"Sebelum kita melakukan penyebaran nyamuk ber-Wolbachia, sudah ada kajian risikonya yang dilakukan oleh 25 ahli multidisipliner. Dari kajian yang dilakukan bahwa beberapa risiko yang muncul bisa diabaikan, dan dari kajian tersebut, diprediksi tidak lebih ganas," kata Imran dalam bincang akhir tahun bersama Kemenkes di Jakarta, Selasa.
Imran memaparkan berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada tahun 2021 oleh Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Adi Utarini disebutkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia telah terbukti menurunkan insiden infeksi demam berdarah dengue 77,1 persen dan angka rawat inap 82,6 persen.
Baca juga: Revolusi dan rahasia Wolbachia yang mengubah dunia
Imran menjelaskan penerapan metode Wolbachia di Indonesia juga berbeda dengan Singapura yang lebih dulu melakukannya.
"Bedanya dengan Singapura, mereka melakukan sterilisasi, jadi semua nyamuknya laki-laki. Yang dilakukan di Indonesia, sama-sama nyamuk, hanya saja metode kita berbeda, jadi kita tidak mensterilkan (nyamuk). Mereka tetap beranak pinak dan anaknya bisa mengandung Wolbachia," ujar dia.Baca juga: Revolusi dan rahasia Wolbachia yang mengubah dunia
Imran menjelaskan penerapan metode Wolbachia di Indonesia juga berbeda dengan Singapura yang lebih dulu melakukannya.
Namun, ia memastikan bahwa pemerintah akan menjaga agar nyamuk ber-Wolbachia tidak beradaptasi.
"Mereka (nyamuk ber-Wolbachia) kan selalu punya mekanisme untuk bertahan, jadi kalau dilihat secara ilmu mungkin tiap lima tahun akan ada lagi nyamuk yang beradaptasi, kalau dia bermutasi, itu adalah mekanisme alami untuk mempertahankan diri, itu harus kita jaga dan lihat agar tidak terjadi," ucapnya.
Menyinggung penolakan yang terjadi di beberapa daerah terkait nyamuk ber-Wolbachia ini, ia mengemukakan bahwa Kemenkes akan melakukan pendekatan-pendekatan kepada pemerintah daerah dan tokoh-tokoh yang bersangkutan.
Baca juga: Guru Besar UI paparkan bakteri Wolbachia tak menginfeksi manusia
Baca juga: Akademisi Udayana: Metode Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan
"Kami prinsipnya, selama masyarakat masih ada yang belum setuju, kita pasti akan melakukan pendekatan dulu sampai kondisinya kondusif," tuturnya.Baca juga: Guru Besar UI paparkan bakteri Wolbachia tak menginfeksi manusia
Baca juga: Akademisi Udayana: Metode Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan
Ia mengutarakan penyebaran nyamuk ber-Wolbachia ini berpotensi menihilkan kematian akibat demam berdarah dengue.
"Kalau menihilkan kasus enggak ya, karena kan kita enggak bisa 100 persen nyamuk ada Wolbachia, tetapi kalau mencoba menihilkan kematian, mungkin iya. Jadi, beda ya, kasus sakit sama kasus kematian, karena semakin kita bisa menurunkan jumlah kasusnya, yang perlu perawatan kan lebih sedikit, artinya penanganannya bisa lebih baik," kata Imran Pambudi.