Banjir dan longsor Ambon, delapan orang tewas
30 Juli 2013 13:23 WIB
Ilustrasi--Warga menguras air dari rumahnya yang terendam banjir di Desa Passo, Baguala, Ambon, Maluku, Kamis (25/7). Hujan lebat dua hari terakhir mengakibatkan ratusan rumah di Desa Passo terendam dengan ketinggian air 30 centimeter hingga satu meter. (ANTARA FOTO/Jimmy Ayal)
Jakarta (ANTARA News) - Banjir dan longsor di Ambon, Maluku, pada Selasa (30/7) siang merenggut delapan jiwa dan lima orang dinyatakan hilang, serta 31 rumah warga rusak akibat hujan deras yang terjadi Senin (29/7) malam.
"Permukiman yang berada di bantaran sungai dan lereng perbukitan terkena banjir dan longsor yaitu Galala, Batu Merah, Lapangan Polres Kota, depan Masjid Alfatta, Jalan Diponegoro, Jalan Baru, Soa Bali," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa.
Bahkan, lanjut Sutopo, di jalan Kebon Cengkeh menuju Asrama Brimob terjadi longsor dan Sungai Moa-Moa menuju Negeri Lima (tahun lalu terjadi banjir bandang dan menghancurkan sejumlah rumah) meluap.
Menurut Sutopo, data sementara dari Dandim 1504/Ambon, banjir dan longsor menyebabkan delapan orang meninggal dunia, dengan rincian dua orang di Ahuru, satu orang di Galunggung, dua orang di Batu Gajah, satu orang di Eri dan dua orang ditemukan di Tanah Tinggi tanpa identitas.
Sementara itu, lima orang hilang, yang terdiri dari satu orang di Ahuru, satu orang di Batu Gajah, tiga orang di Batu Meja, dan 10 orang lainnya mengalami luka-luka.
Sutopo mengemukakan, banjir dan longsor di Ambon juga menyebabkan kerugian material berupa delapan rumah hanyut, satu rumah tertimbun tanah dan 30 rumah lainnya mengalami kerusakan.
"Personel BNPB, BPBD, TNI, Polri, Basarnas, PMI, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan masyarakat melakukan penanganan darurat. Korban hilang masih dicari. Pendataan masih dilakukan," ujar Sutopo.
Sutopo mengatakan, perlu diwaspadai bahwa tipe hujan Maluku adalah tipe lokal, artinya tidak dipengaruhi oleh angin muson dari Australia dan Asia sehingga memiliki musim hujan seperti kebanyakan Indonesia yang pada November hingga April.
"Musim hujan di Maluku dipengaruhi oleh Sea Surface Temperatur (SST) atau suhu permukaan laut di perairan Maluku. Saat ini SST lebih hanya dua derajat celcius dari normalnya. Puncak hujan di Maluku adalah Juli hingga Agustus. Jadi kalender bencana di Maluku dan Maluku Utara berbeda dgn daerah lain di Indonesia," kata Sutopo.
"Permukiman yang berada di bantaran sungai dan lereng perbukitan terkena banjir dan longsor yaitu Galala, Batu Merah, Lapangan Polres Kota, depan Masjid Alfatta, Jalan Diponegoro, Jalan Baru, Soa Bali," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa.
Bahkan, lanjut Sutopo, di jalan Kebon Cengkeh menuju Asrama Brimob terjadi longsor dan Sungai Moa-Moa menuju Negeri Lima (tahun lalu terjadi banjir bandang dan menghancurkan sejumlah rumah) meluap.
Menurut Sutopo, data sementara dari Dandim 1504/Ambon, banjir dan longsor menyebabkan delapan orang meninggal dunia, dengan rincian dua orang di Ahuru, satu orang di Galunggung, dua orang di Batu Gajah, satu orang di Eri dan dua orang ditemukan di Tanah Tinggi tanpa identitas.
Sementara itu, lima orang hilang, yang terdiri dari satu orang di Ahuru, satu orang di Batu Gajah, tiga orang di Batu Meja, dan 10 orang lainnya mengalami luka-luka.
Sutopo mengemukakan, banjir dan longsor di Ambon juga menyebabkan kerugian material berupa delapan rumah hanyut, satu rumah tertimbun tanah dan 30 rumah lainnya mengalami kerusakan.
"Personel BNPB, BPBD, TNI, Polri, Basarnas, PMI, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan masyarakat melakukan penanganan darurat. Korban hilang masih dicari. Pendataan masih dilakukan," ujar Sutopo.
Sutopo mengatakan, perlu diwaspadai bahwa tipe hujan Maluku adalah tipe lokal, artinya tidak dipengaruhi oleh angin muson dari Australia dan Asia sehingga memiliki musim hujan seperti kebanyakan Indonesia yang pada November hingga April.
"Musim hujan di Maluku dipengaruhi oleh Sea Surface Temperatur (SST) atau suhu permukaan laut di perairan Maluku. Saat ini SST lebih hanya dua derajat celcius dari normalnya. Puncak hujan di Maluku adalah Juli hingga Agustus. Jadi kalender bencana di Maluku dan Maluku Utara berbeda dgn daerah lain di Indonesia," kata Sutopo.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013
Tags: