PT Inalum kemungkinan besar jadi BUMN
23 Juli 2013 14:35 WIB
Pekerja mengikat aluminium yang telah dicetak di pabrik peleburan PT Inalum, Kabupaten Batu Bara, Sumut, Senin (10/12). PT Inalum perhari dapat memproduksi 700 ton aluminium ingot yang akan dilebur, dan 60 persen dari total produksinya diekspor ke Jepang. (FOTO ANTARA/Irsan Mulyadi)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan, kemungkinan besar PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) akan menjadi BUMN setelah pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan tersebut pada November 2013.
"Kalau mau praktis, diambil saja oleh menteri BUMN," ujarnya saat ditemui seusai rapat koordinasi di Jakarta, Selasa.
Hidayat mengatakan pembicaraan terkait skema BUMN tersebut masih menjadi topik tersendiri, karena proses negosiasi pengalihan Inalum dengan pihak Jepang masih berlangsung.
"Nanti ada pengaturan lagi oleh pemerintah, Inalum-nya masuk, dan daerah juga minta dimasukkan saham. Itu nanti pembicaraan kita selanjutnya," ujarnya.
Hidayat, yang menjadi ketua tim negosiasi Inalum, menambahkan, proses perundingan masih berjalan dan ada perbedaan pendapat antar kedua pihak, terkait revaluasi nilai aset perusahaan.
"Kita maunya dia ikut angka kita, karena kita sudah diaudit BPKP. Namanya negosiasi high call, kita sama-sama mencoba melakukan pendekatan," katanya.
Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp7 triliun untuk mengambil alih Inalum, yang dialokasikan dalam APBN 2012 sebesar Rp2 triliun dan senilai Rp5 triliun pada APBN 2013.
PT Inalum merupakan perusahaan yang membangun dan mengoperasikan proyek Asahan, terdiri atas pabrik peleburan alumunium atau smelter dengan kapasitas 225.000 ton per tahun dan PLTA Asahan II dengan kapasitas 604 MegaVolt.
Berdasarkan perjanjian yang telah disepakati pada 1975 antara pemerintah Indonesia dengan Jepang, kontrak kerja sama pengelolaan Inalum akan berakhir pada 31 Oktober 2013.
Saat ini, kapasitas produksi PT Inalum sebesar 250 ton alumunium ingot per tahun, dan sebanyak 60 persen diekspor ke Jepang serta 40 persen untuk kebutuhan dalam negeri.
"Kalau mau praktis, diambil saja oleh menteri BUMN," ujarnya saat ditemui seusai rapat koordinasi di Jakarta, Selasa.
Hidayat mengatakan pembicaraan terkait skema BUMN tersebut masih menjadi topik tersendiri, karena proses negosiasi pengalihan Inalum dengan pihak Jepang masih berlangsung.
"Nanti ada pengaturan lagi oleh pemerintah, Inalum-nya masuk, dan daerah juga minta dimasukkan saham. Itu nanti pembicaraan kita selanjutnya," ujarnya.
Hidayat, yang menjadi ketua tim negosiasi Inalum, menambahkan, proses perundingan masih berjalan dan ada perbedaan pendapat antar kedua pihak, terkait revaluasi nilai aset perusahaan.
"Kita maunya dia ikut angka kita, karena kita sudah diaudit BPKP. Namanya negosiasi high call, kita sama-sama mencoba melakukan pendekatan," katanya.
Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp7 triliun untuk mengambil alih Inalum, yang dialokasikan dalam APBN 2012 sebesar Rp2 triliun dan senilai Rp5 triliun pada APBN 2013.
PT Inalum merupakan perusahaan yang membangun dan mengoperasikan proyek Asahan, terdiri atas pabrik peleburan alumunium atau smelter dengan kapasitas 225.000 ton per tahun dan PLTA Asahan II dengan kapasitas 604 MegaVolt.
Berdasarkan perjanjian yang telah disepakati pada 1975 antara pemerintah Indonesia dengan Jepang, kontrak kerja sama pengelolaan Inalum akan berakhir pada 31 Oktober 2013.
Saat ini, kapasitas produksi PT Inalum sebesar 250 ton alumunium ingot per tahun, dan sebanyak 60 persen diekspor ke Jepang serta 40 persen untuk kebutuhan dalam negeri.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013
Tags: