KPK tidak akan sita keris-keris Djoko
18 Juli 2013 19:27 WIB
Sidang Lanjutan Djoko Susilo Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri 2011, Djoko Susilo, (kiri) berbicara dengan kuasa hukumnya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (28/6/13). Dalam sidang tersebut, sejumlah saksi dihadirkan untuk mengklarifikasi aset-aset milik Djoko Susilo. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan menyita keris-keris milik Irjen Pol Djoko Susilo, terdakwa perkara pengadaan driving simulator tahun anggaran 2011 di Korps lalu Lintas (Korlantas) Polri.
"Keris bukan aset yang masuk kategori dapat disita," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Gedung KPK di Jakarta, Kamis.
Pernyataan Johan itu merujuk dugaan pengalihan keterangan sumber dana milik mantan Kepala Korplantas itu berasal dari jual-beli keris yang terungkap dalam sidang keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (16/7).
"Bagaimana kami mengukur nilai keris? Di mana mencari informasi harga keris?" kata Johan.
Dalam persidangan Djoko Suliso, saksi Indra menyatakan Djoko mempunyai lebih dari 200 keris.
Tiga pusaka milik Djoko, menurut Indra, terjual dengan nilai hingga 680 ribu euro dengan nilai tukar saat itu adalah Rp9.595/euro atau bila dikonversi ke rupiah menjadi Rp6,52 miliar.
"Pak Djoko menyerahkan ke saya untuk dicuci pada bulan Syuro, tapi karena masalah ini pernah katanya akan disita, saya sampaikan `monggo` tapi sampai sekarang tidak ada yang mau sita," kata Indra.
Terkait kesaksian Indra, Djoko mengaku mengambil keris senilai Rp1,7 miliar dengan kompensasi rumah seharga Rp700 miliar untuk Indra.
Sementara, Penyidik KPK Kompol Novel Baswedan yang menjadi saksi verbal lisan dalam sidang itu menyatakan saksi ditekan penasihat hukum terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo.
"Dalam pemeriksaan, bukan saya sendiri, ada penyidik lain, saya tahu persis tidak ada ancaman atau tekanan, kalau memang beberapa saksi mencabut keterangan karena ancaman psikis, ancaman itu terbalik karena beberapa saksi menyatakan bahwa beberapa kali dihubungi oleh penasihat hukum terdakwa," kata Novel dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Novel menjadi saksi bersama lima penyidik lain yaitu Peter Rian Utama, Bambang Herdianto, Sugianto, Ibrahim Cholil, dan M Irwan Susanto.
"Keris bukan aset yang masuk kategori dapat disita," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Gedung KPK di Jakarta, Kamis.
Pernyataan Johan itu merujuk dugaan pengalihan keterangan sumber dana milik mantan Kepala Korplantas itu berasal dari jual-beli keris yang terungkap dalam sidang keterangan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (16/7).
"Bagaimana kami mengukur nilai keris? Di mana mencari informasi harga keris?" kata Johan.
Dalam persidangan Djoko Suliso, saksi Indra menyatakan Djoko mempunyai lebih dari 200 keris.
Tiga pusaka milik Djoko, menurut Indra, terjual dengan nilai hingga 680 ribu euro dengan nilai tukar saat itu adalah Rp9.595/euro atau bila dikonversi ke rupiah menjadi Rp6,52 miliar.
"Pak Djoko menyerahkan ke saya untuk dicuci pada bulan Syuro, tapi karena masalah ini pernah katanya akan disita, saya sampaikan `monggo` tapi sampai sekarang tidak ada yang mau sita," kata Indra.
Terkait kesaksian Indra, Djoko mengaku mengambil keris senilai Rp1,7 miliar dengan kompensasi rumah seharga Rp700 miliar untuk Indra.
Sementara, Penyidik KPK Kompol Novel Baswedan yang menjadi saksi verbal lisan dalam sidang itu menyatakan saksi ditekan penasihat hukum terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo.
"Dalam pemeriksaan, bukan saya sendiri, ada penyidik lain, saya tahu persis tidak ada ancaman atau tekanan, kalau memang beberapa saksi mencabut keterangan karena ancaman psikis, ancaman itu terbalik karena beberapa saksi menyatakan bahwa beberapa kali dihubungi oleh penasihat hukum terdakwa," kata Novel dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Novel menjadi saksi bersama lima penyidik lain yaitu Peter Rian Utama, Bambang Herdianto, Sugianto, Ibrahim Cholil, dan M Irwan Susanto.
Pewarta: Imam Santoso
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013
Tags: