Ekonom: Peningkatan belanja negara dukung pertumbuhan ekonomi
30 November 2023 09:37 WIB
Arsip foto - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui usai kegiatan Media Gathering Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Puncak, Bogor, Senin (25/9/2023). ANTARA/Imamatul Silfia.
Jakarta (ANTARA) - Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan masih ada ruang bagi peningkatan belanja negara hingga akhir 2023 terutama belanja pemilu untuk memberikan stimulus agar pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali ke kisaran 5 persen pada kuartal IV-2023.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 tercatat sebesar 4,94 persen.
"Kami melihat di sisa dua bulan terakhir pemerintah masih bisa memacu belanja karena terkait dengan belanja pemilu 2024 yang kami lihat masih belum sepenuhnya dilakukan. Jadi kami melihat belanja barang masih bisa ditingkatkan," kata Josua kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Selain itu, belanja terkait bantuan sosial terutama terkait fenomena El Nino bisa dilakukan juga sebagai upaya stabilisasi harga pangan dan menjaga daya beli masyarakat kecil.
"Jadi ruang untuk melakukan belanja besar masih mungkin dilakukan dan ini bisa membuat pertumbuhan ekonomi kembali ke kisaran 5 persen karena bottleneck pertumbuhan kuartal III-2023 adalah belanja pemerintah yang terkontraksi," ujarnya.
Lebih lanjut ia menuturkan sampai Oktober 2023 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mencatatkan defisit yang sangat rendah atau sebesar -0,003 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), masih jauh di bawah target outlook yang di kisaran -2 persen.
Hal itu berarti memang masih ada ruang belanja pemerintah, terutama di belanja non-kementerian/lembaga (K/L).
Josua menilai ada upaya pemerintah untuk membuat APBN sebagai bantalan atau shock absorber dari ketidakpastian yang masih berlanjut, baik terkait pelemahan ekonomi global, adanya risiko naiknya harga minyak dunia akibat konflik timur tengah, dan risiko El Nino terhadap harga pangan.
Ia mengatakan saat ini keseimbangan primer (primary balance) masih surplus, jadi pelebaran defisit APBN masih baik untuk kondisi ekonomi.
"Jika APBN defisit namun primary balance defisitnya dapat terus mengecil atau menjadi positif maka dampaknya akan bagus karena pemerintah melakukan spending yang punya dampak positif bagi ekonomi, bukan untuk membayar bunga hutang," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan APBN mengalami defisit sebesar Rp700 miliar pada Oktober 2023 akibat realisasi belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara.
"Dengan realisasi pendapatan dan belanja negara, APBN mulai mengalami defisit yang setara dengan 0,003 persen dari produk domestik bruto (PDB)," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Virtual APBN KITA Edisi November 2023 di Jakarta, Jumat (24/11).
Meski kondisi APBN secara keseluruhan mengalami defisit, ia mengungkapkan keseimbangan primer mencatat surplus sebesar Rp365,4 triliun atau tumbuh 153 persen (yoy) dari Rp144,4 triliun. Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara, di luar pembayaran bunga utang.
Selain itu, realisasi pembiayaan anggaran pun membaik dengan penurunan 61,8 persen (yoy) menjadi Rp168,5 triliun pada Oktober 2023 dari Rp441,1 triliun pada Oktober 2022.
Baca juga: Menkeu: Belanja negara dukung percepatan transformasi ekonomi hijau
Baca juga: Jokowi berpesan belanja negara 2024 diserap tepat sasaran dan adaptif
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 tercatat sebesar 4,94 persen.
"Kami melihat di sisa dua bulan terakhir pemerintah masih bisa memacu belanja karena terkait dengan belanja pemilu 2024 yang kami lihat masih belum sepenuhnya dilakukan. Jadi kami melihat belanja barang masih bisa ditingkatkan," kata Josua kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Selain itu, belanja terkait bantuan sosial terutama terkait fenomena El Nino bisa dilakukan juga sebagai upaya stabilisasi harga pangan dan menjaga daya beli masyarakat kecil.
"Jadi ruang untuk melakukan belanja besar masih mungkin dilakukan dan ini bisa membuat pertumbuhan ekonomi kembali ke kisaran 5 persen karena bottleneck pertumbuhan kuartal III-2023 adalah belanja pemerintah yang terkontraksi," ujarnya.
Lebih lanjut ia menuturkan sampai Oktober 2023 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mencatatkan defisit yang sangat rendah atau sebesar -0,003 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), masih jauh di bawah target outlook yang di kisaran -2 persen.
Hal itu berarti memang masih ada ruang belanja pemerintah, terutama di belanja non-kementerian/lembaga (K/L).
Josua menilai ada upaya pemerintah untuk membuat APBN sebagai bantalan atau shock absorber dari ketidakpastian yang masih berlanjut, baik terkait pelemahan ekonomi global, adanya risiko naiknya harga minyak dunia akibat konflik timur tengah, dan risiko El Nino terhadap harga pangan.
Ia mengatakan saat ini keseimbangan primer (primary balance) masih surplus, jadi pelebaran defisit APBN masih baik untuk kondisi ekonomi.
"Jika APBN defisit namun primary balance defisitnya dapat terus mengecil atau menjadi positif maka dampaknya akan bagus karena pemerintah melakukan spending yang punya dampak positif bagi ekonomi, bukan untuk membayar bunga hutang," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan APBN mengalami defisit sebesar Rp700 miliar pada Oktober 2023 akibat realisasi belanja negara yang lebih besar dari pendapatan negara.
"Dengan realisasi pendapatan dan belanja negara, APBN mulai mengalami defisit yang setara dengan 0,003 persen dari produk domestik bruto (PDB)," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Virtual APBN KITA Edisi November 2023 di Jakarta, Jumat (24/11).
Meski kondisi APBN secara keseluruhan mengalami defisit, ia mengungkapkan keseimbangan primer mencatat surplus sebesar Rp365,4 triliun atau tumbuh 153 persen (yoy) dari Rp144,4 triliun. Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara, di luar pembayaran bunga utang.
Selain itu, realisasi pembiayaan anggaran pun membaik dengan penurunan 61,8 persen (yoy) menjadi Rp168,5 triliun pada Oktober 2023 dari Rp441,1 triliun pada Oktober 2022.
Baca juga: Menkeu: Belanja negara dukung percepatan transformasi ekonomi hijau
Baca juga: Jokowi berpesan belanja negara 2024 diserap tepat sasaran dan adaptif
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023
Tags: