Penyuap eks Kabasarnas Roni Aidil minta dihukum seringan-ringannya
18 Desember 2023 18:43 WIB
Direktur PT Kindah Abadi Utama sekaligus pesero Komanditer Perseroan CV Pandu Aksara, Roni Aidil (kiri) usai sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (18/12/2023). (ANTARA/Fath Putra Mulya)
Jakarta (ANTARA) - Terdakwa penyuap mantan kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsdya Henri Alfiandi, Direktur PT Kindah Abadi Utama sekaligus perseroan Komanditer Perseroan CV Pandu Aksara, Roni Aidil meminta dihukum seringan-ringannya.
Roni, saat membacakan nota pembelaan (pledoi) pribadinya) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin, mengakui kesalahannya dengan memberikan tanda terima kasih berupa dana komando (dako) saat perusahaannya mengemban proyek di lingkungan Basarnas.
“Melalui nota pembelaan kejadian ini, saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim, agar saya dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya, agar saya kembali dapat berkontribusi untuk kemajuan teknologi di Indonesia, khususnya di Mabes TNI AU dan Basarnas,” kata Roni.
Roni meminta maaf apabila dako yang diberikan termasuk ke dalam perbuatan gratifikasi. Ia mengklaim dirinya tidak tahu hukum, sehingga ia menyesal dan memohon maaf atas perbuatan tersebut.
“Dari hasil pemeriksaan di persidangan, diajukan fakta hukum bahwa pemberian tanda terima kasih yang saya lakukan tidak ada maksud untuk saya agar saya memperoleh pekerjaan, oleh karena saya adalah agen tunggal dari pabrikan. Dalam proses pengadaan barang jasa tidak ada pengaturan, semuanya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan sesuai prosedur,” dalihnya.
Sementara itu, penasihat hukum Roni mengatakan perusahaan kliennya memenangkan tender pengadaan barang dan jasa di Basarnas sesuai dengan seluruh ketentuan layanan pengadaan secara elektronik (LPSE).
Penasihat hukum juga menyebut pemberian sejumlah uang kepada Basarnas tidak mempengaruhi kebijakan atau kewenangan Basarnas dalam menyelenggarakan pengadaan barang dan jasa.
“Sehingga tidak bisa dipersamakan sebagai bentuk suap sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, termasuk sebagai gratifikasi dan memenuhi unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ucap penasihat hukum.
Pada perkara ini, Roni Aidil didakwa memberi uang total Rp9.916.070.840,00 (Rp9,9 miliar) kepada eks Kabasarnas Henri Alfiandi melalui Koordinator Staf Administrasi Basarnas Afri Budi Cahyanto.
Roni Aidil didakwa memberikan uang tersebut untuk memenangkan perusahaannya dalam kegiatan pengadaan barang/jasa di Basarnas berupa pekerjaan pengadaan hoist helikopter pada tahun 2021, public safety diving equipment (peralatan selam) tahun 2021, modifikasi kemampuan sistem remote operated vehicle (ROV) tahun 2021, dan public safety diving squipment tahun 2023.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Roni dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan penjara.
Roni, saat membacakan nota pembelaan (pledoi) pribadinya) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin, mengakui kesalahannya dengan memberikan tanda terima kasih berupa dana komando (dako) saat perusahaannya mengemban proyek di lingkungan Basarnas.
“Melalui nota pembelaan kejadian ini, saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim, agar saya dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya, agar saya kembali dapat berkontribusi untuk kemajuan teknologi di Indonesia, khususnya di Mabes TNI AU dan Basarnas,” kata Roni.
Roni meminta maaf apabila dako yang diberikan termasuk ke dalam perbuatan gratifikasi. Ia mengklaim dirinya tidak tahu hukum, sehingga ia menyesal dan memohon maaf atas perbuatan tersebut.
“Dari hasil pemeriksaan di persidangan, diajukan fakta hukum bahwa pemberian tanda terima kasih yang saya lakukan tidak ada maksud untuk saya agar saya memperoleh pekerjaan, oleh karena saya adalah agen tunggal dari pabrikan. Dalam proses pengadaan barang jasa tidak ada pengaturan, semuanya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan sesuai prosedur,” dalihnya.
Sementara itu, penasihat hukum Roni mengatakan perusahaan kliennya memenangkan tender pengadaan barang dan jasa di Basarnas sesuai dengan seluruh ketentuan layanan pengadaan secara elektronik (LPSE).
Penasihat hukum juga menyebut pemberian sejumlah uang kepada Basarnas tidak mempengaruhi kebijakan atau kewenangan Basarnas dalam menyelenggarakan pengadaan barang dan jasa.
“Sehingga tidak bisa dipersamakan sebagai bentuk suap sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, termasuk sebagai gratifikasi dan memenuhi unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ucap penasihat hukum.
Pada perkara ini, Roni Aidil didakwa memberi uang total Rp9.916.070.840,00 (Rp9,9 miliar) kepada eks Kabasarnas Henri Alfiandi melalui Koordinator Staf Administrasi Basarnas Afri Budi Cahyanto.
Roni Aidil didakwa memberikan uang tersebut untuk memenangkan perusahaannya dalam kegiatan pengadaan barang/jasa di Basarnas berupa pekerjaan pengadaan hoist helikopter pada tahun 2021, public safety diving equipment (peralatan selam) tahun 2021, modifikasi kemampuan sistem remote operated vehicle (ROV) tahun 2021, dan public safety diving squipment tahun 2023.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Roni dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan penjara.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023
Tags: