuan dengan pejabat imigrasi Sabah agar dalam penerapan kebijakan 5P, yakni pendaftaran, pengampunan, pemantauan, penguatkuasaan (penegakan hukum), dan pengusiran terhadap WNI yang bekerja tanpa dilengkapi dokumen yang sah tetap mengutamakan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
"Kita sudah melakukan koordinasi, bahkan pertemuan-pertemuan dengan pejabat imigrasi dan pemerintah Sabah soal rencana penerapan 5P, khususnya penguatkuasaan dan pengusiran terhadap warga asing, termasuk WNI," ujarnya.
Menurut Soepeno, penerapan penguatkuasaan dan pengusiran oleh pemerintah Kerajaan Malaysia terhadap PATI merupakan rangkaian 5P sebelumnya, yakni pendaftaran, pengampunan dan pemantauan.
Namun, ia menyatakan, KJRI Sabah mengutamakan pendekatan agar penerapan hal itu tidak dilakukan secara frontal oleh Pemerintah Negeri Sabah, seperti yang terjadi pada 2004 saat terjadi pengusiran besar-besaran sehingga menyebabkan eksodus yang tinggi.
"Saya yakin rencana Pemerintah Malaysia itu tidak akan dilakukan secara frontal terhadap WNI di Sabah karena dipastikan majikan akan melakukan langkah-langkah antisipasi pula karena masih sangat membutuhkan WNI untuk mengerjakan ladangnya," ujar Soepeno.
Ia menyatakan telah menekankan kepada Pemerintah Kerajaan Malaysia bahwa jika akan melakukan operasi hingga ke perladangan perlu memperlakukan WNI yang terkena tangkap secara manusiwi hingga dipulangkan ke Indonesia.
Soepeno menilai, WNI yang terkena operasi pada saat penerapan penguatkuasaan dan pengusiran bukan pelaku kriminal atau penjenayah dalam bahasa Malaysia, namun mereka hanya pelanggar dokumen keimigrasian.
Mengenai waktu pelaksanaan operasi terhadap PATI di Malaysia, dia mengatakan, belum mendapatkan informasi lebih lanjut dari pemerintah setempat.
Hanya saja, ia mengemukakan, sesuai keterangan Menteri Dalam Negeri Kerajaan Malaysia akan dilaksanakan hal itu setelah Idul Fitri 1434 Hijriyah, sekalipun belum memastikan tanggalnya.
Oleh karena itu pula, ia menyatakan, KJRI di Sabah siap menyewa pengacara (lawyer) yang akan memberikan perlindungan kepada WNI yang nantinya terjaring operasi PATI.
"Kami juga sudah menyewa lawyer untuk memberikan perlindungan kepada warga Indonesia yang akan terkena operasi nantinya," demikian Soepeno.
Soepeno Sahid, KJRI Sabah di Kota Kinabalu, dalam keterangan per telepon pada Senin menjelaskan bahwa pihaknya telah mengantisipasi rencana Pemerinta Malaysia itu dengan membentuk satuan tugas penanggulangan tenaga kerja Indonesia (Satgas TKI).
Hal itu, menurut dia, guna menyusun serangkaian langkah antisipatif bila pengusiran terhadap PATI tersebut melibatkan pula warga negara Indonesia (WNI).
KJRI di Sabah, menurut dia, selama ini memberikan pemahaman kepada WNI di negara bagian Malaysia untuk tetap tenang bekerja walaupun ada ancaman dari pemerintah setempat untuk menertibkan PATI.
Selain itu, ia mengemukakan, KJRI berkoordinasi dan menggelar pertemuan dengan pejabat imigrasi Sabah agar dalam penerapan kebijakan 5P, yakni pendaftaran, pengampunan, pemantauan, penguatkuasaan (penegakan hukum), dan pengusiran terhadap WNI yang bekerja tanpa dilengkapi dokumen yang sah tetap mengutamakan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
"Kita sudah melakukan koordinasi, bahkan pertemuan-pertemuan dengan pejabat imigrasi dan pemerintah Sabah soal rencana penerapan 5P, khususnya penguatkuasaan dan pengusiran terhadap warga asing, termasuk WNI," ujarnya.
Menurut Soepeno, penerapan penguatkuasaan dan pengusiran oleh pemerintah Kerajaan Malaysia terhadap PATI merupakan rangkaian 5P sebelumnya, yakni pendaftaran, pengampunan dan pemantauan.
Namun, ia menyatakan, KJRI Sabah mengutamakan pendekatan agar penerapan hal itu tidak dilakukan secara frontal oleh Pemerintah Negeri Sabah, seperti yang terjadi pada 2004 saat terjadi pengusiran besar-besaran sehingga menyebabkan eksodus yang tinggi.
"Saya yakin rencana Pemerintah Malaysia itu tidak akan dilakukan secara frontal terhadap WNI di Sabah karena dipastikan majikan akan melakukan langkah-langkah antisipasi pula karena masih sangat membutuhkan WNI untuk mengerjakan ladangnya," ujar Soepeno.
Ia menyatakan telah menekankan kepada Pemerintah Kerajaan Malaysia bahwa jika akan melakukan operasi hingga ke perladangan perlu memperlakukan WNI yang terkena tangkap secara manusiwi hingga dipulangkan ke Indonesia.
Soepeno menilai, WNI yang terkena operasi pada saat penerapan penguatkuasaan dan pengusiran bukan pelaku kriminal atau penjenayah dalam bahasa Malaysia, namun mereka hanya pelanggar dokumen keimigrasian.
Mengenai waktu pelaksanaan operasi terhadap PATI di Malaysia, dia mengatakan, belum mendapatkan informasi lebih lanjut dari pemerintah setempat.
Hanya saja, ia mengemukakan, sesuai keterangan Menteri Dalam Negeri Kerajaan Malaysia akan dilaksanakan hal itu setelah Idul Fitri 1434 Hijriyah, sekalipun belum memastikan tanggalnya.
Oleh karena itu pula, ia menyatakan, KJRI di Sabah siap menyewa pengacara (lawyer) yang akan memberikan perlindungan kepada WNI yang nantinya terjaring operasi PATI.
"Kami juga sudah menyewa lawyer untuk memberikan perlindungan kepada warga Indonesia yang akan terkena operasi nantinya," demikian Soepeno.
Pewarta: M Rusman
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013
Tags: