ITU dan GSMA pertanyakan regulasi telekomunikasi Indonesia
11 Juli 2013 14:19 WIB
Vonis Mantan Dirut IM2 Mantan Direktur Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto (kiri) berdiskusi dengan kuasa hukum saat jeda sidang dengan agenda vonis terkait dugaan korupsi penyalahgunaan penggunaan pita frekuensi radio 2,1 GHz di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/7). Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Indar Atmanto dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta serta mengharuskan IM2 membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 1,3 triliun.(ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A) ()
Jakarta (ANTARA News) - Badan PBB International Telecommunication Union (ITU) dan asosiasi industri mobile seluruh dunia Global System for Mobile Communication (GSMA) mempertanyakan standar dan kepastian regulasi telekomunikasi Indonesia terkait kasus perjanjian kerja sama Indosat-IM2.
"ITU dan GSMA sudah mempertanyakan kepada kami tentang kepastian regulasi telekomunikasi di Indonesia karena kasus ini," kata President Director & CEO PT Indosat Tbk. Alexander Rusli di Jakarta, Kamis, dalam Diskusi Redaksi Newsroom bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama LKBN ANTARA.
Ia mengatakan, kasus kerja sama penggunaan frekuensi Indosat oleh IM2 itu mengundang perhatian pelaku telekomunikasi global karena format kerja sama yang digunakan kedua perusahaan itu pada dasarnya sudah jamak digunakan.
Namun, hal itu kemudian dipersoalkan di Indonesia bahkan masuk ke ranah hukum serta mantan Dirut IM2 Indar Atmanto dinyatakan secara sah bersalah.
"Bisnis telekomunikasi itu memiliki standar global, bahkan GSMA juga mempertanyakan dan memberikan `guidance` regulasi," katanya.
Alex menambahkan, dua lembaga dunia itu akan segera melayangkan surat kepada pemerintah Indonesia untuk menanyakan situasi industri telekomunikasi Indonesia sebagai bagian dari ekosistem internasional.
"Kita di sini terikat dengan ekosistem telekomunikasi internasional, GSMA sendiri misalnya memfasilitasi `agreement` untuk roaming dan layanan telekomunikasi yang lain," katanya.
Pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Freddy H. Tulung berpendapat kasus perjanjian kerja sama Indosat-IM2 memberikan implikasi dan dampak yang luas terhadap bisnis telekomunikasi di Indonesia.
"Justru yang berbahaya adalah dampak setelahnya dimana sesuatu menjadi `uncertain`," katanya.
Menurut dia, pada dasarnya dalam kasus itu pemerintah melalui Kemenkominfo telah mengambil alih kasus melalui surat No. 65/M.KOMINFO/2012 tanggal 24 Febuari 2012 yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran hukum dan tidak ada kerugian negara atas kerjasama IM2 dengan Indosat sehubungan dengan penggunaan jaringan Indosat pada frekuensi 2,1 GHz oleh IM2.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) juga telah menyatakan kepada publik bahwa IM2 tidak menyalahi ketentuan apa pun.
Pada Senin, 8 Juli 2013 telah dilangsungkan Sidang Tipikor untuk memutuskan perkara pidana no. 01/Pid.B/Tpk/2013/PN. Jkt. PSt.
Putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa Indar Atmanto, mantan Direktur Utama PT IM2, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena telah mewakili IM2 untuk menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT Indosat Tbk.
Atas kesalahan itu, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsider tahanan tiga bulan.
Selain itu PT IM2 turut dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp1,358 triliun paling lama dalam satu tahun sejak putusan dijatuhkan.
"ITU dan GSMA sudah mempertanyakan kepada kami tentang kepastian regulasi telekomunikasi di Indonesia karena kasus ini," kata President Director & CEO PT Indosat Tbk. Alexander Rusli di Jakarta, Kamis, dalam Diskusi Redaksi Newsroom bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama LKBN ANTARA.
Ia mengatakan, kasus kerja sama penggunaan frekuensi Indosat oleh IM2 itu mengundang perhatian pelaku telekomunikasi global karena format kerja sama yang digunakan kedua perusahaan itu pada dasarnya sudah jamak digunakan.
Namun, hal itu kemudian dipersoalkan di Indonesia bahkan masuk ke ranah hukum serta mantan Dirut IM2 Indar Atmanto dinyatakan secara sah bersalah.
"Bisnis telekomunikasi itu memiliki standar global, bahkan GSMA juga mempertanyakan dan memberikan `guidance` regulasi," katanya.
Alex menambahkan, dua lembaga dunia itu akan segera melayangkan surat kepada pemerintah Indonesia untuk menanyakan situasi industri telekomunikasi Indonesia sebagai bagian dari ekosistem internasional.
"Kita di sini terikat dengan ekosistem telekomunikasi internasional, GSMA sendiri misalnya memfasilitasi `agreement` untuk roaming dan layanan telekomunikasi yang lain," katanya.
Pada kesempatan yang sama Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Freddy H. Tulung berpendapat kasus perjanjian kerja sama Indosat-IM2 memberikan implikasi dan dampak yang luas terhadap bisnis telekomunikasi di Indonesia.
"Justru yang berbahaya adalah dampak setelahnya dimana sesuatu menjadi `uncertain`," katanya.
Menurut dia, pada dasarnya dalam kasus itu pemerintah melalui Kemenkominfo telah mengambil alih kasus melalui surat No. 65/M.KOMINFO/2012 tanggal 24 Febuari 2012 yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran hukum dan tidak ada kerugian negara atas kerjasama IM2 dengan Indosat sehubungan dengan penggunaan jaringan Indosat pada frekuensi 2,1 GHz oleh IM2.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) juga telah menyatakan kepada publik bahwa IM2 tidak menyalahi ketentuan apa pun.
Pada Senin, 8 Juli 2013 telah dilangsungkan Sidang Tipikor untuk memutuskan perkara pidana no. 01/Pid.B/Tpk/2013/PN. Jkt. PSt.
Putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa Indar Atmanto, mantan Direktur Utama PT IM2, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena telah mewakili IM2 untuk menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT Indosat Tbk.
Atas kesalahan itu, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsider tahanan tiga bulan.
Selain itu PT IM2 turut dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp1,358 triliun paling lama dalam satu tahun sejak putusan dijatuhkan.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013
Tags: