Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) segera membawa permasalahan penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tidak taat pada pedoman penyaluran kepada Forum Pengawas KUR untuk diberi teguran.
“Masih ada beberapa temuan, ada yang dilanggar oleh bank penyalur KUR," kata Deputi Bidang Usaha Mikro KemenkopUKM Yulius saat Konferensi Pers Update Terbaru Hasil Monitoring dan Evaluasi KUR di Kantor KemenKopUKM Jakarta, Kamis.
Yulius mengatakan berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) penyaluran KUR di lapangan belum 100 persen sesuai dengan peraturan dan pedoman penyaluran yang ada yakni Permenko Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.
Berdasarkan survei monev KemenKopUKM yang dilakukan pada Agustus-Oktober 2023 di 23 provinsi ditemukan beberapa pelanggaran.
Survei monev itu melibatkan 1.047 debitur dan 182 cabang penyalur KUR dengan sebagian besar responden debitur KUR mikro dan KUR super mikro yang memiliki kredit dengan plafon kurang dari Rp100 juta.
”Temuan tersebut di antaranya, terdapat 144 debitur atau 16,1 persen KUR mikro dan KUR super mikro dengan plafon sampai Rp100 juta dikenai agunan tambahan,” ucapnya.
Selain itu, penggunaan KUR sebesar 93 persen dialokasikan untuk modal kerja, 6 persen digunakan untuk investasi, dan 1 persen digunakan untuk keperluan lainnya seperti merenovasi rumah, membeli kendaraan, dan lainnya. Lalu, terdapat 2 debitur atau 0,2 persen yang merupakan PNS (guru dan PNS Dinas Pendidikan).
Baca juga: Dirut BRI: KUR tanpa agunan dapat didorong lewat plafon Rp100 juta
Baca juga: Kemenkop UKM sebut bunga berjenjang sebabkan realisasi KUR tersendat
Lebih lanjut, Yulius menjelaskan penyaluran KUR sektor produksi belum optimal yaitu baru sebesar 53 persen dari target 60 persen. Secara rinci, sektor makanan/minuman 23,2 persen, pertanian/peternakan 14,2 persen, dan jasa 14,2 persen. Sedangkan KUR sektor perdagangan sebesar 46,8 persen.
Temuan lainnya adalah terdapat 2 persen debitur dengan pinjaman KUR melebihi jangka waktu pinjaman yang ditetapkan, debitur KUR yang memiliki NIB baru sebanyak 27 persen, dan sisanya sebesar 72 persen debitur memakai SKU/SKUD.
Tak hanya itu, masih terdapat 4 persen penyaluran KUR merupakan penerima KUR yang sedang menerima kredit komersial (switching), hingga terdapat 2 persen debitur yang tidak sesuai dengan NIK-nya dengan yang tercatat di SIKP.
Hal tersebut karena KTP belum diperbaharui 50 persen, KTP sedang diperbaharui 25 persen, dan alasan lainnya 25 persen.
“Terdapat juga 129 debitur atau 26,8 persen tidak memiliki NPWP dari 481 debitur KUR di atas Rp50 juta," ucap Yulius.
Selain temuan utama, KemenKopUKM juga menemukan temuan tambahan hasil monev pelaksanaan KUR.
Di antaranya, KUR kecil dengan plafon di atas Rp100 juta hingga Rp500 juta dikenakan agunan tambahan yang tidak wajar, yaitu melebihi dari jumlah akad yang diterima.
“Masih terdapat dana KUR yang diendapkan oleh penyalur KUR dengan cara diblokir atau ditahan beberapa bulan untuk digunakan sebagai jaminan," tambahnya.
Yulius menambahkan, sebagai tindak lanjut tahun 2024, KemenkopUKM juga berencana melakukan kajian terkait dampak KUR terhadap perekonomian dan peningkatan berbagai aspek kehidupan melalui kerja sama dengan BRIN.
"Lebih dari itu, ke depan, kita akan terus meningkatkan kualitas penyaluran KUR dengan melahirkan para debitur baru KUR, tidak sekadar debitur yang sedang eksisting saat ini," ujar Yulius.
Baca juga: KemenKopUKM temukan penyalur sengaja tambah plafon untuk minta agunan
Baca juga: Hingga 30 November 2023, penyaluran KUR capai Rp229,95 triliun
KemenKopUKM bawa penyalur KUR tak taat aturan ke pengawas
7 Desember 2023 19:48 WIB
Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius (tengah) saat Konferensi Pers Update Terbaru Hasil Monitoring dan Evaluasi KUR di Jakarta, Kamis.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023
Tags: