Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia bersama pemerintah berkoordinasi menjaga inflasi agar berada di kisaran 7,2 persen pada akhir 2013, sesuai dengan target Anggaran Pendapatan dan belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013.

"Saya sambut baik adanya pertemuan koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah serta diharapkan inflasi bisa lebih terkendali yaitu berada di kisaran 7,2--7,8 persen pada akhir tahun jangan sampai di atas 8 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo usai rapat koordinasi stabilisasi harga bahan pokok di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu.

Namun, Agus mengatakan akan melihat terlebih dahulu inflasi Juli 2013 yang diperkirakan di atas 2,38 persen.

"Ini sesuatu yang kita waspadai karena masih ada waktu beberapa hari hingga akhir Juli, tapi kita sama-sama tahu di bulan September inflasi akan rendah lagi," ucapnya.

Menurut dia, perkiraan inflasi Juli 2013 sebesar 2,38 persen masih berada dalam angka relevan sesuai dengan APBN-P 2013.

"Masih relevan karena itu adalah harga sepanjang tahun, tapi kita musti `ancang-ancang` (bersiap) kemungkinan di akhir tahun bisa terjadi lagi kenaikan inflasi," ujarnya.

Agus menjelaskan harga-harga bahan pokok pada kuartal dua yang tinggi juga mempengaruhi neraca transaksi berjalan, namun dia memperkirakan pada kuartal kedua neraca transaksi berjalan bisa positif.

"Jadi, saya melihat bahwa kalau harga BBM sudah dinaikkan, permintaan korporasi akan dolar AS di bulan Juni juga terlewati. Kita sudah masuk di bulan Juli dimana permintaan dolar tidak terlalu tinggi," katanya.

Dia menambahkan pemegang permintaan dolar AS juga akan semakin berkurang seiring dengan keluarnya pemegang saham asing di pasar modal.

"Ini yang kita lihat seandainya inflasi bisa kita jaga, cadangan devisa suapaya defisitnya tidak terlalu besar, itu akan membuat nilai tukar rupiah lebih kuat," tuturnya.

Agus berharap ke depannya mulai terjadi "incoming flows" (aliran dana masuk ke dalam negeri) terkait keputusan pemerintah yang mengeluarkan surat utang negara (SUN).

"Pemerintah menyadari bahwa ini (SUN) agak mahal, tetapi saya yakin akan ada `incoming flows` ke depannya. Tetapi, kita harus tetap waspada tentang perkembangan di Amerika Serikat," tandasnya.

Dia juga mengimbau masyarakat agar tidak terlalu khawatir nilai tukar rupiah di atas Rp10.000 per dolar AS karena menujukkan fundamental perekonomian nasional maupun global.

"Nilai tukar itu kan sementara dan wajar di atas Rp10.000 per dolar AS. Pada 2005, dan 2008 juga sama saat menaikkan harga BBM, saat itu cadangan devisa tidak `selebar` sekarang," paparnya.

Terkait inflasi yang dipicu impor (imported inflastion), Agus mengatakan harus dianalisis terlebih dahulu sejumlah komoditi ekspor dan memperkirakan komoditi andalan, seperti nonmigas masih terkoreksi turun 12 persen.

"Tahun lalu turun sampai 18 persen. Jadi, kita musti siap-siap penerimaan ekspor yang semakin rendah dan bisa mempengaruhi penerimaan negara," tukasnya.

Karena itu, dia mengimbau, diversifikasi pasar dan usaha-usahanya harus segera dilakukan.

***3***

Chandra HN

(T.J010/B/C004/C004) 17-07-2013 16:17:16