Jakarta (ANTARA) - PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) untuk perdana menerbitkan obligasi dan sukuk berwawasan sosial yang resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Desember 2023.

Obligasi dan sukuk sosial yang diterbitkan oleh SMF terdiri dari Obligasi Berwawasan Sosial Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2023 sebesar Rp500 mIliar dengan suku bunga 6,90 persen tenor 5 tahun, dan Sukuk Musyarakah Berwawasan Sosial Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2023 sebesar Rp200 mIliar dengan imbal hasil 6,90 persen tenor 5 tahun.

"Hadirnya obligasi sosial dan sukuk musyarakah sosial berkelanjutan ini menjadi gebrakan baru pendanaan kreatif yang memiliki impact dalam membangun negeri dan mengubah kehidupan masyarakat, khususnya untuk meningkatkan awareness atas isu Environmental, Social, and Governance (ESG),” kata Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Ananta mengatakan, penerbitan obligasi sosial berkelanjutan merupakan terobosan baru di pasar modal Indonesia sebagai upaya perluasan pasar dan diversifikasi produk yang memiliki kekhawatiran atas penerapan ESG sesuai amanat pemerintah.

“Penerbitan obligasi dan sukuk sosial perdana di Indonesia ini merupakan komitmen kami sebagai Special Mission Vehicle Kementerian Keuangan dalam mendukung upaya-upaya pendanaan kreatif untuk mendukung pendanaan berkelanjutan, sehingga dapat meringankan beban fiskal pemerintah di sektor perumahan. Ke depannya kami akan terus berupaya dalam mewujudkan sumber pendanaan baru guna memaksimalkan peran dan fungsi kami sesuai dengan perluasan mandat dari pemerintah,” ujar Ananta.

Ananta memaparkan bahwa seluruh dana hasil penawaran umum obligasi dan Sukuk Musyarakah Berwawasan Sosial setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, akan dipergunakan oleh perseroan untuk membiayai kembali kegiatan pembiayaan perumahan dan permukiman untuk meningkatkan kepemilikan rumah dan meningkatkan ketersediaan proyek perumahan terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Dana yang diperoleh akan dialokasikan untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang telah disalurkan sejak tahun 2018 oleh PT SMF. Hal tersebut sejalan dengan POJK No.18 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan, yang mana pembiayaan dalam rangka mendukung program FLPP dapat diformalkan dalam instrumen investasi yang berkelanjutan.

Asian Development Bank (ADB) turut mendukung dalam proses penyusunan kerangka penerbitan serta tinjauan pihak eksternal. Merujuk kepada POJK No.18 Tahun 2023, kegiatan usaha berwawasan sosial yang dapat dibiayai oleh obligasi salah satunya yaitu perumahan yang terjangkau.

Jika dibandingkan dengan obligasi konvensional, obligasi sosial memiliki perbedaan merujuk kepada beberapa parameter diantaranya pertama, pada parameter penggunaan dana obligasi sosial penggunaan dananya terbatas pada pembiayaan berwawasan sosial.

Kedua, terkait kerangka penerbitan (bonds frameworks) obligasi sosial wajib memformalkan kerangka penerbitan yang sesuai dengan standar tertentu yang telah berlaku.

Ketiga, dari sisi parameter peninjauan eksternal, kerangka dan underlying penerbitan obligasi sosial harus ditinjau oleh peninjau eksternal yang independen.

Keempat, dilihat dari parameter pelaporan, emiten obligasi sosial memiliki komitmen terhadap pelaporan yang terdiri dari realisasi penggunaan dana, pencapaian realisasi kegiatan bisnis yang dibiayai serta dampaknya.

Serta kelima, dari segi perubahan status, underlying obligasi sosial yang tidak memenuhi kriteria sebagai portfolio berwawasan sosial harus dialokasikan kembali ke portfolio berwawasan sosial lainnya.

Lebih lanjut, Ananta menyampaikan hingga saat ini SMF terus konsisten dalam meningkatkan akses pemilikan rumah layak dan terjangkau bagi masyarakat agar dapat memberikan dampak sosial ekonomi yang nyata bagi masyarakat, salah satunya melalui dukungan Program KPR FLPP.

Sejak 2018, SMF telah berkontribusi dalam menurunkan beban fiskal pemerintah dengan membiayai porsi 25 persen pendanaan KPR FLPP, sehingga Pemerintah hanya menyediakan 75 persen dari total pendanaan FLPP dari semula yang sebesar 90 persen.

Sumber pembiayaan SMF untuk program tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah kepada SMF.

"PMN tersebut kemudian dikombinasikan dengan dana dari penerbitan surat utang, kemudian total dananya seluruhnya digunakan untuk mendukung program KPR FLPP dalam memenuhi target subsidi pembiayaan KPR FLPP bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)," jelasnya.

Adapun sejak awal tahun hingga November 2023, SMF telah berhasil mengalirkan dana pendamping untuk mendukung penyaluran KPR FLPP untuk MBR sebesar Rp5,48 triliun atau setara dengan 144.409 rumah. Berdasarkan akumulasi sejak Agustus tahun 2018 hingga November 2023, SMF telah menyalurkan pembiayaan KPR FLPP sebesar Rp20,52 triliun, atau setara dengan 566.059 rumah.


Baca juga: SMF dan Bank Mandiri Taspen salurkan kredit rumah Rp1 triliun
Baca juga: Menkeu: Alokasi anggaran FLPP untuk rumah murah capai Rp108,5 triliun
Baca juga: Naik 26 persen, SMF raup laba Rp245 miliar pada semester I-2023