Abidjan (ANTARA) - Produksi kakao Pantai Gading mengalami penurunan karena beberapa faktor, termasuk cuaca buruk dan penyakit tanaman, demikian estimasi para eksportir, memperkirakan produksi tanaman komersial tersebut sekitar 1,9 juta ton pada musim ini, dibandingkan dengan hampir 2,3 juta ton pada musim lalu.

Dari 1 April hingga 30 September, pemerintah mengumumkan panen berkisar antara 450.000 ton hingga 500.000 ton, turun dibandingkan dengan 600.000 ton pada periode yang sama sebelumnya.

Pantai Gading menduduki peringkat pertama di dunia dalam hal produksi kakao. Tanaman tersebut memungkinkan sebagian besar penduduknya untuk mencari nafkah dan menghidupi diri sendiri.
Menurut para ahli, kondisi cuaca dalam beberapa bulan terakhir ini ditandai dengan hujan lebat yang berdampak negatif pada panen. Ditambah lagi dengan adanya penyakit yang menyerang tunas pohon kakao, atau sering juga disebut "Swollen Shoot", yang menyebar luas di wilayah barat daya dan barat tengah Pantai Gading, daerah penghasil utama kakao


"Kami juga melihat kurangnya minat terhadap budi daya kakao," kata Frederic Kouadio, seorang ahli agronomi, seraya menekankan bahwa budi daya kakao membutuhkan hujan dan sinar matahari yang teratur.

Menurut para ahli, kekhawatiran akan menurunnya panen kakao di Pantai Gading menyebabkan lonjakan mendadak harga kakao global dalam beberapa pekan terakhir.

Pantai Gading menghasilkan 2,4 juta ton kakao pada 2022.