Menkes: Digitalisasi kesehatan penting untuk transparansi pelayanan
7 Desember 2023 18:08 WIB
Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin, dalam acara Penganugerahan Penghargaan Anti Kecurangan dan Pengendalian Gratifikasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Jakarta, Kamis. ANTARA/Sean Muhamad.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan digitalisasi informasi kesehatan penting dilakukan untuk mewujudkan transparansi pelayanan kesehatan masyarakat.
"Pentingnya dilakukan digitalisasi dan kita integrasikan informasi digital ini sehingga transparan (pelayanan kesehatan masyarakat)," kata Menkes dalam acara penganugerahan penghargaan anti kecurangan dan pengendalian gratifikasi program jaminan kesehatan nasional (JKN) di Jakarta, Kamis.
Transparansi pelayanan kesehatan, kata Menkes, dapat dimanfaatkan untuk menemukan fraud atau kecurangan dalam pembiayaan pelayanan JKN.
Dia menyebutkan beberapa contoh kecurangan dalam pembiayaan pelayanan JKN yang kerap ditemukan seperti diagnosis yang tidak sesuai dengan penyakit yang ditemukan dan phantom billing atau klaim palsu tanpa disertai tindakan (pasien bodong).
Untuk itu, ia mengusulkan kepada pihak BPJS Kesehatan untuk mengintegrasikan data yang dimilikinya dengan data yang dimiliki Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk mempermudah pelacakan kecurangan tersebut.
Baca juga: Menkes: Penggunaan fasilitas RSUP Ben Mboi tunggu izin BPJS Kesehatan
Baca juga: Kemenkes latih kompetensi tenaga cadangan kesehatan berstandar WHO
"Sehingga kita tahu misalnya ada rumah sakit yang melakukan improper diagnostic, Kemenkes memiliki wewenang untuk bisa membina dan menindak rumah sakit tersebut," ujarnya.
Menkes menuturkan kejadian phantom billing tidak hanya melibatkan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), tetapi juga melibatkan individu, baik tenaga medis maupun kesehatan yang bekerja di suatu fasyankes tertentu.
"Sekarang, dengan adanya kontrol Kemenkes terhadap tenaga medis dan kesehatan kita bisa catat rumah sakit mana yang rutin melakukan phantom billing, siapa tenaga medis yang menulis resep phantom billing, dan siapa tenaga kesehatan yang melakukan phantom billing," tambahnya.
Selain itu, Menkes menyebutkan digitalisasi informasi kesehatan juga berperan dalam menurunkan biaya kesehatan, karena segala informasi tentang pelayanan kesehatan dapat diketahui publik dengan transparan, sehingga masyarakat dapat terhindar dari perbedaan standar pelayanan yang diberikan.
"Karena tidak simetris informasinya. Saya pilek dikasih obat A, dikasih obat B, bedanya bisa sampai lima kali, enam kali, bahkan kadang bisa sampai sepuluh kali," ungkapnya.
Untuk itu, Menkes berharap digitalisasi informasi kesehatan yang saat ini terus dikembangkan dapat digunakan untuk melayani akses masyarakat terhadap kesehatan yang mudah, murah, dan berkualitas.
Baca juga: Menkes: Sikapi kenaikan COVID-19 Singapura lewat proteksi ganda
Baca juga: Menkes: Transformasi digital kesehatan perlu kolaborasi antar-pihak
"Pentingnya dilakukan digitalisasi dan kita integrasikan informasi digital ini sehingga transparan (pelayanan kesehatan masyarakat)," kata Menkes dalam acara penganugerahan penghargaan anti kecurangan dan pengendalian gratifikasi program jaminan kesehatan nasional (JKN) di Jakarta, Kamis.
Transparansi pelayanan kesehatan, kata Menkes, dapat dimanfaatkan untuk menemukan fraud atau kecurangan dalam pembiayaan pelayanan JKN.
Dia menyebutkan beberapa contoh kecurangan dalam pembiayaan pelayanan JKN yang kerap ditemukan seperti diagnosis yang tidak sesuai dengan penyakit yang ditemukan dan phantom billing atau klaim palsu tanpa disertai tindakan (pasien bodong).
Untuk itu, ia mengusulkan kepada pihak BPJS Kesehatan untuk mengintegrasikan data yang dimilikinya dengan data yang dimiliki Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk mempermudah pelacakan kecurangan tersebut.
Baca juga: Menkes: Penggunaan fasilitas RSUP Ben Mboi tunggu izin BPJS Kesehatan
Baca juga: Kemenkes latih kompetensi tenaga cadangan kesehatan berstandar WHO
"Sehingga kita tahu misalnya ada rumah sakit yang melakukan improper diagnostic, Kemenkes memiliki wewenang untuk bisa membina dan menindak rumah sakit tersebut," ujarnya.
Menkes menuturkan kejadian phantom billing tidak hanya melibatkan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), tetapi juga melibatkan individu, baik tenaga medis maupun kesehatan yang bekerja di suatu fasyankes tertentu.
"Sekarang, dengan adanya kontrol Kemenkes terhadap tenaga medis dan kesehatan kita bisa catat rumah sakit mana yang rutin melakukan phantom billing, siapa tenaga medis yang menulis resep phantom billing, dan siapa tenaga kesehatan yang melakukan phantom billing," tambahnya.
Selain itu, Menkes menyebutkan digitalisasi informasi kesehatan juga berperan dalam menurunkan biaya kesehatan, karena segala informasi tentang pelayanan kesehatan dapat diketahui publik dengan transparan, sehingga masyarakat dapat terhindar dari perbedaan standar pelayanan yang diberikan.
"Karena tidak simetris informasinya. Saya pilek dikasih obat A, dikasih obat B, bedanya bisa sampai lima kali, enam kali, bahkan kadang bisa sampai sepuluh kali," ungkapnya.
Untuk itu, Menkes berharap digitalisasi informasi kesehatan yang saat ini terus dikembangkan dapat digunakan untuk melayani akses masyarakat terhadap kesehatan yang mudah, murah, dan berkualitas.
Baca juga: Menkes: Sikapi kenaikan COVID-19 Singapura lewat proteksi ganda
Baca juga: Menkes: Transformasi digital kesehatan perlu kolaborasi antar-pihak
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023
Tags: