Jakarta (ANTARA) - Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Agnes Bhakti Pratiwi menekankan pentingnya pemerintah Indonesia menetapkan prioritas riset kesehatan usai menghadiri Global Forum on Bioethics in Research di Montreux, Swiss.

Agnes dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Jumat menjelaskan bahwa dirinya pernah melakukan studi kasus terkait penetapan prioritas kesehatan di Indonesia, dan berdasarkan temuannya, dokumen terakhir yang sesuai topik tersebut bertanda tahun 2002-2005.

"Dokumen yang tersedia adalah rencana aksi program, bukan penetapan riset prioritas bidang kesehatan. Kami mengidentifikasi bahwa dokumen ini tidak cocok digunakan sebagai panduan prioritas penelitian kesehatan," ujar Agnes.

Ia menegaskan, pada Rencana Aksi Program Nasional 2020-2024 yang dirilis Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, sudah terdapat rencana penelitian kesehatan yang berfokus pada kesehatan dasar, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, penyakit tidak menular, etnografi kesehatan, status gizi, dan lain sebagainya.

Baca juga: BRIN ajak perawat ikut berkontribusi dalam riset kesehatan
Baca juga: Menkes tekankan semua kebijakan di sektor kesehatan berbasis pada data
Menurutnya, belajar dari pengalaman pandemi COVID-19, dimana penyakit tersebut mudah menyebar sampai membuat para tenaga kesehatan di rumah sakit kewalahan dan sistem kesehatan hampir kolaps, maka ia menekankan pentingnya pemerintah segera mengambil tindakan untuk mendorong penelitian kesehatan agar lebih siap menghadapi skenario pandemi yang mungkin bisa terjadi di masa depan.
"Alasan pengerahan segala sumber daya untuk penanganan COVID-19 kala itu sangat dipahami. Bahkan, orang awam pun bisa mengerti jika penelitian kesehatan diutamakan untuk penanggulangan wabah. Pertanyaannya, apakah ada jaminan bahwa prioritas riset kesehatan pascapandemi masih ditujukan untuk kemanfaatan orang banyak?" tuturnya.

Dalam pertemuan yang melibatkan sejumlah organisasi tersebut, dan sama-sama memiliki kepentingan bersama dalam etika penelitian yang melibatkan masyarakat di negara-negara dengan penghasilan menengah ke bawah, Agnes sebagai delegasi dari Indonesia juga turut berbagi pengalaman tentang metode dan proses penetapan prioritas penelitian kesehatan serta tantangannya di negara berkembang.

"Tanpa adanya proses penetapan prioritas nasional penelitian kesehatan yang dilakukan dengan cara yang berkeadilan dan metode yang baku, maka ada risiko bahwa riset apa pun dapat dilakukan, asal dananya tersedia. Padahal, penelitian harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, dan memberikan manfaat serta nilai sosial," paparnya.

Menurut dia, penyusunan prioritas bidang penelitian kesehatan ini penting agar riset bisa efisien, dengan proses penetapan yang harus melibatkan seluruh pemangku penelitian, mulai dari pemerintah hingga seluruh masyarakat.

"Sangat penting juga untuk memberi suara pada kelompok rentan yang biasanya tidak terdengar," kata dia.

Ia juga mengemukakan bahwa kebutuhan penetapan prioritas riset kesehatan di Indonesia sangat mendesak untuk saat ini, sehingga dasar penentuan penelitian juga perlu didasari dengan asas transparansi, berkeadilan, dan inklusif. Ketiga asas tersebut merupakan prinsip dari penyusunan prioritas riset kesehatan yang etis.

"Dengan demikian, riset kesehatan diharapkan bisa tepat sasaran, sehingga apabila kita membuka wawasan lebih luas, delegasi Indonesia tentu bisa belajar dari contoh metode terbaik yang cocok untuk diterapkan di Tanah Air," demikian Agnes Bhakti Pratiwi.

Baca juga: Dokter soroti pentingnya riset ilmiah untuk transformasi kesehatan
Baca juga: Program riset kesehatan Indonesia Mirah 2022 kembali hadir
Baca juga: Menkes: Bali bisa menjadi lokasi pusat pengembangan riset genomik