BI sebut lima sinergi kebijakan untuk atasi gejolak ekonomi global
29 November 2023 21:11 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat menyampaikan laporan dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu (29/11/2023) (ANTARA/Bayu Saputra)
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa sinergi bauran kebijakan ekonomi nasional di lima area menjadi kunci untuk mempertahankan ekonomi Indonesia di tengah gejolak perekonomian global.
“Di bidang ekonomi, sinergi bauran kebijakan ekonomi nasional perlu semakin diperketat dalam lima area penting,” kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu.
Adapun kelima area yang dimaksud yaitu pertama, sinergi dalam kebijakan fiskal-moneter. Menurut Perry, kebijakan di area itu perlu ditingkatkan guna menjaga ketahanan dan kebangkitan ekonomi. Pengendalian inflasi dan stabilisasi pasar keuangan menjadi strategi utama BI dalam memperkuat sinergi kebijakan fiskal-moneter.
Kedua, sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melalui koordinasi pasar keuangan dan koordinasi literasi keuangan serta perlindungan konsumen.
Dalam area kebijakan bauran itu, salah satu langkah yang diambil adalah koordinasi resolusi penanganan permasalahan di sektor keuangan yang menjadi tanggung jawab dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Untuk itu implementasi UUP2SK harus ditingkatkan. Pada tahun 2024 mendatang, sebagaian besar akan diselesaikan," ujar Perry.
Ketiga, akselerasi digitalisasi ekonomi keuangan nasional. Kebijakan tersebut diarahkan untuk mengembangkan sistem BI-RTGS Gen 3 yang lebih modern dengan standard nasional. Kemudian juga difokuskan pada pengembangan pusat data transaksi pembayaran untuk inovasi pembayaran dengan kecerdasan buatan (AI).
"Perluasan kerja sama QRIS dan BI-FAST ke Asia, pengembangan QRIS, dan Local Currency Transaction," jelas Perry.
Kebijakan keempat difokuskan pada hilirisasi minerba dan non-minerba, serta kelima, sinergi dalam kebijakan perdagangan, investasi dan infrastruktur.
Lebih lanjut, Perry menilai sinergi bauran kebijakan ekonomi nasional tersebut memang diperlukan mengingat kondisi perekonomian global yang tengah menghadapi ketidakpastian.
"Fragmentasi geopolitik berdampak pada fragmentasi geoekonomi. Akibatnya, prospek ekonomi global akan meredup pada 2024 sebelum mulai bersinar kembali pada 2025," terangnya.
Perry mencirikan lima karakteristik dari ketidakpastian yang melanda dunia saat ini. Pertama slower & divergence growth, yang mana terjadi perlambatan ekonomi global sebesar 2,8 persen pada 2024 sebelum meningkat ke 3 persen pada 2025.
Kedua, gradual disinflation, yang berarti penurunan inflasi melambat, meskipun diberlakukan pengetatan moneter yang agresif di negara maju.
Ketiga, higher for longer, yang menandai suku bunga Federal Reserves (The Feds) masih akan tinggi pada 2024 diikuti dengan hasil US Treasury yang terus meningkat.
Keempat, strong dollar, alias dolar AS yang masih kuat mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar di seluruh dunia, termasuk rupiah.
Kelima, cash is the king, yang berarti terjadi pelarian modal dalam jumlah besar dari emerging market ke negara maju karena tingkat suku bunga yang tinggi serta imbal hasil yang lebih besar.
"Lima gejolak global tersebut berdampak negatif ke berbagai negara. Indonesia tak terkecuali, perlu kita waspadai dan antisipasi dengan respon kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional," pungkasnya.
Baca juga: Analis: Stabilitas rupiah terjaga didukung instrumen BI pro-market
Baca juga: BI: Pembayaran digital akselerasi pertumbuhan ekonomi digital
Baca juga: BI: Volume transaksi QRIS capai 1,59 miliar
“Di bidang ekonomi, sinergi bauran kebijakan ekonomi nasional perlu semakin diperketat dalam lima area penting,” kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu.
Adapun kelima area yang dimaksud yaitu pertama, sinergi dalam kebijakan fiskal-moneter. Menurut Perry, kebijakan di area itu perlu ditingkatkan guna menjaga ketahanan dan kebangkitan ekonomi. Pengendalian inflasi dan stabilisasi pasar keuangan menjadi strategi utama BI dalam memperkuat sinergi kebijakan fiskal-moneter.
Kedua, sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melalui koordinasi pasar keuangan dan koordinasi literasi keuangan serta perlindungan konsumen.
Dalam area kebijakan bauran itu, salah satu langkah yang diambil adalah koordinasi resolusi penanganan permasalahan di sektor keuangan yang menjadi tanggung jawab dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Untuk itu implementasi UUP2SK harus ditingkatkan. Pada tahun 2024 mendatang, sebagaian besar akan diselesaikan," ujar Perry.
Ketiga, akselerasi digitalisasi ekonomi keuangan nasional. Kebijakan tersebut diarahkan untuk mengembangkan sistem BI-RTGS Gen 3 yang lebih modern dengan standard nasional. Kemudian juga difokuskan pada pengembangan pusat data transaksi pembayaran untuk inovasi pembayaran dengan kecerdasan buatan (AI).
"Perluasan kerja sama QRIS dan BI-FAST ke Asia, pengembangan QRIS, dan Local Currency Transaction," jelas Perry.
Kebijakan keempat difokuskan pada hilirisasi minerba dan non-minerba, serta kelima, sinergi dalam kebijakan perdagangan, investasi dan infrastruktur.
Lebih lanjut, Perry menilai sinergi bauran kebijakan ekonomi nasional tersebut memang diperlukan mengingat kondisi perekonomian global yang tengah menghadapi ketidakpastian.
"Fragmentasi geopolitik berdampak pada fragmentasi geoekonomi. Akibatnya, prospek ekonomi global akan meredup pada 2024 sebelum mulai bersinar kembali pada 2025," terangnya.
Perry mencirikan lima karakteristik dari ketidakpastian yang melanda dunia saat ini. Pertama slower & divergence growth, yang mana terjadi perlambatan ekonomi global sebesar 2,8 persen pada 2024 sebelum meningkat ke 3 persen pada 2025.
Kedua, gradual disinflation, yang berarti penurunan inflasi melambat, meskipun diberlakukan pengetatan moneter yang agresif di negara maju.
Ketiga, higher for longer, yang menandai suku bunga Federal Reserves (The Feds) masih akan tinggi pada 2024 diikuti dengan hasil US Treasury yang terus meningkat.
Keempat, strong dollar, alias dolar AS yang masih kuat mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar di seluruh dunia, termasuk rupiah.
Kelima, cash is the king, yang berarti terjadi pelarian modal dalam jumlah besar dari emerging market ke negara maju karena tingkat suku bunga yang tinggi serta imbal hasil yang lebih besar.
"Lima gejolak global tersebut berdampak negatif ke berbagai negara. Indonesia tak terkecuali, perlu kita waspadai dan antisipasi dengan respon kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional," pungkasnya.
Baca juga: Analis: Stabilitas rupiah terjaga didukung instrumen BI pro-market
Baca juga: BI: Pembayaran digital akselerasi pertumbuhan ekonomi digital
Baca juga: BI: Volume transaksi QRIS capai 1,59 miliar
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023
Tags: