Mesir berencana bubarkan demonstrasi pendukung Moursi
1 Agustus 2013 09:50 WIB
Anggota Ikhwanul Muslimin dan pendukung Presiden Mesir yang digulingkan Muhammad Mursi mengikuti Salat Jumat berjamaah saat menggelar aksi di sekitar lapangan Rabaa Adawiya, Kairo, Jumat (26/7). (REUTERS/Amr Abdallah Dalsh)
Kairo (ANTARA News) - Mesir kembali dihadapkan pada kemungkinan bentrokan berdarah setelah pemerintah Mesir pada Kamis mengumumkan rencana untuk segera membubarkan unjuk rasa yang dilakukan oleh pendukung mantan Presiden Muhammad Moursi.
Ribuan simpatisan Moursi dan Ikhwanul Muslimin selama hampir satu bulan telah mengadakan unjuk rasa dengan berkemah di dua lokasi berbeda sekitar ibu kota Kairo. Mereka bersumpah akan tetap bertahan sampai Moursi dikembalikan ke kursi kepresidenan.
Pemerintah sementara Mesir mengatakan bahwa dua demonstrasi tersebut telah mengancam keamanan nasional dan mengganggu lalu lintas jalan umum, bahkan sempat menyebut "terorisme".
Mesir menginstruksikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk "mengatasi bahaya tersebut dan mengakhirinya." Namun instruksi tersebut tidak merinci tenggat waktunya.
Kebijakan Mesir tersebut dinilai dapat membawa Mesir pada peristiwa berdarah yang baru. Sebelumnya, pasukan militer negara tersebut menembak mati 80 anggota Ikhwanul Muslimin pada Sabtu.
Tindakan itu kemudian memicu kekhawatiran global bahwa militer Mesir berencana membubarkan Ikhwanul Muslimin, yang pada masa Husni Mubarok juga harus bergerak di bawah tanah.
Lebih jauh lagi, pengumuman rencana pembubaran demonstrasi yang baru juga dinilai dapat membahayakan usaha Uni Eropa yang sedang menegosiasikan penyelesaian damai.
Utusan Uni Eropa Bernadino Leon satu hari yang lalu berada di Kairo untuk mempercepat usaha mediasi. Selain itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle, terbang ke Mesir untuk membantu negosiasi pada Kamis.
Sementara itu pemerintah sementara Mesir mengatakan bahwa ribuan simpatisan Moursi yang sedang berkemah mempunyai senapan. Namun tuduhan itu dibantah oleh demonstran yang mengatakan bahwa pihak militer hanya mencari alasan untuk membenarkan upaya pembubaran paksa.
"Mereka mencoba hal itu dua kali dan mereka gagal. Mereka juga telah membunuh 200 simpatisan. Apakah hal itu akan dilakukan lagi?" kata juru bicara demonstran Gehad El-Haddad seperti dikutip Reuters.
Koalisi unjuk rasa Ikhwanul Muslimin juga menyerukan "demonstrasi jutaan orang" pada Jumat.
Haddad mengatakan bahwa utusan Uni Eropa Leon telah mengunjungi perkemahan utama, di depan gedung Rabaa al-Adawiya, pada Rabu.
"Kudeta militer ini tidak dapat diterima oleh sebagian besar lapisan masyarakat. Saya pikir Leon telah mengerti pesan tersebut," kata Haddad.
Hampir 200 orang telah terbunuh sejak militer menggulingkan Moursi. Hal itu memicu kehawatiran Barat mengenai kemungkinan konflik yang lebih luas di Mesir. Negara tersebut selama ini berperan penting dalam stabilitas Timur Tengah karena kebijakan netralnya di Terusan Suez dan tidak bermusuhan dengan Israel.
(G005)
Ribuan simpatisan Moursi dan Ikhwanul Muslimin selama hampir satu bulan telah mengadakan unjuk rasa dengan berkemah di dua lokasi berbeda sekitar ibu kota Kairo. Mereka bersumpah akan tetap bertahan sampai Moursi dikembalikan ke kursi kepresidenan.
Pemerintah sementara Mesir mengatakan bahwa dua demonstrasi tersebut telah mengancam keamanan nasional dan mengganggu lalu lintas jalan umum, bahkan sempat menyebut "terorisme".
Mesir menginstruksikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk "mengatasi bahaya tersebut dan mengakhirinya." Namun instruksi tersebut tidak merinci tenggat waktunya.
Kebijakan Mesir tersebut dinilai dapat membawa Mesir pada peristiwa berdarah yang baru. Sebelumnya, pasukan militer negara tersebut menembak mati 80 anggota Ikhwanul Muslimin pada Sabtu.
Tindakan itu kemudian memicu kekhawatiran global bahwa militer Mesir berencana membubarkan Ikhwanul Muslimin, yang pada masa Husni Mubarok juga harus bergerak di bawah tanah.
Lebih jauh lagi, pengumuman rencana pembubaran demonstrasi yang baru juga dinilai dapat membahayakan usaha Uni Eropa yang sedang menegosiasikan penyelesaian damai.
Utusan Uni Eropa Bernadino Leon satu hari yang lalu berada di Kairo untuk mempercepat usaha mediasi. Selain itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle, terbang ke Mesir untuk membantu negosiasi pada Kamis.
Sementara itu pemerintah sementara Mesir mengatakan bahwa ribuan simpatisan Moursi yang sedang berkemah mempunyai senapan. Namun tuduhan itu dibantah oleh demonstran yang mengatakan bahwa pihak militer hanya mencari alasan untuk membenarkan upaya pembubaran paksa.
"Mereka mencoba hal itu dua kali dan mereka gagal. Mereka juga telah membunuh 200 simpatisan. Apakah hal itu akan dilakukan lagi?" kata juru bicara demonstran Gehad El-Haddad seperti dikutip Reuters.
Koalisi unjuk rasa Ikhwanul Muslimin juga menyerukan "demonstrasi jutaan orang" pada Jumat.
Haddad mengatakan bahwa utusan Uni Eropa Leon telah mengunjungi perkemahan utama, di depan gedung Rabaa al-Adawiya, pada Rabu.
"Kudeta militer ini tidak dapat diterima oleh sebagian besar lapisan masyarakat. Saya pikir Leon telah mengerti pesan tersebut," kata Haddad.
Hampir 200 orang telah terbunuh sejak militer menggulingkan Moursi. Hal itu memicu kehawatiran Barat mengenai kemungkinan konflik yang lebih luas di Mesir. Negara tersebut selama ini berperan penting dalam stabilitas Timur Tengah karena kebijakan netralnya di Terusan Suez dan tidak bermusuhan dengan Israel.
(G005)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013
Tags: