Jayapura (ANTARA) - Kepala Polda Papua, Inspektur Jenderal Polisi Mathius Fakhiri, menegaskan, kasus kerusuhan yang terjadi pada 2019 lalu itu tidak bisa disamakan dengan yang terjadi Kamis (28/12) saat iringan pengantar jenazah mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, melintas.

Kerusuhan yang terjadi pada 2019 di Jayapura itu berawal dari isu rasisme hingga terjadi aksi demo yang berakhir rusuh.

Baca juga: Kapolda Papua: Bareskrim tangkap pemilik akun sebar ujaran kebencian

"Namun untuk insiden yang terjadi Kamis (28/12) lalu itu berkaitan dengan tradisi atau kebiasaan yang seharusnya sudah tidak dilakukan lagi saat ini," kata dia, saat refleksi akhir tahun di Jayapura, Papua, Minggu.

Ia bilang, aksi kekerasan yang terjadi itu karena masyarakat yang mengiringi jenazah menuju kediamannya di Koya Tengah dengan berjalan kaki sudah disusupi kelompok yang selama ini berjuang memisahkan Papua dari NKRI.

Baca juga: FKLN: Warga nusantara bantu jaga keamanan lingkungan Akibatnya terjadi kebakaran yang menghanguskan 25 unit rumah, ruko dan tempat pelayanan kesehatan milik Korem 172/PWY di Waena, selain itu sejumlah bangunan rusak akibat dilempari.

Penjabat Gubernur Papua, Ridwan Rumasukun, dan beberapa tentara serta polisi terluka bahkan seorang anggota Polri harus dirawat secara intensif di RS Bhayangkara, Kotaraja. "Alhamdulillah kondisinya termasuk Penjabat Gubernur Papua, Ridwan Rumasukun, berangsur membaik," kata dia.

Baca juga: Pangdam XVII/Cenderawasih: KNPB dalang kerusuhan di Jayapura
Ditambahkan, ke depan Polda Papua bersama semua elemen masyarakat akan memberikan pemahaman agar kasus serupa tidak terulang kembali yakni melakukan pengrusakan hingga menyerang warga. "Mari kita bersama-sama menjaga keamanan di Tanah Papua," ajak dia.

Almarhum Enembe yang meninggal Selasa (26/12) di Jakarta, dimakamkan Jumat (29/12) di Koya Tengah, Jayapura.

Baca juga: Keluarga Lukas Enembe minta maaf atas aksi pembakaran di Jayapura