Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatasi sebanyak 215 kasus kekerasan yang terjadi di seluruh jenjang pendidikan di Indonesia sepanjang Januari 2021 sampai Desember 2023.

"Untuk menciptakan lingkungan belajar bebas dari perundungan, intoleransi dan kekerasan seksual, kami telah menangani 215 kasus kekerasan yang terjadi dari 2021 hingga 2023," kata Auditor Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek Herliani Corina di Jakarta, Kamis.

Dia menyebut dari 215 kasus kekerasan tersebut, pertama kasus seksual sebanyak 117 kasus dengan rincian 28 kasus seksual pada jenjang sekolah dasar, 22 kasus jenjang sekolah menengah, dan 67 kasus di jenjang perguruan tinggi.

Kedua, kasus perundungan sebanyak 70 kasus dengan rincian 22 kasus perundungan pada jenjang sekolah dasar, 32 kasus di jenjang sekolah menengah, dan 16 kasus di jenjang perguruan tinggi.

Baca juga: Kemendikbudristek: Pelajar dapat berpartisipasi dalam cegah kekerasan

Baca juga: TPPK diminta ciptakan ruang belajar nyaman cegah kekerasan di sekolah


Ketiga, kasus intoleransi total 28 kasus, dengan rincian 11 kasus intoleransi pada jenjang sekolah dasar, 15 kasus pada jenjang sekolah menengah dan dua kasus di jenjang perguruan tinggi.

Herliani menjelaskan tiga kasus itu merupakan kasus yang ditangani Kemendikbudristek berkaitan dengan Program Tiga Dosa Besar.

"Penanganan kasus tersebut telah ke tahap pemberian sanksi ringan, sedang dan berat kepada pelaku kekerasan yang terjadi pada semua jenjang pendidikan," ujarnya.

Dia menerangkan pemberian sanksi tersebut sebanyak empat orang PNS dikenai sanksi pidana, dua orang dalam proses pidana, 13 PNS dan satu pengajar swasta dikenai sanksi disiplin berat, empat pengajar swasta diberhentikan kontraknya.

Sedangkan empat pengajar swasta juga dikenai sanksi disiplin sedang, satu pengajar swasta sanksi disiplin ringan, dan untuk perguruan tinggi sebanyak dua mahasiswa dikeluarkan serta satu mahasiswa di skorsing.

"Sepertinya menyeramkan, tapi tidaklah pemberian sanksi tersebut sebagai bentuk di mana semua warga satuan pendidikan mencintai keberagaman dan mewujudkan kesetaraan yang berkeadilan," katanya.

Herliani mengungkapkan dengan banyaknya kasus yang masuk bukan berarti dari seluruh satuan pendidikan gagal dalam melayani di lingkungan sekolah.

"Jangan ditutupi, jadi jangan sungkan kalau memang terjadi temuan-temuan langsung saja ditindaklanjuti, agar tercipta ruang belajar yang aman, nyaman dan juga terbebas dari praktik-praktik kekerasan tersebut," ungkapnya.

Meski begitu, Herliani tidak menjelaskan lebih rinci apakah tren kasus kekerasan di lingkungan pendidikan mengalami kenaikan atau tidak dalam periode tiga tahun tersebut. Namun, dia menyebut 215 kasus tersebut telah ditangani oleh Kemendikbudristek.*

Baca juga: Permendikbud 30/2021 dasar hapus kekerasan pada perempuan di sekolah

Baca juga: Kemendikbudristek tegaskan pelecehan seksual tidak dapat ditoleransi