OJK perkirakan likuiditas perbankan akan tetap terjaga di 2024
11 Desember 2023 19:41 WIB
Tangkapan layar - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam konferensi pers daring, Senin (4/12/2023). ANTARA/Sanya Dinda
Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae memperkirakan likuiditas perbankan akan tetap terjaga pada 2024 ditopang oleh potensi penurunan suku bunga acuan bank sentral AS Fed Funds Rate (FFR) pada kuartal II 2024.
“OJK akan tetap memantau perkembangan dan situasi yang berpotensi memberikan pengaruh pada pasar keuangan dan perekonomian domestik,” kata Dian di Jakarta, Senin.
Menurut dia, saat ini FFR yang sebesar 5,25 sampai 5,5 persen telah berada di tingkat tertinggi.
Kondisi likuiditas perbankan nasional saat ini dinilai masih sangat memadai dan dipandang tidak ketat.
“Seluruh indikator likuiditas yang digunakan sebagai alat monitoring masih menunjukkan kondisi yang ample atau jauh di atas threshold, baik rasio AL/DPK, AL/NCD, LCR, NSFR termasuk LDR,” kata Dian.
Pada Oktober 2023, OJK Mencatat Rasio alat likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) dan AL terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing naik dari bulan sebelumnya menjadi 117,29 persen dan 26,36 persen atau jauh di atas threshold 50 persen dan 10 persen.
Meski rasio AL/NCD dann AL/DPK tersebut masih lebih rendah dari posisi Oktober 2022 yang sebesar 130,17 persen dan 29,46 persen, tapi nilai itu lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi COVID-19.
Sementara itu, tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Rate yang sebesar 6 persen berada pada level yang sama sebelum pandemi COVID-19
“Indikasi likuiditas yang masih memadai juga terlihat dari tingkat suku bunga dan volume transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang juga menunjukkan kondisi normal, alias tidak ada suku bunga dan volume transaksi yang anomali,” kata Dian.
OJK juga menyambut baik kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga likuiditas perbankan, salah satunya berupa pemotongan Giro Wajib Minimum sebagaimana tertuang dalam Peraturan BI Nomor 11 Tahun 2023 untuk bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor tertentu.
OJK dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terus memperkuat mekanisme pasar dalam manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri, serta meningkatkan dan memperluas koordinasi untuk mengimplementasikan penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri.
“Dalam rangka menjaga kelancaran proses bisnis dari eksportir yang merupakan debitur perbankan, OJK turut memberikan insentif sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2023 tentang DHE SDA berupa dana DHE SDA yang ditempatkan oleh eksportir pada rekening khusus di perbankan dapat digunakan sebagai agunan tunai (cash collateral) sesuai dengan ketentuan mengenai kualitas aset bank umum,” kata Dian.
Baca juga: OJK: Kredit rumah berpotensi tumbuh di 2024 didorong insentif PPN
Baca juga: OJK: Likuiditas perbankan memadai untuk salurkan kredit
Baca juga: Cukup besar, OJK: Likuiditas perbankan di SBN capai Rp1.502,91 triliun
“OJK akan tetap memantau perkembangan dan situasi yang berpotensi memberikan pengaruh pada pasar keuangan dan perekonomian domestik,” kata Dian di Jakarta, Senin.
Menurut dia, saat ini FFR yang sebesar 5,25 sampai 5,5 persen telah berada di tingkat tertinggi.
Kondisi likuiditas perbankan nasional saat ini dinilai masih sangat memadai dan dipandang tidak ketat.
“Seluruh indikator likuiditas yang digunakan sebagai alat monitoring masih menunjukkan kondisi yang ample atau jauh di atas threshold, baik rasio AL/DPK, AL/NCD, LCR, NSFR termasuk LDR,” kata Dian.
Pada Oktober 2023, OJK Mencatat Rasio alat likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) dan AL terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing naik dari bulan sebelumnya menjadi 117,29 persen dan 26,36 persen atau jauh di atas threshold 50 persen dan 10 persen.
Meski rasio AL/NCD dann AL/DPK tersebut masih lebih rendah dari posisi Oktober 2022 yang sebesar 130,17 persen dan 29,46 persen, tapi nilai itu lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi COVID-19.
Sementara itu, tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Rate yang sebesar 6 persen berada pada level yang sama sebelum pandemi COVID-19
“Indikasi likuiditas yang masih memadai juga terlihat dari tingkat suku bunga dan volume transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang juga menunjukkan kondisi normal, alias tidak ada suku bunga dan volume transaksi yang anomali,” kata Dian.
OJK juga menyambut baik kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga likuiditas perbankan, salah satunya berupa pemotongan Giro Wajib Minimum sebagaimana tertuang dalam Peraturan BI Nomor 11 Tahun 2023 untuk bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor tertentu.
OJK dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terus memperkuat mekanisme pasar dalam manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri, serta meningkatkan dan memperluas koordinasi untuk mengimplementasikan penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri.
“Dalam rangka menjaga kelancaran proses bisnis dari eksportir yang merupakan debitur perbankan, OJK turut memberikan insentif sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2023 tentang DHE SDA berupa dana DHE SDA yang ditempatkan oleh eksportir pada rekening khusus di perbankan dapat digunakan sebagai agunan tunai (cash collateral) sesuai dengan ketentuan mengenai kualitas aset bank umum,” kata Dian.
Baca juga: OJK: Kredit rumah berpotensi tumbuh di 2024 didorong insentif PPN
Baca juga: OJK: Likuiditas perbankan memadai untuk salurkan kredit
Baca juga: Cukup besar, OJK: Likuiditas perbankan di SBN capai Rp1.502,91 triliun
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023
Tags: