Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny Januar Ali terkait kasus dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka AU (Anas Urbaningrum)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis.
Denny yang datang ke KPK tidak menjelaskan apapun mengenai pemeriksaannya tersebut.
Pada Rabu (31/7), KPK menjadwalkan pemeriksaan Anas sebagai tersangka namun Anas hanya mengirimkan pengacaranya Firman Wijaya.
Firman beralasan Anas tidak bisa hadir karena sudah menjadwalkan acara lain.
Anas melalui Firman juga mengirimkan cakram padat yang disebut sebagai bukti mengenai biaya iklan Andi Alifian Mallarangeng saat mengajukan diri sebagai calon ketua umum Partai Demokrat dalam kongres partai tersebut pada 2010.
KPK menolak bukti yang dikemas dalam satu keping cakram padat tersebut karena tidak diserahkan langsung oleh Anas.
"Bukti itu dikembalikan ke pengacaranya karena kami tidak tahu isinya apa, karena bila barang itu menjadi bukti maka kami menyita bukan dari pengacara tapi dari yang bersangkutan jadi bila ingin memberikan bukti silakan datang ke KPK dan kita buka bersama-sama," kata Juru Bicara KPK Johan Budi pada Rabu (31/7).
Cakram padat itu sendiri ternyata hanya berisi tiga video.
Video pertama berdurasi 30 detik dan video ketiga berdurasi satu menit adalah mengenai iklan kampanye Andi Mallarangeng saat menjadi calon ketua umum Partai Demokrat.
Sedangkan video kedua yang berdurasi 2 menit dan 3 detik berisi cuplikan rekaman wawancara dari stasiun televisi TVOne yaitu wawancara presenter Tina Talisa dengan Edhie Baskoro Yudhoyono selaku tim sukses Andi Mallarangeng saat itu, mengenai penggunaan sistem e-voting untuk pemilihan ketua umum.
Dalam kasus ini Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Sedangkan untuk kasus korupsi pembangunan proyek Hambalang, KPK telah menetapkan tiga tersangka yaitu mantan Menpora Andi Mallarangeng selaku Pengguna Anggaran, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.
Ketiganya disangkakan pasal Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.
Terkait dengan kasus ini, mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum juga ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi.
KPK periksa Direktur Lingkaran Survei Indonesia terkait Anas
1 Agustus 2013 11:39 WIB
Anas Urbaningrum (ANTARA/Fajar Ambya)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013
Tags: