Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengapresiasi perbaikan sanitasi yang membaik di Ibu Kota Jawa Tengah, Semarang untuk mempercepat penurunan stunting di daerah itu.

"Angka kelahiran total di Jawa Tengah sudah 2,09 dari target 2,1. Faktor risiko stunting di Jawa Tengah dari 2021 ke 2022 ini sudah menurun, karena masyarakat sudah sadar sehingga jambannya, sanitasi, air minum lebih baik,” ujar Hasto dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Pernyataan tersebut disampaikan Hasto pada kegiatan evaluasi program percepatan penurunan stunting tingkat provinsi di Kota Semarang pada Senin (4/12).

Menurutnya, yang paling penting saat ini yakni mempersiapkan sumber daya masyarakat untuk menyambut bonus demografi di Indonesia, dan Provinsi Jawa Tengah saat ini telah menunjukkan tren positif, terbukti dari capaian yang telah diraih di masing-masing kabupaten/kota.

Baca juga: BKKBN optimis target prevalensi stunting 14 persen tahun 2024 tercapai

"Tahapan bonus demografi, di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah saat ini sedang berada di puncak bonus demografi, dengan rasio 43,06, kemudian Kabupaten Banyumas 45,3, jadi bonus demografi sedang berjalan dengan baik, rata-rata Jawa Tengah 43,16," ucap Hasto.

Sedangkan untuk kebutuhan kontrasepsi (KB) yang tidak terpenuhi atau unmet need dan angka perkawinan usia dini, di Jawa Tengah juga sudah menurun dan semakin mengarah lebih baik.

“Kasus unmet need menurun, usia perkawinan juga lebih baik di Jawa Tengah, yang tadinya di bawah 21 tahun, sekarang sudah banyak mendekati usia 21 tahun, tetapi, perlu diingat jangan kelamaan juga, idealnya sampai 35 tahun bagi perempuan," tuturnya.

Upaya perbaikan sanitasi dan sosialisasi program-program KB yang semakin meningkat berdampak positif pada penurunan stunting di Jawa Tengah.

Berdasarkan data survei status gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Kota Semarang di tahun 2021 sebesar 21,3 persen, dan berhasil menurun drastis menjadi 10,4 persen di tahun 2022. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah, tahun 2021 sebesar 20,9 persen, dan berhasil turun menjadi 20,8 persen di tahun 2022.

Baca juga: Kepala BKKBN: Keluarga jadi pintu utama perbaikan kualitas SDM

Sementara itu, Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana menyatakan optimistis di akhir tahun 2023 angka prevalensi stunting di Jawa Tengah bisa menyentuh 17 persen, bahkan di bawah itu.

“Saya harap, setelah ini kita punya komitmen untuk menurunkan stunting, dan mampu mencapai target. Bila perlu di bawah target 14 persen," kata Nana.

Ia juga menegaskan bahwa penurunan stunting mesti diikuti dengan komitmen dan kemauan yang kuat sehingga mampu mendorong kemampuan setiap daerah untuk mewujudkan target nasional sebesar 14 persen.

Sedangkan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah Eka Sulistia Ediningsih mengatakan bahwa selama tahun 2023, berbagai upaya telah dilakukan bersama secara konvergensi, di antaranya memperkuat sinergitas di masing-masing bidang tim percepatan penurunan stunting provinsi.

Melalui surat edaran Gubernur Jawa Tengah tentang KB pascapersalinan (KBPP), menjadi salah satu langkah konkret untuk ditindaklanjuti dalam bentuk regulasi di kabupaten/kota.

"Kami juga terus melakukan monitoring dan evaluasi terpadu setelah Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy melakukan safari atau roadshow, dimana isu dalam monitoring yakni ketersediaan antropometri kit dan alat ultrasonografi (USG)," kata Eka.

Kolaborasi dan konvergensi penurunan stunting, lanjut dia, juga dilakukan melalui pengukuhan Pangdam IV Diponegoro sebagai bapak asuh anak stunting (BAAS).

"Generasi Emas bisa tercapai ketika bonus demografi bisa di optimalkan dengan baik. Maka dari itu, penting mempersiapkan generasi tangguh dari saat ini, agar sumber daya manusia yang berkualitas bisa terwujud," tuturnya.

Baca juga: BKKBN: Perguruan tinggi bisa jadi pusat inovasi entaskan stunting