Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi mempertanyakan hibah pesawat angkut Hercules C-130 tipe H dari Australia ke Indonesia karena hibah empat pesawat itu harus disertai pengeluaran sebesar 63 juta dolar Australia.
"Penyebutan hibah diduga kamuflase menutupi pembelian pesawat yang sudah tua," kata Helmy di Jakarta, Minggu.
Ia mengaku bahwa Komisi I DPR cukup tersentak atas adanya biaya pada hibah pesawat tersebut karena Pemerintah sama sekali belum pernah menjelaskannya.
"Pemerintah harus menjelaskan. Kami sudah minta untuk memanggil Kementerian Pertahanan karena hal ini menyangkut penggunaan anggaran yang harus lebih dahulu disetujui oleh DPR," kata Helmy.
Menurut politikus PDI Perjuangan ini, jika pesawat itu hibah, seharusnya bebas biaya. Akan tetapi, bila keempat pesawat tua itu dibeli, Kemhan dan TNI harus jujur dan transparan.
Apalagi, lanjut dia, peremajaan keempat pesawat tidak memberdayakan industri pertahanan dalam negeri yang sudah memiliki sumber daya manusia berklasifikasi internasional. Peremajaan keempat pesawat di industri dalam negeri, maka Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk melakukan transfer teknologi.
"Pemerintah kok aneh. Ingin memajukan industri pertahanan tetapi implementasinya bertolak belakang. Lebih senang pesawat tua dan menggunakan industri pertahanan luar negeri. Ada apa?" katanya.
Ia menyatakan bahwa DPR RI mendukung Pemerintah menambah alutsista TNI. Namun, bukan pengadaan pesawat berusia relatif sangat tua.
Sementara itu, pengamat militer dan pertahanan Andreas Pareira mengatakan sejumlah musibah jatuhnya pesawat TNI AU yang sudah tua pada tahun 2012 dan 2013 seharusnya menjadi pelajaran berarti bagi Pemerintah maupun TNI.
"Catatan ini belum termasuk musibah dalam 10 tahun terakhir," kata mantan anggota Komisi I DPR ini.
Menurut dia, musibah jatuhnya pesawat TNI makin menyusutkan citra dan kekuatan pertahanan negara karena banyak peralatan tempur yang dimiliki sudah tua, tetapi masih tetap dipergunakan.
"Ironisnya, pemerintah lebih tergerak untuk mengadakan pesawat tua. Padahal, pengadaan pesawat tua sama artinya menyusutkan kekuatan pertahanan," katanya.
Meskipun telah menjalani pemeriharaan tingkat berat di fasilitas Qantas Defence Service (QDS), menurut dia, penggunaan keempat pesawat Hercules tua itu tetap tidak akan efektif dalam pengoperasian.
"Alutsista tua lebih banyak membutuhkan perawatan dibandingkan pengoperasian," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan dan Australia telah menandatangani acara serah terima hibah empat pesawat Hercules C-13 tipe H.
Pesawat yang sudah dipensiunkan Angkatan Udara Australia (Royal Australian Air Force) itu akan didatangkan secara bertahap mulai Oktober 2013 hingga Desember 2014.
Kementerian Pertahanan mengaku Indonesia merogoh kocek sebesar 63 juta dolar Australia. Biaya mencakup pemeliharaan tingkat berat, teknisi, pelatihan pilot, hingga pengecatan pesawat.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsma TNI S.B. Supriyadi dalam siaran persnya mengatakan, sejak 31 Desember 2012, keempat pesawat itu sudah tidak diterbangkan lagi oleh RAAF karena pemerintah Australia menggantinya dengan C-130 Hercules tipe J.
Kendati demikian, kata dia, usia empat pesawat jenis angkut itu masih bisa dipergunakan hingga 30 tahun ke depan dengan rata-rata 600 jam terbang/tahun.
Keempat pesawat C-130 H akan didatangkan secara bertahap dan yang pertama dengan tail number A97-006 akan tiba pada bulan Oktober 2013, pesawat kedua April 2014, ketiga Agustus 2014, dan kempat pada bulan Desember 2014.
Legislator pertanyakan hibah pesawat Hercules Australia
21 Juli 2013 21:36 WIB
Anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi (FOTO ANTARA)
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013
Tags: