Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pengembangan hilirisasi rumput laut dapat lebih besar dibandingkan pengolahan nikel dan akan menjadi proyek utama Indonesia dalam 5-10 tahun ke depan.

“Jadi rumput laut ini menurut saya menjadi satu proyek yang ke depan dalam 5-10 tahun ke depan itu akan sama pengaruhnya atau lebih besar daripada tambang nikel, dan itu bisa,” kata Luhut dalam kegiatan Evaluasi Kinerja 2023 Menuju Indonesia Emas secara virtual di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, hilirisasi rumput laut memiliki potensi besar untuk mengalahkan sektor pertambangan yang saat ini memiliki nilai ekspor mencapai 34 miliar dolar AS.

Dengan pemanfaatan optimal terhadap rumput laut, Luhut mengatakan bukan hanya nilai ekonomi yang dapat meningkat, tetapi juga dapat mengurangi ketergantungan pada sektor pertambangan.

“Dan itu bisa karena pengalaman kita dalam menangani nikel dalam 7 tahun kita dalam posisi ekspor cuma 1,5 miliar dolar AS, sekarang kita sudah ekspor sampai pada 34 miliar dolas AS,” ucap Luhut.

Baca juga: Kemenko Marinves lanjutkan hilirisasi tambang dan nontambang 2024
Baca juga: Menkop UKM sebut rumput laut Wakatobi potensial penggerak hilirisasi


Di tempat yang sama, Plt Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Firman Hidayat mengatakan selama ini Indonesia melakukan ekspor rumput laut dalam bentuk mentah dan diproduksi hanya bentuk kerajinan atau agar-agar, padahal jika melalui hilirisasi, komoditas tersebut dapat memiliki daya jual yang mahal.

“Kalau dari studi World Bank potensi hilirisasi dari rumput laut sangat macam-macam. Ada biostimulant/pupuk organik, kesehatan, dan bioplastik. Yang saya highlight di sini utamanya yang biostimulant/pupuk organik projeksi sampai 2030 potensi market lebih dari 10 miliar dolar AS dan bioplastik potensi market lebih dari 40 miliar dolar AS,” katanya.

Menurutnya hilirisasi rumput laut merupakan potensi yang sangat besar apalagi Indonesia merupakan negara dengan produksi terbesar kedua di dunia.

Dia menerangkan manfaat hilirisasi selain meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yakni untuk membantu mengatasi masalah sampah plastik dan ketahanan pangan Indonesia. Namun, kata dia, penting dilakukan peningkatan produktivitas dengan teknologi dan mekanisasi.

“Rumput laut sebetulnya bisa dibuat menjadi mie menggantikan gandum, jadi bioplastik juga bisa dari rumput laut,” kata Firman.

Firman menuturkan pihaknya melakukan budidaya rumput laut seluas 100 hektare sebagai proyek percontohan di Teluk Ekas Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Seluruh budi daya akan menerapkan teknologi dan mekanisasi menggunakan pesawat tanpa awak (drown).

Selain itu, dalam mewujudkan hilirisasi rumput laut ke depannya, pabrik bioplastik juga rencananya bakal dibangun di wilayah tersebut.

“Sekarang luas lahan di seluruh Indonesia baru 102 ribu hektare. Kita targetkan untuk bisa mengembangkan bioplastik kita harus mampu meningkatkan luas lahan budidaya rumput laut 10 kali lipat jadi 1,2 juta hektare dalam 5 tahun ke depan,” kata Firman.

Baca juga: Luhut ingatkan pengelolaan laut harus perhatikan aspek keberlanjutan
Baca juga: Merebut kembali kemerdekaan lewat hilirisasi