Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Kadir Karding menilai, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN kurang tepat sasaran dan fokus.

Indikasi kurang tepatnya sasaran tersebut bisa dilihat saat ini di mana masih banyak anak yang tidak bisa sekolah karena alasan biaya, fasilitas sekolah yang kurang, dan kualitas guru yang belum juga meningkat.

"Di berbagai daerah, saya masih menemukan anak yang tidak bisa sekolah karena tidak punya uang. Saya bingung anggaran pendidikan begitu besar, tapi kok masih ada saja anak tidak bisa sekolah karena alasan biaya," kata Karding di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.

Ia juga menyebutkan, kondisi sekolah, dan guru di berbagai daerah masih ditemukan sekolah yang sarana prasarananya tidak memadai untuk proses belajar mengajar.

Apalagi, sambung politikus PKB itu, di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh transportasi, bisa dipastikan sarana dan prasarananya sangat tidak layak untuk sebuah proses pendidikan.

"Adapun guru sendiri, kualitasnya belum ada peningkatan signifikan. Sertifikasi guru hanya jadi akal-akal administratif, apalagi pemberian bea siswa bagi guru untuk melanjutkan pendidikan dan peningkatan kualitas, tidak merata dan hanya bisa diakses guru tertentu," ungkapnya.

Dengan persoalan dasar pendidikan yang tidak pernah selesai itu, Karding menilai, distribusi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN selama ini kurang tepat, kurang fokus, hanya bersifat insidentil, dan berorientasi proyek semata.

"Sekarang seperti insidentil saja programnya, dan semua seperti mau dikerjain tanpa ada fokus yang jelas sehingga seperti proyek saja. Masalah pendidikan itu kan jelas, soal kualitas guru, sarana prasana, pemerataan dan kemudahan untuk memperoleh pendidikan. Coba selesaikan saja satu-satu masalah itu tiap tahunnya, agar fokus," tegasnya.

Kondisi yang demikian itu, kata Karding, memperlihatkan perencanaan pendidikan oleh Kemendiknas sangat lemah. Apalagi, tidak ada ukuran yang jelas soal bagaimana pendidikan disebut berhasil.

"Harus ada pidana atau hukuman yang tegas bagi Pemerintah, baik pusat maupuan daerah, kalau tidak mampu tuntaskan persoalan pendidikan, karena itu hak paling dasar warga negara. Hukuman ini untuk mendorong Pemerintah kerja secara benar. Kalau tidak bisa, ya, harus tanggungjawab dong, hukum setidaknya. Tanggungjawab moral saja tidak cukup," pungkasnya. (*)