Pemilu 2024
Pakar: Komnas HAM harus hadir tuntaskan kekerasan pada relawan Ganjar
4 Januari 2024 22:09 WIB
Pengamat Militer Al Araf menanggapi kekerasan relawan Ganjar-Mahfud dalam diskusi publik bertajuk “Knalpot Brong Vs Tentara” di Jakarta, Kamis (4/1/2024). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Militer Al Araf menilai Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) harus hadir dalam proses investigasi untuk menuntaskan masalah kekerasan yang terjadi pada relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah.
“Komnas HAM harus bekerja untuk investigasi supaya ada ruang lain di luar pengadilan militer. Untuk menemukan hal itu, jangan diam Komnas HAM dan saya rasa kalau hal-hal ini didiamkan, kita sedang menaruh bom waktu dalam politik demokrasi di Indonesia,” kata Al Araf dalam diskusi publik bertajuk “Knalpot Brong Vs Tentara” di Jakarta, Kamis.
Al Araf menuturkan turunnya Komnas HAM di lapangan, dapat membuka mata publik soal adanya potensi dugaan terjadinya kekerasan politik dalam peristiwa di Boyolali.
Hal itu dikarenakan kekerasan pada relawan Ganjar-Mahfud, terjadi dalam konteks Indonesia sedang memasuki masa kampanye Pemilu 2024, relawan sedang berkampanye politik dan relawan menggunakan atribut-atribut yang mencerminkan dukungannya pada paslon nomor urut tiga tersebut.
Baca juga: Pakar minta aparat hukum perbaiki aturan soal knalpot bising
Baca juga: Komnas HAM minta TPN lengkapi alat bukti korban penganiayaan TNI
Sayangnya, ia menilai Komnas HAM bersikap pasif, tidak melakukan koreksi bahkan cenderung diam setiap kasus yang mirip terjadi.
“Saya bingung Komnas HAM diam terus dalam beragam kasus. Itu bukan hanya ini saja, sementara Komnas HAM juga harus bekerja untuk hal itu,” kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative itu.
Ia mencurigai penganiayaan yang mengenai tujuh relawan itu tidak hanya disebabkan oleh hal biasa, melainkan adanya “perintah” dari seseorang yang memiliki kepentingan politik, sehingga terjadi kekerasan, baik pemukulan dan penyeretan ke dalam markas.
Hal lain, menurutnya, peran Komnas HAM amat penting dalam pengusutan kasus itu adalah temuan Komnas HAM di lapangan bisa melengkapi temuan TNI, memberikan sejumlah rekomendasi kepada para pimpinan serta mengingatkan kembali kemana arah netralitas institusi itu.
“Saya merasa bahwa peristiwa ini, para pimpinan TNI tidak bisa lepas tanggung jawab akibat dari sikap dan posisi mereka yang berada di bawah kendali presiden. Menurut saya, sulit untuk percaya mereka netral lagi, ini masalahnya,” kata dia.
Maka dari itu, ia meminta Komnas HAM untuk benar-benar mengusut tuntas kasus Boyolali agar pesta demokrasi di Indonesia tidak cacat baik secara hukum dan bisa berjalan dengan kondusif, aman dan sesuai aturan yang berlaku.
“Jangan sampai masyarakat menganggap kekuasaan secara telanjang mempermainkan proses politik dan pemilu dengan segala cara. Dengan instrumen semuanya, mulai ada proses mengakali aturan sampai terjadinya kekerasan mobilisasi instrumen aparat negara. Ini tak ubahnya ini pemilu seperti masa orde baru,” ucap dia.*
Baca juga: TPN minta Komnas HAM beri surat perlindungan korban TNI di Boyolali
Baca juga: TPN: Tragedi Boyolali ujian integritas pemilu
“Komnas HAM harus bekerja untuk investigasi supaya ada ruang lain di luar pengadilan militer. Untuk menemukan hal itu, jangan diam Komnas HAM dan saya rasa kalau hal-hal ini didiamkan, kita sedang menaruh bom waktu dalam politik demokrasi di Indonesia,” kata Al Araf dalam diskusi publik bertajuk “Knalpot Brong Vs Tentara” di Jakarta, Kamis.
Al Araf menuturkan turunnya Komnas HAM di lapangan, dapat membuka mata publik soal adanya potensi dugaan terjadinya kekerasan politik dalam peristiwa di Boyolali.
Hal itu dikarenakan kekerasan pada relawan Ganjar-Mahfud, terjadi dalam konteks Indonesia sedang memasuki masa kampanye Pemilu 2024, relawan sedang berkampanye politik dan relawan menggunakan atribut-atribut yang mencerminkan dukungannya pada paslon nomor urut tiga tersebut.
Baca juga: Pakar minta aparat hukum perbaiki aturan soal knalpot bising
Baca juga: Komnas HAM minta TPN lengkapi alat bukti korban penganiayaan TNI
Sayangnya, ia menilai Komnas HAM bersikap pasif, tidak melakukan koreksi bahkan cenderung diam setiap kasus yang mirip terjadi.
“Saya bingung Komnas HAM diam terus dalam beragam kasus. Itu bukan hanya ini saja, sementara Komnas HAM juga harus bekerja untuk hal itu,” kata Ketua Badan Pengurus Centra Initiative itu.
Ia mencurigai penganiayaan yang mengenai tujuh relawan itu tidak hanya disebabkan oleh hal biasa, melainkan adanya “perintah” dari seseorang yang memiliki kepentingan politik, sehingga terjadi kekerasan, baik pemukulan dan penyeretan ke dalam markas.
Hal lain, menurutnya, peran Komnas HAM amat penting dalam pengusutan kasus itu adalah temuan Komnas HAM di lapangan bisa melengkapi temuan TNI, memberikan sejumlah rekomendasi kepada para pimpinan serta mengingatkan kembali kemana arah netralitas institusi itu.
“Saya merasa bahwa peristiwa ini, para pimpinan TNI tidak bisa lepas tanggung jawab akibat dari sikap dan posisi mereka yang berada di bawah kendali presiden. Menurut saya, sulit untuk percaya mereka netral lagi, ini masalahnya,” kata dia.
Maka dari itu, ia meminta Komnas HAM untuk benar-benar mengusut tuntas kasus Boyolali agar pesta demokrasi di Indonesia tidak cacat baik secara hukum dan bisa berjalan dengan kondusif, aman dan sesuai aturan yang berlaku.
“Jangan sampai masyarakat menganggap kekuasaan secara telanjang mempermainkan proses politik dan pemilu dengan segala cara. Dengan instrumen semuanya, mulai ada proses mengakali aturan sampai terjadinya kekerasan mobilisasi instrumen aparat negara. Ini tak ubahnya ini pemilu seperti masa orde baru,” ucap dia.*
Baca juga: TPN minta Komnas HAM beri surat perlindungan korban TNI di Boyolali
Baca juga: TPN: Tragedi Boyolali ujian integritas pemilu
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024
Tags: