Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) memperkuat kerja sama produk halal di pasar Tiongkok yang sejalan dengan jumlah penduduk di negara tersebut.

"Memang produk-produk halal asal Indonesia sangat berpotensi untuk masuk di pasar Tiongkok. Penguatan kerja sama dilakukan antar otoritas halal Indonesia dan Tiongkok," kata Pelaksana Fungsi Ekonomi KBRI Beijing, Nur Evi Rahmawati dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Evi mengatakan, penduduk muslim di RRT diperkirakan mencapai sekitar 28 juta orang sehingga memiliki peluang pasar produk halal yang dapat dikembangkan.

Ia menyebut, estimasi nilai produk halal di RTT yang dapat dimanfaatkan oleh produsen, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) maupun eksportir di Indonesia mencapai sekitar 103 miliar dolar AS.

Adapun sejumlah kota yang memiliki penduduk mayoritas muslim berada di Xinjiang, Ningxia, Gangsu, dan Qinghai.

Sedangkan produk halal potensial yang diminati di Tiongkok antara lain cokelat, makanan olahan, sarang burung walet, kosmetik, obat-obatan.

Ia menyampaikan, kerja sama dilakukan melalui peningkatan pemahaman estetika, labelling, serta kualitas produk yang diminati oleh pasar Tiongkok.

Selain itu, juga promosi dan pemanfaatan omni channel seperti platform online, e-commerce lintas batas, serta pemanfaatan key influencer local.

"Pasar halal yang terintegrasi dengan e-commerce dijangkau oleh 78 persen masyarakat Tiongkok. Tentu ini peluang bagi eksportir dan UMKM Indonesia dengan produk-produk yang kompetitif," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan tantangan untuk masuk pasar Tiongkok di antaranya banyak pemain-pemain skala besar di hampir semua sektor usaha, terutama bagi produk-produk yang dengan mudah diproduksi di negara tersebut.

Evi menekankan pentingnya keunggulan produk dan harga yang kompetitif agar bisa bersaing di pasar Tiongkok.

Selain itu, faktor budaya, bahasa, dan birokrasi menjadi tantangan tersendiri untuk perlu dipahami para pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor ke Tiongkok.

"Kami sadari penguasaan bahasa bukan hal yang mudah, juga kompleksitas birokrasi di mana kita butuh konsultan legal untuk memahami birokrasi di Tiongkok," katanya.