Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi Izzudin Al Farras menyatakan pengesahan RUU Ekonomi Syariah bisa menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki peringkat Indonesia dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) seperti yang diperdebatkan Cawapres RI Gibran Rakabuming Raka.

"Untuk merealisasikan Indonesia menjadi peringkat pertama di SGIE, atau setidaknya menjadi penghubung bagi industri ekonomi Islam global, terdapat enam hal yang harus dilakukan, salah satunya percepatan pengesahan RUU Ekonomi Syariah," kata Farras saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Istilah SGIE menjadi perbincangan publik dalam beberapa waktu terakhir setelah muncul dalam debat calon wakil presiden yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jumat (22/12).

Dalam debat yang berlangsung di Jakarta Convetion Center Senayan itu Gibran Rakabuming Raka mempertanyakan istilah SGIE. Namun, tidak mendapat jawaban dari Cawapres RI Muhaimin Iskandar.

Menurut Farras, SGIE merupakan salah satu acuan bagi setiap negara yang ingin mengembangkan ekonomi Islam karena terdapat perbandingan dengan negara lainnya di dunia.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia, menurut dia, memiliki potensi besar untuk menjadi peringkat pertama SGIE.

"Potensi ekonomi Islam Indonesia memang besar. Apabila potensi tersebut ingin direalisasikan sebagai menjadi peringkat pertama di SGIE, banyak hal yang harus Indonesia kerjakan ke depannya," kata dia.

Farras yang juga peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) tersebut mengatakan bahwa potensi itu tercermin dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman yang diperjualbelikan di Indonesia.

Potensi lainnya adalah makin ekspensifnya produk-produk kosmetik halal yang tidak hanya menjangkau kalangan wanita, tetapi juga bagi pria.

Ia pun menjabarkan langkah untuk mengoptimalkan peringkat Indonesia dalam SGIE, di antaranya mempercepat pengesahan RUU Ekonomi Syariah, formulasi regulasi yang jelas dan komperehensif tentang kawasan industri halal, serta penambahan kode Harmonized System (HS) yang baru untuk produk-produk halal.

"Yang juga penting adalah memasukkan isu ekonomi halal ke agenda riset pada RPJPN dan PRJMN, mengintegrasikan industri halal ke agenda riset nasional, dan menyiapkan infrastruktur pendukung sertifikasi halal," ujarnya.