Kemendag jaga harga cabai dengan subsidi dari daerah penghasil
4 Januari 2024 11:47 WIB
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (tengah) saat memberi keterangan kepada media usai meninjau harga bahan pangan pokok di Pasar Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (4/1/2204). ANTARA/Kuntum Riswan/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dalam menjaga harga cabai adalah dengan melakukan subsidi dari daerah surplus ke defisit.
“Beberapa daerah, bupati bisa turun tangan, subsidi transport bisa jualan ke Jawa untungnya kan besar sebetulnya karena di tempat asal Rp20 ribu-Rp25 ribu,” kata Mendag Zulkifli Hasan seusai meninjau harga bahan pangan pokok di Pasar Palmerah, Jakarta Barat, Kamis.
Mendag menuturkan harga cabai merah keriting yang sempat melambung hingga Rp120 ribu per kg pada Desember lalu, akibat musim hujan yang berdampak pada penurunan produksi petani.
“Cabai sebulan hampir mahal tapi bisa turun lagi tapi musiman. Karena Desember itu musim hujan jadi harganya naik,” ucapnya.
Baca juga: BPS: Cabai merah jadi penyumbang utama inflasi bulanan pada Desember
Selain melalui distribusi supply ke daerah defisit, Zulhas menilai perlu teknologi yang mampu menyerap kandungan air pada cabai sehingga bisa lebih awet dalam perjalanan.
“Kalau Aceh ke sini (Jawa) pakai bus atau truk tidak mungkin, busuk dia. Makanya cabai perlu (teknologi), sehingga, panen bisa dikeringkan, diambil airnya,” jelasnya.
Kendati sempat melambung, Zulhas menyampaikan bahwa harga cabai merah keriting sudah perlahan turun menjadi Rp70 ribu sampai Rp80 ribu per kg sebagaiamana dikatakan oleh para pedagang di Pasar Palmerah.
“Sekarang memang kendalanya kami yang koordinasi karena daerah penghasil itu sudah Rp25 ribu - Rp20 ribu. Berarti kan ada grosir seperti Kramat Jati, ada pengepul lagi, ada lagi sampai sini, rantainya panjang,” tutur dia.
Baca juga: Mendag : pemenuhan supply kunci inflasi 2023 turun jauh
Berdasarkan Panel Harga milik Badan Pangan Nasional, harga rata-rata cabai merah keriting pada 4 Januari 2024 adalah Rp54.430 per kg.
Harga terendah terdapat di Kota Binjai, Sumatera Utara, sebesar Rp21 ribu per kg dan harga tertinggi Rp120 ribu terdapat di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
“Beberapa daerah, bupati bisa turun tangan, subsidi transport bisa jualan ke Jawa untungnya kan besar sebetulnya karena di tempat asal Rp20 ribu-Rp25 ribu,” kata Mendag Zulkifli Hasan seusai meninjau harga bahan pangan pokok di Pasar Palmerah, Jakarta Barat, Kamis.
Mendag menuturkan harga cabai merah keriting yang sempat melambung hingga Rp120 ribu per kg pada Desember lalu, akibat musim hujan yang berdampak pada penurunan produksi petani.
“Cabai sebulan hampir mahal tapi bisa turun lagi tapi musiman. Karena Desember itu musim hujan jadi harganya naik,” ucapnya.
Baca juga: BPS: Cabai merah jadi penyumbang utama inflasi bulanan pada Desember
Selain melalui distribusi supply ke daerah defisit, Zulhas menilai perlu teknologi yang mampu menyerap kandungan air pada cabai sehingga bisa lebih awet dalam perjalanan.
“Kalau Aceh ke sini (Jawa) pakai bus atau truk tidak mungkin, busuk dia. Makanya cabai perlu (teknologi), sehingga, panen bisa dikeringkan, diambil airnya,” jelasnya.
Kendati sempat melambung, Zulhas menyampaikan bahwa harga cabai merah keriting sudah perlahan turun menjadi Rp70 ribu sampai Rp80 ribu per kg sebagaiamana dikatakan oleh para pedagang di Pasar Palmerah.
“Sekarang memang kendalanya kami yang koordinasi karena daerah penghasil itu sudah Rp25 ribu - Rp20 ribu. Berarti kan ada grosir seperti Kramat Jati, ada pengepul lagi, ada lagi sampai sini, rantainya panjang,” tutur dia.
Baca juga: Mendag : pemenuhan supply kunci inflasi 2023 turun jauh
Berdasarkan Panel Harga milik Badan Pangan Nasional, harga rata-rata cabai merah keriting pada 4 Januari 2024 adalah Rp54.430 per kg.
Harga terendah terdapat di Kota Binjai, Sumatera Utara, sebesar Rp21 ribu per kg dan harga tertinggi Rp120 ribu terdapat di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024
Tags: