Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menyebutkan bahwa
mycoplasma, bakteri penyebab utama wabah pneumonia pada anak-anak di China, merupakan bakteri umum yang mengakibatkan infeksi pernafasan sebelum COVID-19.
"Di China,
mycoplasma memang menjadi kasus terbanyak pada kasus pneumonia.
Mycoplasma itu bakteri, bukan virus, dan merupakan penyakit penyebab umum infeksi pernafasan sebelum masa COVID-19," kata Imran dalam diskusi Kemenkes yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kemenkes minta semua jajaran kesehatan siaga dan waspada pneumonia Ia menjelaskan,
mycoplasma adalah penyebab umum influenza dan penyakit paru, dengan kejadian 8,6 persen, dan berdasarkan informasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terjadi peningkatan kasus
mycoplasma pneumonia sejak bulan Mei 2023 di China.
"WHO mendeteksi adanya sinyal pneumonia belum terdiagnosis, utamanya pada anak yang dipublikasikan di jurnal Promed pada 22 November 2023. Sebanyak 3 dari 4 pasien didiagnosis terinfeksi
mycoplasma, selain ada pengaruh lainnya seperti SARS-COV dan influenza," ujar dia.
Baca juga: Menkes: Wabah pneumonia di China bukan virus baru seperti COVID Imran menjelaskan, patogen ini memiliki periode inkubasi dan penyebaran yang cukup lama, sehingga bisa disebut sebagai pneumonia berjalan atau
walking pneumonia. Ia juga menjelaskan bahwa terjadi peningkatan kasus rawat jalan dan rawat inap pada anak di China yang disebabkan bakteri
mycoplasma pneumoniae sejak Mei 2023, juga dari
respiratory syncytial virus (RSV),
adenovirus, dan influenza sejak Oktober 2023, dimana saat ini sudah terjadi penurunan.
Meski bakteri mycoplasma belum terdeteksi di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes, terjadi peningkatan tren pneumonia secara umum di beberapa wilayah provinsi setelah pandemi COVID-19.
Berdasarkan data rutin yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2PM) Kemenkes, selama Januari hingga September 2023, secara nasional Jawa Tengah adalah provinsi yang paling tinggi mengalami kejadian infeksi saluran pernapasan (ISPA), baik di puskesmas maupun rumah sakit (lebih dari 2.5 juta kasus), kemudian disusul Jawa Barat (lebih dari 2 juta kasus), dan DKI Jakarta (lebih dari 1 juta kasus).
"Dilihat dari kasus pneumonia, jadi beda ya ISPA dengan pneumonia, kalau pneumonia itu penyakit yang sudah masuk ke paru-parunya, di sini yg paling banyak adalah Jabar, dan secara tren, ini tampak tinggi di awal tahun, kemudian berangsur angsur menurun, sampai Oktober-November 2023 ini paling rendah jumlahnya dari bulan-bulan sebelumnya," paparnya.
Baca juga: Rumah sakit anak Beijing dipadati pasien kasus pneumonia misterius "Kemudian kalo kita liat insidennya, insiden ini per 100 ribu orang, yang paling tinggi insidennya adalah DKI Jakarta, baik ISPA maupun pneumonia, dan peningkatan ini terjadi saat polusi udara tinggi sekitar bulan September-Oktober," imbuh dia.