Kekuatan komunitas dan gotong royong pun terus didorong oleh pemerintah, termasuk melalui tim pendamping keluarga (TPK), yang diinisiasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
TPK dibentuk dari tiga unsur masyarakat, yakni bidan atau tenaga kesehatan, anggota pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK), dan kader keluarga berencana. Ketiga unsur ini bersatu padu, tidak hanya untuk menurunkan angka stunting, tetapi juga membekali para calon pengantin dengan pengetahuan-pengetahuan seputar kesehatan reproduksi.
Peran TPK, mungkin selama ini tidak terlalu kentara, atau bahkan sebagian besar masyarakat belum menyadari kehadirannya. Namun, kerja-kerja kecilnya dirasakan secara nyata, mulai dari mengubah pola pikir masyarakat tentang lingkungan yang bersih dan sehat, jamban yang baik, hingga mengedukasi pentingnya pola asuh dan gizi.
Tak hanya memberikan edukasi seputar kesehatan keluarga, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo juga menegaskan bahwa TPK punya peran penting untuk menyentil para keluarga yang masih "nakal" saat menerima bantuan program keluarga harapan atau PKH, yang diberikan oleh Kementerian Sosial kepada keluarga miskin.
Menurut BKKBN, TPK perlu memiliki pengetahuan praktis tentang pola hidup sehat, serta menjadi tim yang andal, berempati, dan bersahabat (hebat).
"Pengetahuan praktis itu diperlukan agar TPK bisa memberikan sentilan kepada tetangganya, bisa kredit motor, tapi jambannya belum bagus, airnya belum dibangun, dapurnya belum dipasang keramik, anaknya stunting, tetapi bapaknya merokok sampai Rp600 ribu per bulan," ujar Hasto.
Di Indonesia wilayah timur, termasuk Papua, TPK bahkan mesti bertransformasi menjadi tim yang serba bisa, termasuk ketika mengolah pemberian makanan tambahan yang memanfaatkan bahan lokal, sehingga terkadang mereka juga harus menjadi koki untuk memasak makanan yang diberikan kepada keluarga berisiko stunting.
Tak hanya koki, pengetahuan praktis tentang kesehatan mental pun mesti dipelajari juga oleh para bidan atau penyuluh keluarga berencana yang menangani para ibu hamil. Menjadi psikolog dadakan pun harus dilakoni juga demi menjaga kesehatan para ibu yang akan melahirkan anak-anak harapan bangsa.
Tantangan kita saat ini, adalah meningkatnya gangguan mental dan emosional. Oleh karena itu, pekerjaan rumah kita selain membangun keluarga berkualitas, menurunkan stunting, juga meningkatkan kesehatan jiwa.
Tak kalah penting juga, peran TPK untuk meningkatkan kepesertaan kontrasepsi pada keluarga, karena penggunaan kontrasepsi atau KB juga berpengaruh terhadap pengendalian populasi.
Hal tersebut tentu membuahkan hasil. Indonesia berhasil mencapai kemajuan besar dalam implementasi program aksi Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan atau ICPD lewat Program Kampung Keluarga Berkualitas pada November 2023.
Penghargaan diraih atas hasil kerja keras selama satu dekade terakhir, dimana Indonesia tercatat telah mencapai kemajuan dalam hal penurunan angka kemiskinan dan gizi buruk pada anak, serta peningkatan akses terhadap pekerjaan penuh dan perlindungan sosial.
Kemajuan tersebut juga diiringi dengan peningkatan angka prevalensi kontrasepsi dan penurunan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau unmeet need.
Kepala Pusat Pelatihan, Kerja Sama Internasional Kependudukan, dan Keluarga Berencana BKKBN Ukik Kusuma Kurniawan menyebutkan pemakaian kontrasepsi atau KB pascapersalinan di Indonesia termasuk paling tinggi di antara negara berkembang.
Prevalensi pemakaian KB selama 12 bulan maupun 42 hari pascapersalinan, tercatat ada di angka 71 persen. Sementara itu, untuk kebutuhan ber-KB pada perempuan yang tidak terlayani atau unmeet need saat ini ada di angka 11,5, yang terus dikejar agar mencapai target 7,7 di tahun 2024.
TPK tentu tidak dapat bergerak sendirian saat menjalankan tugasnya di tengah masyarakat, untuk itu, kolaborasi dengan tokoh-tokoh agama menjadi program yang terus-menerus dilakukan, dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya kesehatan untuk menghasilkan keluarga berkualitas.
BKKBN bekerja sama dengan Badan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNFPA terus melakukan kolaborasi dalam penggunaan KB jangka panjang melalui Kerja Sama Selatan-Selatan.
Delegasi dari berbagai negara, termasuk India, pada November 2023 diajak berkeliling untuk mempelajari penggunaan KB jangka panjang, termasuk pentingnya melibatkan TPK dan tokoh-tokoh agama dalam meningkatkan kepesertaan KB.
Pada September 2023, delegasi dari negara Nepal, Myanmar, Ethiopia, Malaysia, dan Burundi memilih Indonesia sebagai percontohan penerapan KB lewat penguatan dan pelatihan tokoh-tokoh agama.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Rizal Damanik yang pernah menjabat sebagai Deputi bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan (Lalitbang) BKKBN menyatakan peran ulama dan tokoh-tokoh agama masih sangat berpengaruh di negara-negara Asia-Afrika.
Pertanyaan menarik muncul dari salah satu delegasi asal Myanmar, Zhaw Min Than, saat BKKBN mengajak tur delegasi yang tergabung dalam Kerja Sama Selatan-Selatan ke kantor Muslimat NU Cabang Kota Surabaya.
Di Myanmar, Muslim, utamanya, tidak mempunyai organisasi, sehingga kesulitan mendapatkan pendidikan, bahkan seringkali bergantung kepada orang tua dan suaminya. Karena itu Zhaw mempertanyakan bagaimana mengatasi tantangan di tengah masyarakat yang patriarki, jika perempuan tidak mendapatkan izin berorganisasi dari suaminya.
Modul tersebut didiskusikan di hari-hari tertentu saat ibadah di gereja, yang melibatkan pendeta, biarawati, dan tokoh-tokoh agama setempat, serta seluruh jemaat gereja.
Bahkan, ada yang unik dari cara edukasi TPK di Kampung Ayapo, dimana suami dan istri diperbolehkan mengeluarkan unek-unek untuk saling ditanggapi satu sama lain, seputar permasalahan kesehatan hingga gizi di dalam keluarga.
TPK juga diberdayakan untuk memberi sosialisasi dan edukasi tentang aplikasi elektronik siap nikah dan siap hamil (elsimil) hasil inovasi BKKBN, yang hingga saat ini diterapkan di setiap Kantor Urusan Agama (KUA).
Peran TPK, meski sebenarnya dilakukan secara sukarela, perlahan juga mulai diapresiasi pemerintah, dengan pemberian insentif tambahan berupa uang pulsa.
Hingga saat ini, ada 600 ribu personel yang tergabung menjadi TPK di seluruh Indonesia. Peran mereka dalam lingkup paling kecil, yakni keluarga, nyatanya mampu memberikan dampak yang begitu besar terhadap kualitas keluarga di Indonesia.