Depok (ANTARA News) - Pengamat sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan beramal di jalan dengan memberikan sejumlah uang kepada pengemis merupakan sesuatu yang keliru.
"Niat baik tidak otomatis akan menimbulkan dampak yang baik karena bisa menjerumuskannya dalam kebergantungan kepada pemberian orang," kata Devie menanggapi banyaknya pengemis selama bulan Ramadhan, Kamis.
Ia mengatakan perkirakan setiap tahunnya ada sekitar 800 hingga 1.000 pengemis yang menyerbu kota-kota besar seperti Jakarta dan Depok. Kota besar dan daerah penyangga memang menjadi magnet tersendiri bagi pengemis musiman tersebut.
Menurut dia bulan puasa, kaum muslimin berlomba-lomba menjalankan ibadah sebaik-baiknya, seperti dengan cara beramal kepada kaum dhuafa. Kesempatan tersebut digunakan oleh beberapa oknum yang rela menjadi pengemis musiman.
"Bulan puasa orang-orang berkesempatan untuk beramal sebanyak-banyaknya. Banyak yang kemudian memanfaatkan momentum ini untuk mengais pendapatan dengan cara meminta sedekah dengan cara praktis.
Menjadi pengemis itu sudah menjadi pengetahuan yang sangat luas bahwa pada bulan tertentu masyarakat lebih mudah mengeluarkan uang untuk bersedekah atau menyumbang.
"Daripada susah tidak mau susah dengan bertani atau berjualan, dan ini sudah menjadi budaya," katanya.
Ia mengatakan masyarakat memerlukan konsep beramal dengan perspektif luas, holistik, dan tak jatuh pada orientasi yang penting merasa menolong orang.
Keberdaaan para pengemis musiman sudah mulai menjamur di Kota Depok mereka berada di lampu merah Juanda, lampu merah Ramanda, dan lampu merah Jalan Siliwangi.
Pengamat: beri uang ke pengemis, beramal yang keliru
11 Juli 2013 18:36 WIB
Ilustrasi Pengemis (FOTO ANTARA/Paramayuda)
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013
Tags: