Pastika dorong Pemkab Badung menggali investasi strategis tambah PAD
22 Desember 2023 21:42 WIB
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Made Mangku Pastika bersama para narasumber dalam kegiatan resesnya, di Denpasar, Bali, Jumat (22/12/2023). ANTARA/Ni Luh Rhismawati.
Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Made Mangku Pastika mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung, Bali dapat menggali sumber-sumber pendapatan baru untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) dengan berinvestasi pada usaha-usaha yang bersifat strategis.
"Pemkab Badung dengan pendapatan daerahnya yang tinggi, istilahnya sudah menjadi induk duit, jadi tinggal 'diternakkan' saja. Jangan orang dari luar saja yang berinvestasi di Kabupaten Badung," kata Pastika dalam kegiatan resesnya, di Denpasar, Jumat.
Reses yang bertajuk Pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 itu, menghadirkan narasumber Kepala Bappeda Kabupaten Badung I Made Wira Dharmajaya dan Kabid PPEPD Bappeda Bali I Made Satya Cadriantara.
Menurut mantan Gubernur Bali dua periode itu, Pemkab Badung harus belajar dari pengalaman saat pandemi COVID-19 ketika pariwisata ikut terpuruk yang berdampak besar pada penurunan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Badung.
Dengan uang yang dimiliki Kabupaten Badung, kata Pastika, sebagian dapat dimanfaatkan untuk berinvestasi seperti halnya Brunei Darussalam dan Arab Saudi serta beberapa negara lain berinvestasi bahkan sampai ke luar negeri untuk menambah pendapatan negaranya.
"Bahkan sampai berinvestasi ke Bali sehingga ketika potensi minyaknya menurun, negara tak bangkrut," ujarnya pula.
Oleh karena itu, kata Pastika, harus digali sumber-sumber pendapatan baru dengan investasi di luar sektor pariwisata di antaranya dalam pengelolaan sampah, menambah modal di PT Jamkrida Bali Mandara (Perseroda) maupun sistem crowd funding farming (pendanaan bersama untuk pertanian).
Pastika menceritakan terkait pengelolaan sampah di TPA Suwung, dulu saat masih menjabat menjadi Gubernur Bali sudah ada sekitar 50 investor yang tertarik untuk mengelola. Hanya saja saat itu masih belum ada titik temu soal tipping fee atau pembiayaan bagi setiap angkutan yang masuk ke TPA.
Pastika menambahkan, jika Pemkab Badung mau mengambil alih pengelolaan sampah di TPA Suwung, selain akan berjasa dalam mengurus persoalan sampah yang telah berlarut-larut, tentu akan mendapatkan tambahan penghasilan.
Misalkan disepakati setiap satu ton sampah yang diangkut ke TPA dikenakan tipping fee sebesar Rp100 ribu, dengan rata-rata volume sampah yang masuk sebanyak 1.500 ton, maka per hari uang yang masuk mencapai Rp150 juta. Belum lagi pendapatan dari listrik yang dihasilkan dari pengolahan sampah.
"Untuk mesin pengolah sampah hingga operasionalnya mungkin diperlukan biaya sekitar Rp1,5 triliun. Untuk membelinya, Pemkab Badung tidak harus menyiapkan sendiri total anggarannya, bisa juga dengan kredit di BPD Bali," ujarnya lagi.
Sedangkan penambahan modal di PT Jamkrida Bali Mandara, juga dinilai akan sangat menguntungkan karena yang dijamin itu proyek-proyek pemerintah. Sementara dengan crowd funding farming itu, juga dapat memberikan kesejahteraan pada pemilik lahan dan sekaligus dapat mempertahankan lahan pertanian.
Kepala Bappeda Kabupaten Badung I Made Wira Dharmajaya mengatakan terkait masukan agar Badung mau berinvestasi, tentunya sudah menjadi pemikiran bersama.
"Badung juga sudah punya rencana pengelolaan sampah sendiri. Kalau bisa dikelola dalam satu kawasan terintegrasi tentu kami menyambut positif. Bagaimana pun sampah menjadi persoalan bersama," ujarnya pula.
Wira mengatakan APBD Kabupaten Badung pada tahun anggaran 2024 dirancang sebesar Rp9,6 triliun dengan potensi pendapatan terbesar dari pajak hotel dan restoran (PHR).
Ia menambahkan, Kabupaten Badung yang juga memiliki keunggulan di sektor pertanian, namun produknya masih banyak belum terserap di pariwisata. Selain itu, dihadapkan pada isu strategis seperti penataan sistem transportasi terpadu dan massal, pemerataan pembangunan hingga pengelolaan sistem sanitasi.
Kabid PPEPD I Made Satya Cadriantara menjelaskan capaian Sasaran Pokok Pembangunan Bali 2005-2025 sudah baik. Sesuai hasil evaluasi tingkat capaian implementasi sasaran pokok pembangunan daerah Bali sebagaimana disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dituangkan dalam RPJPD Provinsi Bali Tahun 2005-2025.
Terdapat 11 indikator dengan kategori capaian sangat tinggi, 3 indikator dengan kategori capaian tinggi, 4 indikator dengan capaian sedang, 1 indikator dengan kategori capaian rendah, dan 1 indikator dengan kategori capaian sangat rendah.
"Itu berarti tingkat capaian dalam implementasi sasaran pokok pembangunan dalam RPJPD Provinsi Bali Tahun 2005-2025 yang bersifat kuantitatif, sudah baik. 70 persen indikatornya sudah dalam klasifikasi capaian sangat tinggi dan tinggi," kata Cadriantara.
Baca juga: BPK: Pemkab Badung, Bali satu-satunya daerah capai kemandirian fiskal
Baca juga: Pemkab Bangka belajar strategi peningkatan PAD di Kabupaten Badung
"Pemkab Badung dengan pendapatan daerahnya yang tinggi, istilahnya sudah menjadi induk duit, jadi tinggal 'diternakkan' saja. Jangan orang dari luar saja yang berinvestasi di Kabupaten Badung," kata Pastika dalam kegiatan resesnya, di Denpasar, Jumat.
Reses yang bertajuk Pengawasan atas Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 itu, menghadirkan narasumber Kepala Bappeda Kabupaten Badung I Made Wira Dharmajaya dan Kabid PPEPD Bappeda Bali I Made Satya Cadriantara.
Menurut mantan Gubernur Bali dua periode itu, Pemkab Badung harus belajar dari pengalaman saat pandemi COVID-19 ketika pariwisata ikut terpuruk yang berdampak besar pada penurunan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Badung.
Dengan uang yang dimiliki Kabupaten Badung, kata Pastika, sebagian dapat dimanfaatkan untuk berinvestasi seperti halnya Brunei Darussalam dan Arab Saudi serta beberapa negara lain berinvestasi bahkan sampai ke luar negeri untuk menambah pendapatan negaranya.
"Bahkan sampai berinvestasi ke Bali sehingga ketika potensi minyaknya menurun, negara tak bangkrut," ujarnya pula.
Oleh karena itu, kata Pastika, harus digali sumber-sumber pendapatan baru dengan investasi di luar sektor pariwisata di antaranya dalam pengelolaan sampah, menambah modal di PT Jamkrida Bali Mandara (Perseroda) maupun sistem crowd funding farming (pendanaan bersama untuk pertanian).
Pastika menceritakan terkait pengelolaan sampah di TPA Suwung, dulu saat masih menjabat menjadi Gubernur Bali sudah ada sekitar 50 investor yang tertarik untuk mengelola. Hanya saja saat itu masih belum ada titik temu soal tipping fee atau pembiayaan bagi setiap angkutan yang masuk ke TPA.
Pastika menambahkan, jika Pemkab Badung mau mengambil alih pengelolaan sampah di TPA Suwung, selain akan berjasa dalam mengurus persoalan sampah yang telah berlarut-larut, tentu akan mendapatkan tambahan penghasilan.
Misalkan disepakati setiap satu ton sampah yang diangkut ke TPA dikenakan tipping fee sebesar Rp100 ribu, dengan rata-rata volume sampah yang masuk sebanyak 1.500 ton, maka per hari uang yang masuk mencapai Rp150 juta. Belum lagi pendapatan dari listrik yang dihasilkan dari pengolahan sampah.
"Untuk mesin pengolah sampah hingga operasionalnya mungkin diperlukan biaya sekitar Rp1,5 triliun. Untuk membelinya, Pemkab Badung tidak harus menyiapkan sendiri total anggarannya, bisa juga dengan kredit di BPD Bali," ujarnya lagi.
Sedangkan penambahan modal di PT Jamkrida Bali Mandara, juga dinilai akan sangat menguntungkan karena yang dijamin itu proyek-proyek pemerintah. Sementara dengan crowd funding farming itu, juga dapat memberikan kesejahteraan pada pemilik lahan dan sekaligus dapat mempertahankan lahan pertanian.
Kepala Bappeda Kabupaten Badung I Made Wira Dharmajaya mengatakan terkait masukan agar Badung mau berinvestasi, tentunya sudah menjadi pemikiran bersama.
"Badung juga sudah punya rencana pengelolaan sampah sendiri. Kalau bisa dikelola dalam satu kawasan terintegrasi tentu kami menyambut positif. Bagaimana pun sampah menjadi persoalan bersama," ujarnya pula.
Wira mengatakan APBD Kabupaten Badung pada tahun anggaran 2024 dirancang sebesar Rp9,6 triliun dengan potensi pendapatan terbesar dari pajak hotel dan restoran (PHR).
Ia menambahkan, Kabupaten Badung yang juga memiliki keunggulan di sektor pertanian, namun produknya masih banyak belum terserap di pariwisata. Selain itu, dihadapkan pada isu strategis seperti penataan sistem transportasi terpadu dan massal, pemerataan pembangunan hingga pengelolaan sistem sanitasi.
Kabid PPEPD I Made Satya Cadriantara menjelaskan capaian Sasaran Pokok Pembangunan Bali 2005-2025 sudah baik. Sesuai hasil evaluasi tingkat capaian implementasi sasaran pokok pembangunan daerah Bali sebagaimana disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dituangkan dalam RPJPD Provinsi Bali Tahun 2005-2025.
Terdapat 11 indikator dengan kategori capaian sangat tinggi, 3 indikator dengan kategori capaian tinggi, 4 indikator dengan capaian sedang, 1 indikator dengan kategori capaian rendah, dan 1 indikator dengan kategori capaian sangat rendah.
"Itu berarti tingkat capaian dalam implementasi sasaran pokok pembangunan dalam RPJPD Provinsi Bali Tahun 2005-2025 yang bersifat kuantitatif, sudah baik. 70 persen indikatornya sudah dalam klasifikasi capaian sangat tinggi dan tinggi," kata Cadriantara.
Baca juga: BPK: Pemkab Badung, Bali satu-satunya daerah capai kemandirian fiskal
Baca juga: Pemkab Bangka belajar strategi peningkatan PAD di Kabupaten Badung
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023
Tags: