Depok (ANTARA) - Ketua Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) Prof Harkristuti Harkrisnowo menilai edukasi tentang penggunaan generatif Artificial Intelligence (AI) penting dilakukan karena teknologi AI di satu sisi membawa potensi positif bagi kegiatan akademis, tetapi di sisi lain perlu diwaspadai.

"Generative AI menjadi alat luar biasa yang menghadirkan banyak peluang untuk meningkatkan pembelajaran, penelitian, serta kegiatan akademis lainnya," kata Harkristuti di kampus UI Depok, Rabu.

Namun kata dia, sebagaimana teknologi canggih lainnya, teknologi ini harus memiliki pertimbangan yang cermat dan penerapan yang bertanggung jawab, serta tidak melanggar nilai-nilai etis.

Guru Besar Fakultas Ilmu Komputer Prof Wisnu Jatmiko menambahkan AI yang awalnya mampu memprediksi, mengklasifikasi, dan mengelompokkan data, kini berkembang menjadi generatif AI yang dapat menghasilkan konten baru selevel dengan konten yang telah ada.

Baca juga: Generative AI dinilai mampu dukung pertumbuhan bisnis

Di dunia pendidikan, teknologi AI dapat mempermudah dalam meringkas teks/tulisan, membantu menerjemahkan bahasa (translate), serta memberikan jawaban meski harus diverifikasi dengan data yang valid.

"Penggunaan AI perlu diperhatikan karena dapat menghilangkan beberapa esensi pendidikan. Tidak dipungkiri bahwa manusia tidak bisa meninggalkan teknologi karena mereka hidup dengan teknologi. Namun manusia juga harus mampu mengatur penggunaan teknologi dengan baik," ujar Wisnu.

Pada ilmu sosial-humaniora, penggunaan AI memiliki keterbatasan karena belum melampaui kebijaksanaan manusia dalam pengambilan keputusan berbasis nilai.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prof Sudarsono Hardjosoekarto mengatakan penggunaan AI memiliki potensi negatif, seperti penyimpangan penggunaan fake digital image dalam komunikasi publik. Oleh sebab itu, aturan penerapan generatif AI di UI harus dilandasi oleh kode etik dan kode perilaku UI.

Baca juga: 154 ilmuwan komunikasi berkumpul di Semarang bahas kecerdasan buatan

Sementara itu dari perspektif kesehatan, Guru Besar Fakultas Ilmu Kesehatan Prof Budi Haryanto melihat generatif AI dapat dimanfaatkan dalam pembuatan aplikasi pelayanan kesehatan, seperti bantuan untuk telemedis, rekam medis, penerjemah istilah medis, surveilans penyakit, rekrutmen clinical trial, deteksi gejala penyakit, triase pasien, dan monitor kondisi pasien secara daring.

"Penggunaan generatif AI dalam konsultasi medis pasien harus dilakukan dengan hati-hati. Jika diagnosis yang diberikan dengan teknologi ini berlebihan atau kurang lengkap, itu akan berbahaya pada penanganan penyakit serius, seperti serangan jantung atau kanker," katanya.

Keterbatasan generatif AI diharapkan memberi kesadaran bagi para pengguna agar lebih bijak dalam mengendalikan dan memanfaatkannya.

Sedangkan Koordinator Komite Pembinaan Kehidupan Akademik dan Integritas Moral DGB UI Prof Riri Fitri Sari mengatakan banyak sekali yang memakai tools AI untuk membantu dan mengimplementasikan berbagai upaya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

"Kualitas generasi muda salah satunya diukur dari kemampuan dan jiwa kompetitifnya. Tantangannya kini adalah di saat mereka berusaha meningkatkan kemampuannya, di saat yang sama terdapat shortcut yang disediakan oleh generatif AI," ujar Riri.

Baca juga: Kemenkominfo susun etika pengembangan dan penggunaan AI