Preskom BCA: Kepercayaan kunci perbankan saat hadapi krisis sistemik
5 Desember 2023 17:51 WIB
Presiden Komisaris PT Bank Central Asia atau BCA Djohan Emir Setijoso (kedua dari kiri) dan bankir senior Agus Martowardojo (pertama dari kiri) dalam acara "Top 100 CEO & The Next Leader Forum 2023" di Jakarta, Selasa (5/12/2023). ANTARA/Agatha Olivia Victoria.
Jakarta (ANTARA) - Presiden Komisaris PT Bank Central Asia atau BCA Djohan Emir Setijoso mengatakan kepercayaan merupakan kunci perbankan saat menghadapi krisis sistemik, baik itu dalam menjaga kepercayaan karyawan, nasabah, maupun pemerintah.
Hal tersebut lantaran karyawan perbankan berperan penting dalam mengelola likuiditas perbankan, serta nasabah akan mempengaruhi jumlah likuiditas yang ada di suatu bank saat krisis terjadi. Sementara pemerintah akan membantu perbankan di tengah krisis dengan berbagai kebijakan.
"Kepercayaan itu nomor satu dalam bisnis perbankan," ujar pria yang akrab disapa Setijoso tersebut dalam acara "Top 100 CEO & The Next Leader Forum 2023" di Jakarta, Selasa.
Setijoso berkaca saat BCA menghadapi krisis pada 1998 lalu, dimana saat itu perbankan bisa melalui krisis dan bisa menjadi seperti sekarang karena mengutamakan kepercayaan sebagai dasar bisnis.
Selain kepercayaan, ia menambahkan, barulah yang penting dipikirkan saat terjadi krisis yakni bagaimana mengembalikan keuntungan Perusahaan agar bisa kembali melakukan bisnis dan melayani nasabah.
Keuntungan tersebut akan perlahan kembali setelah kepercayaan nasabah mulai tumbuh, namun berbagai inovasi dan kerja keras tetap harus dilakukan agar profit sebuah bank bisa semakin besar.
Kemudian, Setijoso menyebutkan pembangunan kembali institusi menjadi hal lainnya yang penting saat perbankan menghadapi krisis. Salah satu cara pembangunan kembali institusi yakni dengan mengubah pola pikir perbankan menjadi berfokus kepada pemangku kepentingan (stakeholder), sehingga bukan lagi kepada pemegang saham (shareholder).
"Memang setiap perbankan mempunyai tanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi ke pemangku kepentingan terutama nasabah yang menempatkan dana jangan dilupakan. Jangan sampai kepercayaan nasabah disalahgunakan," tuturnya.
Adapun cara lain untuk membangun kembali institusi, lanjut dia, yakni dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar perbankan semakin berkualitas dalam melayani masyarakat.
Senada, bankir senior Agus Martowardojo menilai kepercayaan karyawan, nasabah, pemerintah, hingga pemegang saham merupakan pilar penting perbankan pada saat krisis.
"Saat menjadi pemimpin yang akan mengelola institusi pada waktu krisis, kita harus menjaga agar kita tetap kredibel, terpercaya, dan berintegritas," ucap Agus dalam kesempatan yang sama.
Namun selain kepercayaan, Agus mengingatkan pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan keberanian tak kalah penting agar perbankan bisa mampu menghadapi krisis.
Keberanian dimaksud terutama untuk mengambil keputusan cepat, tepat, dan tegas, yang disertai visi, misi, dan strategi yang baik untuk terus menyiapkan pemimpin baru penerus para petinggi perbankan ke depan.
Baca juga: OJK: Rasio permodalan perbankan RI jauh lebih tinggi dari negara lain
Baca juga: BCA komitmen meningkatkan pembagian dividen ke pemegang saham
Baca juga: BTN Syariah akan jadi bank syariah terbesar kedua di Indonesia
Hal tersebut lantaran karyawan perbankan berperan penting dalam mengelola likuiditas perbankan, serta nasabah akan mempengaruhi jumlah likuiditas yang ada di suatu bank saat krisis terjadi. Sementara pemerintah akan membantu perbankan di tengah krisis dengan berbagai kebijakan.
"Kepercayaan itu nomor satu dalam bisnis perbankan," ujar pria yang akrab disapa Setijoso tersebut dalam acara "Top 100 CEO & The Next Leader Forum 2023" di Jakarta, Selasa.
Setijoso berkaca saat BCA menghadapi krisis pada 1998 lalu, dimana saat itu perbankan bisa melalui krisis dan bisa menjadi seperti sekarang karena mengutamakan kepercayaan sebagai dasar bisnis.
Selain kepercayaan, ia menambahkan, barulah yang penting dipikirkan saat terjadi krisis yakni bagaimana mengembalikan keuntungan Perusahaan agar bisa kembali melakukan bisnis dan melayani nasabah.
Keuntungan tersebut akan perlahan kembali setelah kepercayaan nasabah mulai tumbuh, namun berbagai inovasi dan kerja keras tetap harus dilakukan agar profit sebuah bank bisa semakin besar.
Kemudian, Setijoso menyebutkan pembangunan kembali institusi menjadi hal lainnya yang penting saat perbankan menghadapi krisis. Salah satu cara pembangunan kembali institusi yakni dengan mengubah pola pikir perbankan menjadi berfokus kepada pemangku kepentingan (stakeholder), sehingga bukan lagi kepada pemegang saham (shareholder).
"Memang setiap perbankan mempunyai tanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi ke pemangku kepentingan terutama nasabah yang menempatkan dana jangan dilupakan. Jangan sampai kepercayaan nasabah disalahgunakan," tuturnya.
Adapun cara lain untuk membangun kembali institusi, lanjut dia, yakni dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar perbankan semakin berkualitas dalam melayani masyarakat.
Senada, bankir senior Agus Martowardojo menilai kepercayaan karyawan, nasabah, pemerintah, hingga pemegang saham merupakan pilar penting perbankan pada saat krisis.
"Saat menjadi pemimpin yang akan mengelola institusi pada waktu krisis, kita harus menjaga agar kita tetap kredibel, terpercaya, dan berintegritas," ucap Agus dalam kesempatan yang sama.
Namun selain kepercayaan, Agus mengingatkan pengetahuan, kompetensi, pengalaman, dan keberanian tak kalah penting agar perbankan bisa mampu menghadapi krisis.
Keberanian dimaksud terutama untuk mengambil keputusan cepat, tepat, dan tegas, yang disertai visi, misi, dan strategi yang baik untuk terus menyiapkan pemimpin baru penerus para petinggi perbankan ke depan.
Baca juga: OJK: Rasio permodalan perbankan RI jauh lebih tinggi dari negara lain
Baca juga: BCA komitmen meningkatkan pembagian dividen ke pemegang saham
Baca juga: BTN Syariah akan jadi bank syariah terbesar kedua di Indonesia
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: