"Sebagian besar partai politik masih saja mencalonkan orang-orang lama dari internal partai. Kemungkinan muncul wajah baru, yaitu konvensi Demokrat dan isu Megawati berencana menggandeng Jokowi," ujar pengamat politik dari Universitas Moestopo (Beragama), Usmar Ismail, di Jakarta, Senin.
Megawati Soekarnoputri memiliki catatan khas: tidak pernah menjadi menteri melainkan langsung wakil presiden, lalu menjadi presiden, dan dua kali kalah dalam putaran Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.
Pada 2009, dia kalah lagi dari bekas anak buahnya di kabinet, Susilo Yudhoyono, yang kini menjadi presiden keenam Indonesia. Megawati Soekarnoputri tidak pernah hadir pada upacara peringatan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus, di Istana Merdeka, pasca kepemimpinannya.
"Untuk saat ini, mungkin akan sulit bagi bakal calon presiden dan calon wakil presiden dari nonpartai untuk mendapatkan 20 persen suara pemilih karena masing-masing partai politik sudah memiliki jumlah pendukung tetap," kata Ismail.
Sebelumnya, Institute for Transformation Studies (Intrans) melakukan riset bertema persepsi dan sikap pemilih terhadap asosiasi dan atribut kandidat presiden dan wakil presiden pada 2014.
Salah satu fakta dari hasil jajak pendapat dengan metode kualitatif tersebut menunjukkan responden lebih memilih pemimpin muda ketimbang pemimpin yang sudah senior.
"Akademisi melihat pemimpin yang kompeten tidak berdasarkan usia namun berdasarkan pengalaman, keberanian mengambil keputusan, serta memiliki rekam jejak yang baik," lanjut Usmar.
Namun, katanya, tidak menutup kemungkinan wajah-wajah baru dengan ide-ide inovatif untuk Indonesia yang lebih baik di masa depan akan menggantikan dominasi wajah lama tersebut.
Kehadiran wajah baru merupakan alternatif dari kebosanan masyarakat akan capres dan cawapres yang itu-itu saja.
Dominasi tersebut sangat mungkin terjadi apabila calon pemimpin muda dapat menarik suara sekitar 30 persen pemilih pemula, lanjut Ismail.
(A011/R007)