Palangka Raya (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalteng menahan empat tersangka dugaan kasus korupsi batubara di PT. PLN (persero) yang diduga melibatkan enam orang dari berbagai perusahaan batubara yang ada di provinsi tersebut.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalteng Douglas Pamino Nainggolan, Kamis, mengatakan tersangka berinisial TF selaku Manager PT. Geoservices Cabang Mojokerto diduga menerbitkan dokumen COA bongkar yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atas batubara yang dipasok oleh PT. BIG ke PT. PLN (Persero) dan tersangka RRH selaku Direktur Utama PT. Borneo Inter Global (PT. BIG) selaku penyedia batubara yang spesifikasinya tidak sesuai dengan kontrak.

"Sebelumnya, Kejati Kalteng juga menahan dua orang tersangka lainnya berinisial AM dan MF. Mereka ditahan di Rutan Kelas IIA Palangka Raya selama 20 hari, terhitung mulai 21 Desember 2023 hingga 9 Januari 2024. Hal itu sesuai ketentuan Pasal 24 ayat (1) KUHAP," katanya.

Dia menjelaskan, untuk MF dalam perkara tersebut berperan selaku Direktur Utama PT. Haleyora Powerindo. MF diduga tidak melaksanakan tugas supervisi dengan benar sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Instruksi Kerja berdasarkan kontrak Nomor : 083.PJ/061/2021 (Nomor PT PJB), Nomor: 0001.PJ/613/HPI/XII/2021 (Nomor PT HP).

Sedangkan AM selaku Vice President Pelaksana Pengadaan Batubara PT. PLN (Persero) yang diduga tidak melakukan klarifikasi terhadap kebenaran dokumen penawaran dari PT. BIG sehingga bisa dilanjutkan dengan pembuatan kontrak.

Ia menekankan, sampai hari ini dari enam tersangka yang sudah ditetapkan tersebut, empat yang ditahan. Sedangkan untuk dua orang lainnya belum diputuskan karena berhalangan hadir. Namun bila hingga waktu ditentukan tidak hadir, maka akan dilakukan upaya paksa.

"Yang ditahan masih pihak swasta. Jalur bongkar perusahaan bandara JT di Kalteng, pelabuhan muat, di Kabupaten Barito Timur. Kemudian JT bongkar di Rembang dan kerugian negara belum dihitung dan belum bisa disebut," ungkapnya.

Dia menekankan, ada dua alasan penahanan yakni alasan subjektif dan objektif, pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor, yang jelas tentu saja bisa dilakukan penahanan.

Kemudian secara subjektif untuk mempermudah penanganan perkara ke depannya agar tidak mengulangi perbuatannya atau mengantisipasi hilangkan barang bukti.

"Ada sekitar 46 orang saksi diperiksa dari macam-macam latar belakang, baik pemilik tambang sampai pejabat di PLN. Pejabat pemerintah juga sudah diperiksa. Besar kemungkinan akan ada tersangka baru, namun menunggu hasil penyidikan lebih lanjut. dua tersangka lain kami rencanakan dipanggil tahun depan," demikian Douglas.

Dalam perkara ini penyidik Kejati Kalteng akan terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan tersangka guna menyelesaikan perkara tersebut agar dapat segera disidangkan ke meja hijau.
Baca juga: Kejati Kalteng tetapkan enam tersangka kasus pengadaan bahan bakar