BI akan pertahankan suku bunga di 2024 karena global masih bergejolak
29 November 2023 21:31 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan sambutan pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023 di kantor BI, Jakarta, Rabu (29/11/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww/aa.
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan (BI-7 Days Reverse Repo Rate/BI7DDR) pada tahun 2024, karena kondisi global masih bergejolak dan ketidakpastian masih tinggi.
Adapun saat ini bunga acuan bank sentral berada di level 6 persen, setelah dinaikkan pada Oktober 2023 untuk menjaga rupiah yang sempat mengalami tekanan.
"Suku bunga akan kami pertahankan dan respons lebih lanjut sesuai dinamika ekonomi global dan domestik," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023, di Jakarta, Rabu.
Perry menuturkan, saat ini dunia masih terus bergejolak, dengan adanya perang Rusia dan Ukraina, perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok, serta konflik Israel di Palestina.
Fragmentasi geopolitik tersebut, kata dia lagi, berdampak pada fragmentasi geoekonomi, akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada 2024 sebelum mulai bersinar kembali pada 2025.
Selain itu, ketidakpastian juga masih tinggi dengan lima karakteristik, yakni pertumbuhan yang lebih lambat dan berlainan, disinflasi secara bertahap, suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama, dolar AS yang kuat, serta fenomena uang tunai adalah raja (cash is the king).
Dia menjelaskan, kebijakan untuk menahan suku bunga acuan merupakan bagian dari keputusan untuk mengarahkan kebijakan moneter yang akan tetap mendukung stabilitas.
Sementara empat kebijakan BI yang lain, yaitu makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan UMKM dan ekonomi syariah akan diarahkan mendukung pertumbuhan.
Selain suku bunga, Perry mengungkapkan kebijakan moneter lainnya yang akan diarahkan untuk memperkuat stabilitas, yaitu mengarahkan inflasi tetap terkendali ke rentang 1,5 persen hingga 3,5 persen pada 2024 dan 2025.
"Sinergi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) akan terus kami perkuat melalui 46 kantor wilayah BI di seluruh Indonesia," katanya menambahkan.
Tak hanya itu, kata dia lagi, stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mitigasi gejolak global dan pengendalian inflasi harga impor akan terus dilakukan melalui intervensi secara spot maupun forward looking, sesuai kebutuhan. Cadangan devisa turut akan dijaga.
Strategi operasi moneter yang mendukung pasar pun akan didorong untuk efektivitas transmisi kebijakan, pendalaman pasar uang, dan pengelolaan aliran portofolio asing melalui penerbitan serta mendorong pasar sekunder Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SukBI).
Pengelolaan lalu lintas devisa juga akan diteruskan sesuai kaidah internasional serta instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang diwajibkan Peraturan Pemerintah (PP) 36/2023 akan diperluas.
Baca juga: Sentimen penggerak rupiah masih terkait ekspektasi suku bunga acuan AS
Baca juga: BI sebut lima sinergi kebijakan untuk atasi gejolak ekonomi global
Adapun saat ini bunga acuan bank sentral berada di level 6 persen, setelah dinaikkan pada Oktober 2023 untuk menjaga rupiah yang sempat mengalami tekanan.
"Suku bunga akan kami pertahankan dan respons lebih lanjut sesuai dinamika ekonomi global dan domestik," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023, di Jakarta, Rabu.
Perry menuturkan, saat ini dunia masih terus bergejolak, dengan adanya perang Rusia dan Ukraina, perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok, serta konflik Israel di Palestina.
Fragmentasi geopolitik tersebut, kata dia lagi, berdampak pada fragmentasi geoekonomi, akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada 2024 sebelum mulai bersinar kembali pada 2025.
Selain itu, ketidakpastian juga masih tinggi dengan lima karakteristik, yakni pertumbuhan yang lebih lambat dan berlainan, disinflasi secara bertahap, suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama, dolar AS yang kuat, serta fenomena uang tunai adalah raja (cash is the king).
Dia menjelaskan, kebijakan untuk menahan suku bunga acuan merupakan bagian dari keputusan untuk mengarahkan kebijakan moneter yang akan tetap mendukung stabilitas.
Sementara empat kebijakan BI yang lain, yaitu makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta pengembangan UMKM dan ekonomi syariah akan diarahkan mendukung pertumbuhan.
Selain suku bunga, Perry mengungkapkan kebijakan moneter lainnya yang akan diarahkan untuk memperkuat stabilitas, yaitu mengarahkan inflasi tetap terkendali ke rentang 1,5 persen hingga 3,5 persen pada 2024 dan 2025.
"Sinergi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) akan terus kami perkuat melalui 46 kantor wilayah BI di seluruh Indonesia," katanya menambahkan.
Tak hanya itu, kata dia lagi, stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mitigasi gejolak global dan pengendalian inflasi harga impor akan terus dilakukan melalui intervensi secara spot maupun forward looking, sesuai kebutuhan. Cadangan devisa turut akan dijaga.
Strategi operasi moneter yang mendukung pasar pun akan didorong untuk efektivitas transmisi kebijakan, pendalaman pasar uang, dan pengelolaan aliran portofolio asing melalui penerbitan serta mendorong pasar sekunder Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SukBI).
Pengelolaan lalu lintas devisa juga akan diteruskan sesuai kaidah internasional serta instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang diwajibkan Peraturan Pemerintah (PP) 36/2023 akan diperluas.
Baca juga: Sentimen penggerak rupiah masih terkait ekspektasi suku bunga acuan AS
Baca juga: BI sebut lima sinergi kebijakan untuk atasi gejolak ekonomi global
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023
Tags: