Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Anak Konsultan Emergensi dan Rawat Intensif Anak dr. Tartila, Sp.A(K), menjelaskan anak bisa mengalami kondisi gawat darurat ketika berada di rumah dan dia harus segera dibawa ke rumah sakit jika mengalaminya.

“Kondisi kegawatdaruratan yang sering terjadi pada anak di rumah itu, (misalnya) anak baru belajar jalan lalu jatuh, kemudian eksplorasinya yang tinggi bisa memunculkan cedera (jika terkena objek berbahaya), seperti luka bakar,” kata Tartila, yang berpraktik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dalam gelar wicara daring di Jakarta, Senin.

Salah satu kondisi gawat darurat yang sering terjadi pada anak di rumah adalah luka bakar dan dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Luka bakar tingkat pertama adalah superfisial, yakni luka bakar hanya mengenai lapisan teratas kulit dengan ciri kemerahan dan nyeri.

“Kalau dia lebih dalam lagi, itu turun ke lapisan bawah ciri khasnya ada gelembung, seperti lepuhan berisi cairan (tingkat dua). Kalau lebih dalam lagi, kemudian bisa menimbulkan peradangan hebat, dan bisa meninggalkan bekas serta membutuhkan waktu lama untuk penyembuhannya (tingkat tiga),” kata Tartila.

Baca juga: Tips kelola rasa panik ketika anak didiagnosis penyakit kronis

Jika anak mengalami luka bakar, langkah pertama yang bisa dilakukan orang tua adalah mengamankan anak dari sumber api atau paparan api, lalu buka benda-benda yang menempel di sekitar luka anak. Setelah itu, aliri air pada luka bakar selama kurang lebih 20 menit untuk mencegah kerusakan yang lebih parah.

Namun, jika luka bakar mengenai area kulit di area yang lebih luas, dalam, serta mengenai bagian vital pada anak, Tartila menyarankan untuk segera merujuknya ke rumah sakit agar segera mendapat penanganan dari dokter. Meski demikian, usahakan untuk tetap mengaliri air di bagian kulit yang terkena luka bakar untuk meredakan suhu panasnya.

Selain luka bakar, kondisi cedera lain yang sering dialami anak saat di rumah adalah luka akibat jatuh. Biasanya, luka karena jatuh tidak membahayakan kondisi anak, selama mereka tidak memiliki tanda bahaya pada tubuhnya.

“Jatuh ini paling sering terjadi pada anak. Ada beberapa kondisi jatuh yang harus diwaspadai, misalnya pada bayi yang usianya kurang dari tahun, atau jatuh dari ketinggian lebih dari 1,5-2 meter. Itu adalah tanda-tanda dibutuhkannya pemeriksaan lebih lanjut,” kata Tartila.

Baca juga: Ajak anak ke dokter gigi pertama kali jangan saat sakit

Tidak hanya usia dan ketinggian permukaan saat jatuh, kondisi cedera pada anak yang mengharuskan pemeriksaan lebih lanjut adalah cedera pada kepala. Cedera pada kepala merupakan kondisi yang cukup riskan dan berisiko terhadap kesehatan anak sehingga ada baiknya untuk segera dirujuk ke dokter.

Tidak hanya itu, pada anak yang lebih besar, tanda-tanda yang harus diwaspadai adalah pingsan. Jika anak terjatuh dan tidak sadarkan diri hingga menimbulkan kejang (dan muntah-muntah) segera bawa anak ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

“Kalau ada bentukan aneh (di bagian tubuh anak) dan mereka merasa kesakitan hebat, maka anak harus dibawa segera ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) terdekat,” kata Tartila.

Saat melakukan pertolongan pertama pada anak yang terluka akibat jatuh, selalu jaga kebersihan sebelum penanganannya. Jangan lupa untuk menghentikan perdarahan pada luka dengan kain kasa steril.

Jika perdarahan sudah berhenti, bersihkan luka dan balut dengan kain kasa baru atau plester luka (sesuaikan dengan lebar dan kedalaman luka) hingga luka tertutup dari paparan udara. Hal itu dilakukan untuk mencegah infeksi pada luka.

Baca juga: Dokter spesialis anak tekankan pentingnya imunisasi agar tidak sakit

Tidak hanya luka akibat jatuh dan luka bakar, kondisi gawat darurat pada anak ketika di rumah dapat disebabkan oleh faktor lainnya, seperti sesak napas dan dehidrasi.

Tartila pun menyarankan untuk tidak memberikan mainan berukuran kecil bagi balita untuk mencegah masuknya objek asing ke dalam mulut mereka. Terkadang, keingintahuan anak yang tinggi dapat memicu masuknya mainan ke dalam mulut dan menyebabkan kondisi berbahaya bagi mereka.

Terakhir, kondisi gawat darurat pada anak yang sering terjadi di rumah adalah dehidrasi atau kekurangan cairan. Penyebabnya pun bervariasi, yakni bisa karena diare atau pun demam.

“Dehidrasi ada tingkatannya, ada kondisi ringan, sedang, atau berat. Harapannya, Ayah Bunda semua (tidak membiarkan) anak sudah dalam kondisi dehidrasi berat dan terlambat mendapat penanganan dari dokter,” kata Tartila.

Jika anak mengalami dehidrasi, orang tua bisa memberikan minum agar kondisi anak tidak menjadi semakin parah.

Baca juga: Memberi permen keras pada balita bisa sebabkan risiko tersedak

Baca juga: 80 persen kasus kegawatdaruratan anak adalah menelan benda asing

Baca juga: Pancaroba rawan penyakit, kapan sebaiknya anak harus dibawa ke dokter?