Sesuai instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental mengamankan perbaikan dan pembangunan karakter bangsa dengan mengacu pada nilai-nilai etos kerja, gotong royong, dan integritas.
Gerakan Nasional Revolusi Mental masuk sebagai program prioritas nasional dalam upaya mendorong pembangunan sumber daya manusia untuk mendukung visi Indonesia Maju dan Indonesia Emas 2045.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) sebagai kementerian koordinator GNRM terus berupaya menerapkan nilai-nilai Revolusi Mental dalam penanganan isu prioritas seperti penurunan angka stunting, penurunan angka kemiskinan ekstrem, hingga revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi.
Khusus di Kemenko PMK sendiri, program Gerakan Nasional Revolusi Mental diterjemahkan dalam bentuk kegiatan yang disebut Gelar Karya Revolusi Mental, dalam upaya mewujudkan kehidupan bangsa yang mengacu pada nilai-nilai etos kerja, gotong royong, dan integritas.
Gerakan Indonesia
Dalam Instruksi Presiden No.12 Tahun 2016 menyebutkan ada lima gerakan pokok dari GNRM yaitu Gerakan Indonesia Melayani, Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Mandiri, dan Gerakan Indonesia Bersatu.
Gerakan Indonesia Mandiri bertautan pada upaya dalam mendukung tercapainya kemandirian bangsa di berbagai sektor, mulai dari peran koperasi dan UMKM hingga perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual.
Gerakan Indonesia Bersatu difokuskan untuk meningkatkan perilaku yang mendukung kehidupan demokrasi Pancasila, hingga peningkatan peran lembaga agama, keluarga, dan komunitas masyarakat untuk menyemai nilai-nilai budi pekerti, toleransi, dan hidup rukun.
Sepanjang tahun 2023, Kemenko PMK sebagai kementerian koordinator sekaligus tempat bernaungnya Gugus Tugas Nasional (GTN) Gerakan Nasional Revolusi Mental telah melaksanakan berbagai kegiatan sebagai bentuk diseminasi GNRM yang bertajuk Gelar Karya Revolusi Mental.
Gelar Karya Akademik ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi yang berguna untuk kebijakan-kebijakan pembangunan ke depan. Gelar Karya tersebut meliputi Sarasehan Revitalisasi Trisakti, Transformasi Bahari Menuju Indonesia Emas 2045, Pesisir Tangguh Untuk Indonesia Maju, Menuju Papua Maju, dan Replikasi Sukses UMKM dan Koperasi di Indonesia.
Sementara Gelar Karya Aksi Nyata meliputi berbagai kegiatan seperti Penanaman 10 Juta Pohon, Bangga Berkoperasi, Tertib dan Santun Bermedia Sosial, Pawai Budaya Reog Ponorogo, Aksi Bersih Gunung Gede-Pangrango, hingga Festival harmoni Budaya Nusantara di IKN.
Didik mengatakan kendati Gelar Karya Revolusi Mental diimplementasikan dalam berbagai macam bentuk program, tetapi muara yang harus dituju yakni menjadi manusia yang berintegritas, beretos kerja tinggi, dan semangat gotong royong dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia Indonesia harus menyadari bahwa dalam setiap tingkah lakunya berorientasi pada nilai-nilai integritas dan semangat gotong royong untuk membangun peradaban yang maju.
Kekuatan gotong royong dengan penghayatan atas jiwa bangsa akan mampu menopang upaya untuk menaikkan pendapatan per kapita, menurunkan tingkat kemiskinan, membuka lapangan kerja, meningkatkan partisipasi pendidikan, meningkatkan harapan hidup rakyat, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi, talenta anak anak bangsa yang hebat, menempuh jalan ekonomi hijau, serta menjadikan poros maritim dunia.
"Jangan dianggap sebagai program kabinet sekarang ini, tapi Revolusi Mental suatu keharusan untuk melakukan perubahan secara masif untuk seluruh komponen masyarakat, sehingga kita bisa mencapai Indonesia Emas 2045," kata Didik.
Pembudayaan Gerakan Nasional Revolusi Mental bukanlah program instan yang sekali dilakukan dapat langsung berdampak. Banyak tantangan yang mesti dihadapi dan dibenahi.
Tim Ahli Gugus Tugas Nasional GNRM Alissa Wahid menyebut mustahil cita-cita Indonesia Emas 2045 bisa tercapai tanpa adanya perbaikan kualitas manusia. Bahkan menurut dia, saat ini banyak yang belum mengetahui soal Revolusi Mental.
Jika sebelumnya revolusi mental dianggap sebagai gerakan mengubah semuanya, maka saat ini pendekatannya melalui penguatan nilai-nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong, supaya lebih mudah dipahami.
Ia menyebut hambatan yang kerap dijumpai yakni koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan GRNM yang belum maksimal. Masih banyak program dan kegiatan di kementerian, lembaga, maupun daerah yang tidak mencerminkan Revolusi Mental.
Masih maraknya korupsi dan pandangan buruk terhadap suatu institusi, menjadi salah dua instrumen belum terimplementasikannya nilai-nilai Revolusi Mental. Seharusnya, para penyelenggara negara memberikan contoh dan teladan akan cita-cita nilai luhur tersebut.
Senada dengan Alissa, Tim Ahli Gugus Tugas Nasional GNRM Tri Mumpuni juga memiliki pandangan serupa. Di level akar rumput, Revolusi Mental hanya dianggap sebagai program pemerintahan semata, bukan program rakyat.
Padahal, revolusi mental adalah gerakan radikal yang harus dilakukan secara masif. Ia meyakini akan sulit apabila semangat ini digerakkan di level generasi tua. Generasi tua sudah terlalu lelah untuk diarahkan, maka kunci pewujudan Revolusi Mental ada pada generasi muda.
Tri yang juga Anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini sudah tidak mau mengambil program-program yang bersentuhan dengan generasi tua. Program-program yang ia sasar lebih banyak bersinggungan dengan anak-anak muda.
"Punya kapasitas intelektual plus dibungkus dengan kapasitas empati udahlah Indonesia Emas itu akan terjadi," kata tri.
Revolusi Mental memang menjadi gerakan yang tak boleh lekang oleh waktu dan harus dipaksakan. Ia harus terus berjalan dan mengisi setiap sendi-sendi kehidupan, menjadikan masyarakat yang berintegritas, beretos kerja tinggi, dan semangat gotong royong.
Karena perubahan harus diawali dari keterpaksaan, kemudian menjadi terbiasa, lalu menjadi sebuah kebutuhan. Dari kebutuhan akan terbentuk sebagai karakter yang berujung pada pembudayaan.