Jakarta (ANTARA) - 75 tahun silam, pada 10 Desember, Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Itu adalah deklarasi global pertama tentang hak asasi manusia dan salah satu pencapaian besar pertama PBB yang didirikan pada 24 Oktober 1945, tak lama setelah Perang Dunia Kedua berakhir pada 2 September 1945, ketika Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Tanggal 10 Desember kemudian diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia.

Namun, keputusan menjadikan tanggal itu sebagai hari sakral baru dibuat pada Rapat Pleno Majelis Umum ke-317 pada 4 Desember 1950, ketika Majelis Umum mengeluarkan resolusi yang mengundang semua negara anggota dan semua pihak merayakan hari itu.

Deklarasi itu sendiri dirancang oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB, sementara komisi ini didirikan pada 1946 oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC).

Dari 1947 sampai 1967, Komisi HAM PBB fokus memajukan hak asasi manusia dan membantu negara-negara menguraikan perjanjian internasional tanpa menyelidiki atau menghukum pelanggar perjanjian karena komisi itu masih memegang teguh prinsip tidak mencampuri kedaulatan negara anggota PBB.

Sikap itu berubah pada 1967, ketika Komisi HAM PBB mulai mengadopsi kebijakan intervensionis yang mengesampingkan kedaulatan negara demi hak asasi manusia. Pada 27 Maret 2006 komisi itu berubah menjadi Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC).

UNHRC menyelidiki tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di negara-negara anggota PBB, selain menangani isu-isu hak asasi manusia, mulai kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan mengutarakan pendapat, kebebasan menjalankan keyakinan dan agama, penghormatan hak-hak perempuan, dan hak-hak LGBT, sampai hak-hak ras dan etnis minoritas.

Tidak semua anggota PBB menjadi anggota UNHRC yang bermarkas di Jenewa itu, karena hanya 47 negara yang boleh menjadi anggotanya.

Keanggotaannya dilakukan secara bergilir di mana 47 anggota dipilih untuk masa jabatan tiga tahun, berdasarkan asal kawasannya.

Kawasan-kawasan itu adalah Afrika, Asia-Pasifik, Eropa Timur, Amerika Latin plus Karibia, dan Eropa Barat plus negara lainnya. Indonesia termasuk kawasan Asia-Pasifik.

Lebih istimewa

Tahun ini Indonesia kembali menjadi anggota Dewan HAM PBB, sehingga keenam kalinya terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB.

Bersama Jepang, China, dan Kuwait, Indonesia akan menjadi anggota Dewan HAM PBB dari Kelompok Asia Pasifik, periode 2024-2026.

Dalam proses pemilihan yang diadakan oleh Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada 10 Oktober 2023, Indonesia memperoleh suara terbanyak, yakni 186 dari total 192 suara.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan jumlah suara sebesar itu adalah yang tertinggi yang pernah diperoleh Indonesia sepanjang sejarah pencalonan Dewan HAM PBB.

Bagi Indonesia, capaian ini merupakan wujud kepercayaan yang diberikan kepada Indonesia untuk terus berkontribusi bagi pemajuan dan perlindungan HAM.

Indonesia pernah menduduki kursi Dewan HAM PBB pada 2006–2007, lalu 2007–2010, kemudian 2011–2014, setelah itu 2015–2017, dan terakhir, 2020–2022.

Walau baru mulai efektif tahun depan, kabar Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB sudah membuat peringatan Hari Hak Asasi Manusia tahun ini menjadi lebih istimewa bagi Indonesia.

Hari sakral itu tak akan semata menjadi seremoni atau pengingat untuk kiprah Indonesia dalam memajukan HAM baik di dalam negeri maupun dunia.

Sebaliknya, hari penting ini menjadi titik acuan untuk langkah dan kiprah langsung Indonesia dalam memajukan dan menegakkan HAM di dunia lewat kerangka Badan HAM PBB.

Tugas Indonesia semakin menantang karena situasi dunia saat ini sedang dalam keadaan tidak baik, oleh karena rangkaian perang yang menimbulkan persoalan HAM, mulai perang di Ukraina sampai upaya bumi hangus Israel di Jalur Gaza yang membuat persoalan HAM mendapatkan tantangan hebat.

Tantangan hebat itu adalah adanya upaya meniadakan praktik lalim yang anti-HAM di Jalur Gaza, sampai seruan jeda kemanusiaan saja dihalangi sedemikian rupa oleh Israel dan Amerika Serikat, padahal tujuannya adalah menyelamatkan kehidupan dan warga sipil tak berdosa.

Dunia juga sedang dalam fase intoleransi yang akut ketika eksklusivitas yang menyerang kaum minoritas, menjadi penguasa di berbagai negara, termasuk di Belanda, ketika partai pimpinan politisi Geert Wilders yang anti terhadap asing dan anti terhadap Islam, memenangi pemilu di negara itu.


Prioritas Indonesia

Di dalam negeri Indonesia sendiri, banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, sehingga ketika masuk panggung dunia, Indonesia bisa lebih percaya diri dalam memajukan HAM dan memperkarakan mereka yang melanggarnya, termasuk di Timur Tengah, Myanmar, dan kawasan-kawasan lain.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sendiri terus mencatat berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam perlindungan HAM, mulai masalah kesejahteraan, hak atas pekerjaan, sampai hak atas pendidikan.

Tantangan-tantangan itu membuat Hari HAM pada 10 Desember menjadi momentum refleksi mengenai sejauh mana hak asasi menjadi peradaban nasional dan dunia, sehingga kehidupan sosial di segala matra menjadi lebih setara, baik secara identitas, kesejahteraan, maupun kesempatan.

Komitmen Indonesia terhadap HAM tak boleh diragukan. Bukan hanya prinsip dan praktik, namun juga secara kelembagaan.

Tak banyak negara yang memiliki sistem kelembagaan HAM selengkap Indonesia. Kita memiliki Komnas HAM, Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM, dan komisi-komisi HAM, mulai dari Komisi Nasional (Komnas) Disabilitas, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan, sampai Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Walaupun masih dihadapkan kepada berbagai macam tantangan mengenai masalah hak asasi manusia di dalam negeri, termasuk kebebasan beragama, Indonesia berada dalam posisi yang kredibel sebagai negara demokrasi yang betul-betul menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Bahkan, mengutip kalimat salah seorang pendiri Human Rights Working Group Refendi Djamin dalam laman VOA Indonesia, Indonesia lebih kredibel dibandingkan dengan China, Kuwait, dan Jepang yang sama-sama menjadi wakil Asia untuk Dewan HAM PBB periode 2024-2026.

Hal itu yang menyebabkan kepercayaan tinggi dari dunia bahwa Indonesia adalah aktor yang akan senantiasa berkontribusi dalam memajukan HAM pada tingkat global.

Indonesia sudah mengatakan bahwa prioritas selama menjadi anggota Dewan HAM adalah meningkatkan kapasitas global dalam perlindungan HAM, meningkatkan intensitas dialog HAM pada tingkat global dan regional, serta memperkuat kembali implementasi nilai-nilai universal hak asasi manusia.

Indonesia juga akan selalu berusaha menguatkan kemitraan inklusif demi mendorong promosi kesetaraan gender, perlindungan hak anak dan perempuan, dan hak atas kesehatan dan pembangunan.

Indonesia menyadari kebersamaan, konsensus, dan kesepakatan adalah pintu besar yang membuka dunia, tanpa kecuali, bisa menjunjung hak asasi manusia dan membumikan praktik-praktik yang meninggikannya.