JPU tuntut Bupati non aktif Kepulauan Meranti sembilan tahun penjara
30 November 2023 08:46 WIB
Suasana sidang lanjutan Bupati non aktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil dalam agenda pembacaan tuntutan oleh JPU di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (29/11/2023) malam. ANTARA/Annisa Firdausi.
Pekanbaru, (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia menuntut Bupati non aktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA) dengan hukuman penjara selama 9 tahun atas dugaan tindak pidana korupsi pada persidangan di Pekanbaru, Provinsi Riau, Rabu (29/11) malam.
JPU menilai Muhammad Adil bersalah melakukan tiga dugaan korupsi yang merugikan negara mencapai Rp19 miliar lebih. Tuntutan dibacakan JPU KPK RI Ikhsan Fernandi dan kawan-kawan di hadapan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dipimpin M Arif Nurhayat.
"Menuntut terdakwa Muhammad Adil terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan tahun," ujar Ikhsan membacakan amar tuntutannya.
Selain penjara, JPU juga menuntut MA membayar denda sebesar Rp600 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar dapat diganti dengan hukuman kurungan selama enam bulan. JPU juga membebankan MA membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp17.821.923.078.
"Satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk mengganti kerugian negara. Jika tak mencukupi dapat diganti hukuman penjara selama lima tahun," ujar JPU itu.
JPU menuntut uang sebesar Rp720 juta disita untuk negara, dan uang itu diamankan saat operasi tangkap tangan terhadap MA pada 6 April 2023
Dalam amar tuntutannya, JPU menyebutkan MA melakukan pemotongan 10 persen uang persediaan (UP) dan ganti uang (GU) kepada kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Penyerahan uang dari OPD itu dibuat seolah-olah sebagai utang, padahal OPD tidak mempunyai utang kepada terdakwa. Mau tak mau kepala OPD menuruti perintah MA untuk menyerahkan uang dengan alasan loyalitas.
Dari pemotongan UP dan GU itu, pada 2022 MA menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih, sedangkan tahun 2023 menerima sekitar Rp 5 miliar. Total uang pemotongan UP dan GU yang diterima terdakwa selama rentang waktu tersebut sebesar Rp17.280.222.003.
Kedua, MA menerima suap dari Fitria Nengsih selaku Kepala Perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jamaah umrah program Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan bantuan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 orang jamaah dan MA meminta fee Rp3 juta dari setiap orang jamaah yang diberangkatkan.
Ketiga, MA bersama Fitria Nengsih pada Januari - April 2023 memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1,1 miliar dengan maksud agar Kabupaten Kepulauan Meranti mendapat penghargaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2022.
"Perbuatan terdakwa bersama Fitria Nengsih sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Maksud unsur pegawai negeri sebagai penyelenggaraan negara menerima uang dan janji," ujar Ikhsan..
Uang yang diterima digunakan MAl untuk kebutuhan pribadi, operasional bupati, pembelian minuman kaleng dan lainnya. Selain itu uang tersebut diketahui juga diberikan kepada istri siri terdakwa, Fitria Nengsih.
Baca juga: Sebelas orang bersaksi dalam sidang korupsi bupati nonaktif Meranti
Baca juga: Plt Bupati Kepulauan Meranti minta jajaran kooperatif dengan KPK
JPU menilai Muhammad Adil bersalah melakukan tiga dugaan korupsi yang merugikan negara mencapai Rp19 miliar lebih. Tuntutan dibacakan JPU KPK RI Ikhsan Fernandi dan kawan-kawan di hadapan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dipimpin M Arif Nurhayat.
"Menuntut terdakwa Muhammad Adil terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan tahun," ujar Ikhsan membacakan amar tuntutannya.
Selain penjara, JPU juga menuntut MA membayar denda sebesar Rp600 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar dapat diganti dengan hukuman kurungan selama enam bulan. JPU juga membebankan MA membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp17.821.923.078.
"Satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk mengganti kerugian negara. Jika tak mencukupi dapat diganti hukuman penjara selama lima tahun," ujar JPU itu.
JPU menuntut uang sebesar Rp720 juta disita untuk negara, dan uang itu diamankan saat operasi tangkap tangan terhadap MA pada 6 April 2023
Dalam amar tuntutannya, JPU menyebutkan MA melakukan pemotongan 10 persen uang persediaan (UP) dan ganti uang (GU) kepada kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti.
Penyerahan uang dari OPD itu dibuat seolah-olah sebagai utang, padahal OPD tidak mempunyai utang kepada terdakwa. Mau tak mau kepala OPD menuruti perintah MA untuk menyerahkan uang dengan alasan loyalitas.
Dari pemotongan UP dan GU itu, pada 2022 MA menerima uang sebesar Rp12 miliar lebih, sedangkan tahun 2023 menerima sekitar Rp 5 miliar. Total uang pemotongan UP dan GU yang diterima terdakwa selama rentang waktu tersebut sebesar Rp17.280.222.003.
Kedua, MA menerima suap dari Fitria Nengsih selaku Kepala Perwakilan PT Tanur Muthmainah Tour (TMT) di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar Rp750 juta. PT TMT merupakan perusahaan travel haji dan umrah yang memberangkatkan jamaah umrah program Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi dengan bantuan anggaran APBD Tahun 2022. PT TMT memberangkatkan 250 orang jamaah dan MA meminta fee Rp3 juta dari setiap orang jamaah yang diberangkatkan.
Ketiga, MA bersama Fitria Nengsih pada Januari - April 2023 memberikan suap kepada auditor Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1,1 miliar dengan maksud agar Kabupaten Kepulauan Meranti mendapat penghargaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2022.
"Perbuatan terdakwa bersama Fitria Nengsih sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Maksud unsur pegawai negeri sebagai penyelenggaraan negara menerima uang dan janji," ujar Ikhsan..
Uang yang diterima digunakan MAl untuk kebutuhan pribadi, operasional bupati, pembelian minuman kaleng dan lainnya. Selain itu uang tersebut diketahui juga diberikan kepada istri siri terdakwa, Fitria Nengsih.
Baca juga: Sebelas orang bersaksi dalam sidang korupsi bupati nonaktif Meranti
Baca juga: Plt Bupati Kepulauan Meranti minta jajaran kooperatif dengan KPK
Pewarta: Bayu Agustari Adha/Annisa Firdausi
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: