Bogota (ANTARA News) - Kolombia pada Kamis untuk pertama kalinya mengakui bahwa pemerintah telah melakukan "pelanggaran hak asasi manusia berat" selama 50 tahun memerangi gerilyawan berhaluan kiri.

Presiden Juan Manuel Santos menyampaikan pidato pengakuan tersebut untuk mendukung rencana amandemen konstitusi yang dikenal sebagai "kerangka kerja legal untuk perdamaian", yang oleh beberapa pihak dinilai sebagai dasar negosiasi dengan gerilyawan kiri.

Pemerintah di Bogota dan gerilyawan berhaluan kiri dari Pasukan Revolusioner Bersenjata Kolombia (FARC) sejak November 2012 telah terlibat dalam serangkaian negosiasi yang bertujuan untuk mengakhiri konflik paling tua di Amerika Selatan.

Santos mengatakan bahwa sejak konflik dimulai, pemerintah "telah bertanggung jawab secara langsung ataupun tidak langsung terhadap beberapa pelanggaran hak asasi manusia berat dan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan internasional."

"Peran kami, sebagai agen-agen negara, adalah untuk menjamin dan melindungi hak asasi setiap warga. Untuk alasan tersebut, tanggung jawab kami jauh lebih besar," kata dia menambahkan.

Namun presiden menekankan bahwa pengakuan pemerintah tersebut tidak serta-merta membebaskan gerilyawan yang juga "bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran kemanusiaan internasional."

"Jika memang kita sedang berada di tahap akhir konflik, maka FARC, Pasukan Pembebasan Nasional (ELN) serta sayap kanan ekstrim Pasukan Pelindung Kolombia Bersatu (AUC) yang telah dibubarkan..juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya," kata presiden.

"Hal itu sangat penting dalam proses perdamaian ini," kata dia menekankan.

Amandemen konstitusi, yang disetujui oleh Kongres pada 2012, masih memerlukan persetujuan dari Mahkamah Konstitusi. Amandemen itu berisi sejumlah undang-undang dan salah satu isi pentingnya adalah penundaan hukuman terhadap pejuang gerilyawan yang organisasinya telah dibubarkan.

Pasukan Revolusioner Bersenjata Kolombia atau dikenal FARC dalam akronim Spanyol dibentuk pada 1964. Kelompok itu adalah gerilyawan terbesar dengan jumlah pejuang sekitar 8.000 orang.

Sementara itu Pasukan Pembebasan Nasional (ELN) yang mempunyai pejuang lebih sedikit, juga merupakan gerilyawan kiri yang aktif di Kolombia. Mereka sampai saat ini tidak terlibat dalam negosiasi perdamaian. Demikian diberitakan AFP.

(G005)

(UU.G005/A/G005/H-AK) 26-07-2013 09:03:24