Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat berkomitmen mengungkap kepastian hukum dari kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam kegiatan investasi seorang Warga Negara Prancis, David Alexandre Guy, yang menanamkan modal miliaran rupiah untuk membangun usaha penginapan di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.

"Dalam kasus ini, yakinlah, tidak ada yang kami tutupi, setiap ada laporan di Polda NTB, khususnya di Ditreskrimum Polda NTB, pasti kami proses," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Rabu.

Sebagai pejabat yang baru mengemban tugas sebagai Dirreskrimum Polda NTB pada akhir tahun 2023, Syarif menegaskan dirinya masih harus mempelajari kembali laporan dari WN Prancis tersebut.

"Saya pelajari dahulu, saya akan lihat bagaimana perkembangan dan progresnya. Kalau memang dari hasil gelar dan proses penyelidikan, indikasi kuat ada tindak pidana, dan bisa lanjutkan ke tingkat penyidikan, pasti akan kami proses selanjutnya. Tetapi, kalau hasilnya tidak ada unsur tindak pidana, akan kami hentikan dan akan kami informasikan," ujarnya.

Dia menerangkan bahwa pihaknya menindaklanjuti sebuah laporan masyarakat harus berdasarkan prosedur penanganan perkara dan hal tersebut membutuhkan waktu.

"Jadi, memang memerlukan waktu. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada mekanisme. Tidak hari ini lapor, besok langsung ditangkap. Ada jangka waktunya. Kalau memeriksa saksi 'kan ada batas waktunya. Ini yang harus dikerjakan secara profesional. Semua ada aturannya," ucap dia.

Dalam laporan, bule Prancis tersebut melaporkan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan terlapor seorang pengusaha perempuan asal Kabupaten Lombok Utara berinisial IA.

Kuasa hukum pelapor, Lalu Anton Hariawan menyampaikan bahwa dugaan penipuan tersebut berkaitan dengan perjanjian kerja sama pengelolaan lahan dan bangunan berupa bungalo.

"Kalau penipuan yang kami laporkan terkait terlapor yang mengakui dalam surat kontrak bahwa objek tanah dan bangunan itu miliknya. Namun, setelah persoalan GTI (Gili Trawangan Indah) muncul, terungkap objek tanah itu milik Pemprov NTB," ujarnya.

Kemudian, untuk dugaan penggelapan berkaitan dengan keterangan terlapor yang mengklaim sarana kelengkapan penginapan, seperti lemari, kasur, dan televisi adalah miliknya.

"Inilah yang sama-sama diklaim. Padahal itu semua ada perjanjiannya, barang-barang itu semua dibeli oleh klien kami. Bukti pembelian dan toko tempat beli sudah kami tunjukan juga ke penyidik," kata Anton.

Terkait dengan laporan yang dilayangkan pada medio Mei 2023 tersebut, Anton mengaku telah menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) dari kepolisian.

"Surat itu kami terima 17 November 2023," ucap dia.

Dalam surat tersebut kepolisian memaparkan bahwa telah melaksanakan serangkaian penyelidikan dengan menginterogasi saksi-saksi, mengumpulkan barang bukti, dan mengkaji surat perjanjian antara terlapor dengan pelapor.

Tindak lanjut dari hasil penyelidikan tersebut, kepolisian memberitahukan kepada terlapor bahwa dalam penanganan kasus ini masih membutuhkan pendapat ahli perdata dan pidana untuk menentukan ada atau tidak perbuatan pidana dari laporan tersebut.

Terkait hal itu, Anton mengaku sudah mendengar penjelasan dari penyelidik bahwa pendapat ahli pidana dan perdata sudah didapatkan.

"Bahkan, di sini ada empat ahli perdata dan pidana dari pihak akademisi yang digunakan, dari Mataram dan juga dari luar daerah. Ahli menyimpulkan bahwa persoalan ini mengarah ke tindak pidana, bukan perdata," kata Anton.

Namun, usai mendapatkan keterangan ahli, kata dia, pihak kepolisian kembali mengagendakan permintaan keterangan tambahan terlapor, pelapor, dan sejumlah saksi.

Dengan mendapatkan progres demikian, Anton berharap pihak kepolisian bisa segera melakukan gelar perkara untuk mengungkap kepastian hukum dari kasus ini.

"Jadi, dari rekonstruksi penanganan sebenarnya sudah cukup jelas, karena itu kami harap kepolisian bisa segera memberikan kepastian hukum dari kasus ini melalui gelar perkara," ujarnya.