PVMBG minta tujuh gunung di Jabar diwaspadai selama musim hujan
8 Desember 2023 18:30 WIB
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Hendra Gunawan memberikan keterangan di kantornya di Bandung, Jumat (8/12/2023). (ANTARA/Ricky Prayoga)
Bandung (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi meminta pada masyarakat untuk mewaspadai aktivitas tujuh gunung di Jawa Barat untuk diwaspadai selama musim hujan, khususnya bagi para pendaki.
"Tujuh gunung berapi yang perlu diwaspadai ini statusnya masih normal. Meski demikian, masyarakat yang hendak mendaki diimbau tidak melakukan pendakian di gunung-gunung tersebut pada musim penghujan," kata Kepala PVMBG Badan Geologi Hendra Gunawan di Bandung, Jumat.
Tujuh gunung berapi yang perlu diwaspadai tersebut, kata dia, adalah Tangkuban Parahu, Salak, Gede, Guntur, Papandayan, Galunggung, dan Ciremai, karena ketika musim hujan lebih cepat berpotensi alami erupsi.
Baca juga: Ketika Gunung Marapi mengajarkan "diam" bukan berarti tak berbahaya
"Kita juga mengimbau saat hujan minimal tidak mendekati kawah. Memang menyenangkan, tapi kalau bisa tahan dulu lah untuk mendaki," kata Hendra.
Lebih lanjut, Hendra menyebutkan bahwa gunung berapi yang tenang justru lebih berbahaya ketika didaki, karena kewaspadaan kepada gunung oleh para pendaki akan lebih sedikit dibandingkan gunung berapi yang aktif.
Hal tersebut, lanjut dia, bisa dilihat pada kasus di Gunung Marapi, Sumatera Barat, yang sebenarnya dalam keadaan tenang, bahkan beberapa hari sebelum kejadian erupsi pun masih banyak pendaki yang mengabadikan kondisi di sana (kawah).
"Yang paling bahaya ini kalau tidak ada kelihatan apa-apa, tiba-tiba berasap. Jadi selama ini pendaki merasa aman kalau musim hujan padahal kemungkinannya lebih besar untuk erupsi," kata dia.
Hendra menyebut PVMBG selalu berkoordinasi dengan balai yang ada di setiap gunung berapi dan selalu memberikan imbauan pada kepala daerah, masyarakat, termasuk juga para pendaki, karena bahaya pendakian gunung berapi yang selalu mengintai.
Baca juga: PVMBG pastikan tidak ada peningkatan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu
Bahaya yang mengintai itu antara lain, ketika tidak ada sinar matahari di gunung dan terjadi konsentrasi atas gas vulkanik yang bisa terhirup pendaki dan bisa mengakibatkan sesuatu yang fatal.
"Kasus seperti ini pun sempat terjadi di Gunung Sindoro dan diharap tidak terulang kembali," ucapnya.
Saat ini, tambah dia, seluruh gunung berapi di Jabar mendapat pemantauan dengan berbagai peralatan yang memadai. Namun, satu gunung yang mendapat perhatian khusus adalah Gunung Guntur di Kabupaten Garut.
Perhatian lebih itu, kata Hendra, karena dalam analisa para ahli, gunung berapi memiliki siklus letusan 60 tahun sekali, sementara Gunung Guntur terakhir erupsi pada 1847.
"Karena inilah sulitnya memprediksi gunung berapi. Sebenarnya kalau harus, ini ya sudah waktunya, tapi kan namanya alam faktornya banyak yang menentukan untuk bisa erupsi," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Kemarin, kenaikan kasus COVID-19 hingga seleksi petugas haji
"Tujuh gunung berapi yang perlu diwaspadai ini statusnya masih normal. Meski demikian, masyarakat yang hendak mendaki diimbau tidak melakukan pendakian di gunung-gunung tersebut pada musim penghujan," kata Kepala PVMBG Badan Geologi Hendra Gunawan di Bandung, Jumat.
Tujuh gunung berapi yang perlu diwaspadai tersebut, kata dia, adalah Tangkuban Parahu, Salak, Gede, Guntur, Papandayan, Galunggung, dan Ciremai, karena ketika musim hujan lebih cepat berpotensi alami erupsi.
Baca juga: Ketika Gunung Marapi mengajarkan "diam" bukan berarti tak berbahaya
"Kita juga mengimbau saat hujan minimal tidak mendekati kawah. Memang menyenangkan, tapi kalau bisa tahan dulu lah untuk mendaki," kata Hendra.
Lebih lanjut, Hendra menyebutkan bahwa gunung berapi yang tenang justru lebih berbahaya ketika didaki, karena kewaspadaan kepada gunung oleh para pendaki akan lebih sedikit dibandingkan gunung berapi yang aktif.
Hal tersebut, lanjut dia, bisa dilihat pada kasus di Gunung Marapi, Sumatera Barat, yang sebenarnya dalam keadaan tenang, bahkan beberapa hari sebelum kejadian erupsi pun masih banyak pendaki yang mengabadikan kondisi di sana (kawah).
"Yang paling bahaya ini kalau tidak ada kelihatan apa-apa, tiba-tiba berasap. Jadi selama ini pendaki merasa aman kalau musim hujan padahal kemungkinannya lebih besar untuk erupsi," kata dia.
Hendra menyebut PVMBG selalu berkoordinasi dengan balai yang ada di setiap gunung berapi dan selalu memberikan imbauan pada kepala daerah, masyarakat, termasuk juga para pendaki, karena bahaya pendakian gunung berapi yang selalu mengintai.
Baca juga: PVMBG pastikan tidak ada peningkatan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu
Bahaya yang mengintai itu antara lain, ketika tidak ada sinar matahari di gunung dan terjadi konsentrasi atas gas vulkanik yang bisa terhirup pendaki dan bisa mengakibatkan sesuatu yang fatal.
"Kasus seperti ini pun sempat terjadi di Gunung Sindoro dan diharap tidak terulang kembali," ucapnya.
Saat ini, tambah dia, seluruh gunung berapi di Jabar mendapat pemantauan dengan berbagai peralatan yang memadai. Namun, satu gunung yang mendapat perhatian khusus adalah Gunung Guntur di Kabupaten Garut.
Perhatian lebih itu, kata Hendra, karena dalam analisa para ahli, gunung berapi memiliki siklus letusan 60 tahun sekali, sementara Gunung Guntur terakhir erupsi pada 1847.
"Karena inilah sulitnya memprediksi gunung berapi. Sebenarnya kalau harus, ini ya sudah waktunya, tapi kan namanya alam faktornya banyak yang menentukan untuk bisa erupsi," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Kemarin, kenaikan kasus COVID-19 hingga seleksi petugas haji
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023
Tags: