Pemerintah tatgetkan perluas kawasan konservasi laut hingga 30 persen
29 November 2023 17:59 WIB
Kegiatan FGD yang dilaksanakan oleh KKP di Pontianak sebagai upaya mengenalkan konsep kawasan konservasi skala besar dengan kelayakan teknis. Kegiatan tersebut dihadiri oleh sejumlah praktisi pendidikan, NGO dan jurnalis yang dilaksanakan pada salah satu hotel di Pontianak, Selasa (28/11/2023). (ANTARA/Rendra Oxtora)
Pontianak (ANTARA) -
Pemerintah Indonesia menargetkan perluasan kawasan konservasi wilayah perairan laut hingga 30 persen sampai dengan 2045 yang dikenal dengan istilah Marine Protected Area (MPA) Vision 30x45.
"Target tersebut akan diterapkan dengan tiga tujuan yakni perlindungan keanekaragaman hayati laut, perikanan berkelanjutan yang utamanya terletak di perairan lepas pantai, serta karbon biru," kata Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Muh. Firdaus Agung Kunto Kurniawan di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu.
Dia mengatakan, untuk mendukung target nasional tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Konservasi Indonesia (KI) dan mitra pemerintah lainnya menyiapkan skema kawasan konservasi perairan (KKP) lepas pantai atau offshore MPA yang mulai disosialisasikan konsepnya pada Konferensi Nasional Ke-11 Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Laut, dan Pulau-Pulau Kecil di Pontianak.
"Pembentukan kawasan konservasi lepas pantai dipastikan sejalan dengan upaya untuk melakukan pemanfaatan dan konservasi sumber daya ikan secara mandiri di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), seperti diatur dalam UU 5/1983 tentang ZEEI, dan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan," tuturnya..
Baca juga: Antropolog Unand: Ketidaksetaraan akses jadi tantangan konservasi laut
Firdaus juga mengatakan bahwa offshore MPA memiliki nilai yang sangat penting untuk pembangunan ekonomi biru Indonesia.
"Memang ada potensi laut lepas ini dalam mendukung pengembangan ekonomi biru khususnya yang penangkapan ikan terukur. Kemudian, dia juga bisa menjaga dan melindungi sistem oseanografi secara keseluruhan, dan itu pasti akan mendukung lima inisiatif penerapan ekonomi biru," tuturnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, dari penelitian-penelitian terkait ini juga akan menjadi khasanah baru juga yang akan dikaji di masa depan.
Firdaus menyebut, diskusi tersebut dibuat untuk mengenalkan konsep kawasan konservasi skala besar dengan kelayakan teknis yang masih dikaji. Beberapa negara besar telah menggunakan dan mengaplikasikannya di atas 12 mil wilayah ZEE.
Baca juga: Greenpeace dorong pemerintah terbitkan kebijakan lingkungan
Untuk Indonesia, di beberapa penelitian awal ditemukan salah satu potensinya di wilayah barat Sumatera dan selatan Jawa sebagai kawasan EBSA (ecologically and biologically significant areas) yang luasnya sekitar 60 juta hektare (ha).
"Kelayakan teknis, legal, administrasinya memang masih perlu dikaji. Tapi yang pasti, mulai hari ini kita sudah mengenalkan satu diskusi bagaimana kita menjaga wilayah-wilayah yang punya kerentanan dari sisi keanekaragaman hayati, ekonomi, dan geopolitik," kata Firdaus.
Pemerintah Indonesia menargetkan perluasan kawasan konservasi wilayah perairan laut hingga 30 persen sampai dengan 2045 yang dikenal dengan istilah Marine Protected Area (MPA) Vision 30x45.
"Target tersebut akan diterapkan dengan tiga tujuan yakni perlindungan keanekaragaman hayati laut, perikanan berkelanjutan yang utamanya terletak di perairan lepas pantai, serta karbon biru," kata Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Muh. Firdaus Agung Kunto Kurniawan di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu.
Dia mengatakan, untuk mendukung target nasional tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Konservasi Indonesia (KI) dan mitra pemerintah lainnya menyiapkan skema kawasan konservasi perairan (KKP) lepas pantai atau offshore MPA yang mulai disosialisasikan konsepnya pada Konferensi Nasional Ke-11 Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Laut, dan Pulau-Pulau Kecil di Pontianak.
"Pembentukan kawasan konservasi lepas pantai dipastikan sejalan dengan upaya untuk melakukan pemanfaatan dan konservasi sumber daya ikan secara mandiri di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), seperti diatur dalam UU 5/1983 tentang ZEEI, dan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan," tuturnya..
Baca juga: Antropolog Unand: Ketidaksetaraan akses jadi tantangan konservasi laut
Firdaus juga mengatakan bahwa offshore MPA memiliki nilai yang sangat penting untuk pembangunan ekonomi biru Indonesia.
"Memang ada potensi laut lepas ini dalam mendukung pengembangan ekonomi biru khususnya yang penangkapan ikan terukur. Kemudian, dia juga bisa menjaga dan melindungi sistem oseanografi secara keseluruhan, dan itu pasti akan mendukung lima inisiatif penerapan ekonomi biru," tuturnya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, dari penelitian-penelitian terkait ini juga akan menjadi khasanah baru juga yang akan dikaji di masa depan.
Firdaus menyebut, diskusi tersebut dibuat untuk mengenalkan konsep kawasan konservasi skala besar dengan kelayakan teknis yang masih dikaji. Beberapa negara besar telah menggunakan dan mengaplikasikannya di atas 12 mil wilayah ZEE.
Baca juga: Greenpeace dorong pemerintah terbitkan kebijakan lingkungan
Untuk Indonesia, di beberapa penelitian awal ditemukan salah satu potensinya di wilayah barat Sumatera dan selatan Jawa sebagai kawasan EBSA (ecologically and biologically significant areas) yang luasnya sekitar 60 juta hektare (ha).
"Kelayakan teknis, legal, administrasinya memang masih perlu dikaji. Tapi yang pasti, mulai hari ini kita sudah mengenalkan satu diskusi bagaimana kita menjaga wilayah-wilayah yang punya kerentanan dari sisi keanekaragaman hayati, ekonomi, dan geopolitik," kata Firdaus.
Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023
Tags: