Kairo/Yerusalem (ANTARA) - Israel memerangi militan Hamas pada Sabtu (23/12) dalam upaya mencapai tujuan mereka yang sulit untuk menguasai penuh Gaza utara, setelah Dewan Keamanan PBB meminta lebih banyak bantuan untuk daerah kantong Palestina tersebut.

Asap tebal menyelimuti kota Jabalia di Gaza utara dan penduduk melaporkan pemboman udara terus-menerus dan penembakan dari tank-tank Israel, yang menurut mereka telah bergerak lebih jauh ke dalam kota.

Sayap bersenjata Hamas, Brigade Al Qassam ​​​​​mengatakan mereka telah menghancurkan lima tank Israel di daerah tersebut, membunuh dan melukai awaknya, setelah menggunakan kembali dua rudal yang tidak diledakkan yang diluncurkan sebelumnya oleh Israel. Reuters tidak dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen.

Kepala juru bicara militer Israel mengatakan bahwa pasukannya telah mencapai kendali operasional hampir penuh atas Gaza utara dan bersiap untuk memperluas serangan darat ke wilayah lain di Jalur Gaza, dengan fokus di selatan.

Presiden AS Joe Biden membahas situasi tersebut dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Sabtu, kata Gedung Putih.

Sekutu utama Israel itu tetap memberikan dukungannya sambil menyatakan keprihatinan atas meningkatnya jumlah korban jiwa dan krisis kemanusiaan di Gaza.

Biden menolak merinci percakapannya dengan Netanyahu, dan mengatakan kepada wartawan bahwa itu adalah “percakapan pribadi.” Namun Biden mengatakan bahwa "ia tidak meminta gencatan senjata".

Biden dan Netanyahu berbicara secara rinci tentang operasi militer Israel di Gaza termasuk tujuan dan tahapannya, serta perlunya melindungi kehidupan warga sipil dan menjamin pembebasan sandera yang disandera, menurut Gedung Putih.

Para pejabat AS mengatakan mereka ingin dan berharap Israel segera mengalihkan operasi militernya di Gaza ke fase intensitas lebih rendah di mana akan ada operasi yang lebih bertarget yang berfokus pada kepemimpinan Hamas dan infrastrukturnya.

Setelah berhari-hari berselisih untuk menghindari ancaman veto AS, Dewan Keamanan PBB pada Jumat mengeluarkan resolusi yang mendesak langkah-langkah untuk memungkinkan “akses kemanusiaan yang aman, tanpa hambatan, dan diperluas” ke Gaza dan “kondisi penghentian pertempuran yang berkelanjutan”.

Resolusi tersebut lebih lunak dari rancangan sebelumnya yang menyerukan diakhirinya segera perang selama 11 pekan dan melemahkan kendali Israel atas pengiriman bantuan, sehingga membuka jalan bagi pemungutan suara di mana Amerika Serikat abstain.

Amerika Serikat dan Israel menentang gencatan senjata, dengan alasan gencatan senjata akan memungkinkan kelompok militan itu untuk berkoordinasi dan kembali mengangkat senjata.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan sebelumnya pada Sabtu bahwa mereka telah melepaskan tembakan umpan di daerah Issa di Kota Gaza untuk menguak puluhan militan dari sebuah gedung yang berfungsi sebagai markas Hamas di utara daerah kantong tersebut.

Pada Sabtu malamnya, warga dan media Palestina melaporkan bahwa tank-tank Israel menembaki kota Juhr ad-Deek di Gaza tengah.

Setidaknya 201 warga Palestina telah terbunuh dalam 24 jam terakhir, menjadikan jumlah korban tewas menjadi 20.258 selama konflik 11 pekan tersebut, kata Kementerian Kesehatan Palestina pada Sabtu, dan ribuan jenazah lainnya diyakini terjebak di bawah reruntuhan. Hampir seluruh dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi.

Israel pada Sabtu mengatakan bahwa 146 tentaranya telah tewas sejak mereka melancarkan serangan darat pada 20 Oktober sebagai tanggapan atas serangan militan Hamas yang berkuasa di Gaza pada 7 Oktober lalu, yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang.

"Kami akan terus menyerang. Sampai Hamas dilenyapkan. Sampai para sandera dikembalikan," tulis Menteri Energi Israel Israel Katz, yang merupakan anggota kabinet keamanan, dalam unggahan di X.

Hamas pada Sabtu mengatakan bahwa pihaknya telah kehilangan kontak dengan kelompok yang dikatakan bertanggung jawab atas lima sandera Israel karena pemboman Israel.

Seorang juru bicara militer Israel menggambarkan pernyataan itu sebagai “terorisme psikologis” dari Hamas.

Pejabat kesehatan dan media Hamas mengatakan serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di kamp pengungsi Nusseirat di Gaza tengah menewaskan tiga orang termasuk seorang jurnalis saluran TV Aqsa Hamas dan dua kerabatnya.

Militer Israel berdalih tidak pernah dengan sengaja menargetkan jurnalis. Mereka menyatakan penyesalan atas kematian warga sipil dan menyalahkan Hamas yang didukung Iran karena beroperasi di daerah padat penduduk, dengan alasan bahwa Israel tidak akan pernah aman sampai kelompok tersebut dilenyapkan.

Radio Aqsa Hamas kemudian mengatakan pesawat Israel telah membom dan menghancurkan markas besar stasiun TV dan radio Aqsa di Kota Gaza.

Seorang juru bicara IDF menolak mengomentari laporan Palestina bahwa pasukan Israel telah memulai serangan darat di dekat Kerem Shalom, sebelah timur Penyeberangan Rafah ke Mesir.

Israel telah lama mengusir penduduk untuk meninggalkan wilayah utara Gaza, serta pasukan negara Zionis itu juga telah membombardir sasaran di bagian tengah dan selatan wilayah kecil di pesisir tersebut.

"Mereka meminta orang-orang untuk pergi ke (kota di Gaza tengah) Deir al-Balah, di mana mereka melakukan pengeboman siang dan malam," kata Ziad, seorang petugas medis dan ayah dari enam anak, kepada Reuters melalui telepon.

Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan melalui unggahan di X bahwa mereka telah mengevakuasi beberapa orang yang tewas dan terluka pada Sabtu setelah sebuah rumah ditembaki di Deir al-Balah.

Di Gaza selatan, pelayat Palestina menghadiri pemakaman empat anggota keluarga yang tewas dalam serangan udara Israel di Khan Younis.

“Hukum internasional telah runtuh… Jika Israel berada di posisi Palestina, dunia tidak akan tinggal diam dan akan bertindak,” kata Ramzy Aidy, seorang warga Gaza yang memiliki gelar doktor di bidang hukum.

Sumber: Reuters

Baca juga: Israel akan akhiri serangan darat di Gaza, masuki perang tahap ke-3
Baca juga: Resolusi DK PBB dianggap tidak cukup atasi bencana kemanusiaan di Gaza