Mengurai kompleksitas permasalahan kinerja pelabuhan Tanjung Priok
Suasana tumpukan peti kemas terlihat dari atas gedung Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (3/12). Berdasarkan catatan BPS, nilai ekspor Indonesia pada Oktober 2012 mencapai US$ 15,67 miliar atau mengalami penurunan sebesar 1,45 persen dibanding ekspor September 2012. Sementara jika dibandingkan dengan Oktober 2011, ekspor mengalami penurunan sebesar 7,61 persen. Secara kumulatif, nilai ekspor Januari-Oktober 2012 mencapai US$ 158,66 miliar, turun 6,22 persen dibanding periode yang sama pada 2011. (FOTO ANTARA/M Agung Rajasa)
Hal itu juga merupakan salah satu terobosan penting pasca-kerusuhan pada 14 April 2010 lalu yang dipicu dari rencana eksekusi tanah sengketa oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ditentang oleh warga terutama yang kerap berziarah ke makam tersebut.
Akibat dari kerusuhan tersebut, sebanyak tiga orang anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) meninggal dunia, dan diperkirakan sekitar 200 orang terluka.
Kerugian akibat bentrokan yang mencapai ratusan miliar rupiah itu antara lain karena aksi penjarahan di kantor Terminal Peti Kemas Koja serta terhambatnya arus barang dan jasa.
Karena itu, penandatanganan antara Pelindo II dan ahli waris Mbah Priok merupakan langkah maju dalam menyelesaikan masalah sehubungan dengan perluasan Pelabuhan Tanjung Priok.
"Pelindo II telah menandatangani kesepakatan bahwa kami menghargai keberadaan makam Mbah Priok," kata Dirut Pelindo II Richard Jose Lino pada acara penandatanganan kesepakatan di Jakarta, Selasa.
Menurut RJ Lino, pihaknya juga akan memfasilitasi bagi warga yang ingin berziarah ke makan Mbah Priok dengan membangun jalan akses khusus ke makam. Selain itu, akan dibangun semacam kluster yang dibatasi dengan tembok setinggi tiga meter termasuk area parkir yang diperkirakan akan mampu menampung hingga sekitar 80 kendaraan bus.
Di lain pihak, keluarga ahli waris juga telah menjamin bahwa proses pembangunan perluasan Tanjung Priok yang dilakukan oleh Pelindo akan berlangsung dengan lancar seperti dalam hal pembangunan jalan akses ke dalam pelabuhan.
Dengan kesepakatan tersebut, Dirut Pelindo II optimistis bahwa Pelabuhan Tanjung Priok di masa mendatang akan memenuhi standar internasional.
Sebelumnya, Pelindo juga telah menunjuk Komite Pengawas yang bertugas mengawasi proses pembangunan proyek terminal peti kemas Kalibaru, Tanjung Priok.
"Kami harus memastikan kalau pengerjaannya tepat waktu, bukan hanya sekedar bangun, tapi memastikan prosesnya kredibel dan memberi manfaat buat masyarakat Indonesia," kata juru bicara Oversight Committee, Faisal Basri, dalam jumpa pers, di Jakarta, Jumat (21/6).
Menurut dia, hambatan dalam pelaksanaan proyek tersebut adalah masih belum jelasnya pembangunan jalan tol Cilincing. Padahal tol tersebut diharapkan mampu mengurangi kepadatan lalu lintas di Tanjung Priok.
Untuk itu, Komite Pengawas terus berupaya mendorong Dinas Perhubungan dan pihak terkait lainnya untuk bisa mempercepat realisasi pembangunan jalan tol tersebut.
"Ini kita dorong terus teman-teman di perhubungan dan pihak-pihak terkait lainnya," katanya sambil menambahkan, pembebasan lahan juga masih menjadi kendala untuk akses jalan.
Serius benahi
Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah serius membenahi "dwelling time" atau waktu tunggu bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, untuk mengatasi beban biaya logistik di Tanah Air.
"Kadin meminta pemerintah lebih serius dalam membenahi masalah `dwelling time` di Pelabuhan Tanjung Priok agar dapat lebih ditekan menjadi tiga hari dari kondisi saat ini yang mencapai rata-rata 8,7 hari," kata Ketua Komite Tetap Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik Kadin Irwan Hasman, dalam konpers di Jakarta, Kamis (4/7).
Untuk itu, menurut Irwan, pemerintah harus dapat memberikan kepastian kepada pemilik barang karena kenyataannya, proses pengeluaran barang di Pelabuhan Tanjung Priok belum berjalan sebagaimana harapan dari dunia usaha.
Selain itu, ujar dia, tingkat isian lapangan penumpukan (YOR) yang tidak efisien seakan-akan dibiarkan karena selama ini sudah berlangsung cukup lama terutama sejak tiga tahun terakhir dinilai tidak ada perubahan. Kondisi tingkat isian lapangan penumpukan dan kondisi waktu tunggu yang buruk semuanya akan bermuara kepada biaya transportasi dan logistik, baik di laut maupun darat.
"Sekarang YOR di Priok sudah di atas 100 persen, maka kondisi pelabuhan terjadi kongesti (kemacetan)," katanya.
Melihat fakta seperti ini, Kadin menilai bahwa pengelolaan pelabuhan tidak berhasil dalam mengantisipasi pertumbuhan arus barang. Apalagi, tambahnya, sepekan lagi akan memasuki bulan puasa dan dalam jangka waktu sebulan mendatang akan datang masa lebaran, katanya.
"Pertumbuhan arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok selama ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang positif di Indonesia serta adanya pengalihan pasar perdagangan ke Indonesia, meskipun kondisi Pelabuhan Tanjung Priok selama tiga tahun terakhir tidak mengalami perbaikan secara signifikan," katanya.
Oleh karena itu, Kadin mengutarakan harapannya agar operator pelabuhan, otoritas pelabuhan, bea dan cukai serta pihak terkait lainnya dapat bersinergi karena pembenahan sumber inefisiensi logistik nasional dinilai masih berjalan lambat.
Pembicara lainnya, Ketua Umum Asosiasi Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) Gemilang Tarigan mengatakan, pihaknya memiliki hingga sebanyak 18 ribu armada yang separuhnya mengangkut barang impor.
"Bila sekitar 50 persen tertahan, maka kami akan kehilangan Rp4,8 miliar per hari," kata Tarigan.
Sedangkan bagi para pemilik barang, ujar dia, akan menderita dua kerugian yaitu kerugian secara finansial dan kerugian akibat "opportunity lost" (hilangnya kesempatan).
Sementara sejumlah asosiasi transportasi dan logistik di Indonesia juga telah lama mengkritik efisiensi pelayanan kapal dan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok yang dikelola Pelindo II.
"Efisiensi melalui pembenahan pelabuhan agar pelayanan kapal dan bongkar muat lebih cepat ternyata tidak sesuai harapan," kata Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Iskandar Zulkarnain.
Tarif meningkat tajam
Menurut Iskandar, hal yang terjadi adalah sebaliknya karena tarif-tarif kepelabuhanan justru meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir.
Ia mengatakan, pihaknya belum melihat dampak efisiensi yang dijadikan sebagai keberhasilan PT Pelindo II dalam menurunkan biaya logistik nasional.
"Sekarang tarif-tarif di pelabuhan justru meningkat sehingga biaya logistik sulit ditekan," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) Carmelita Hartoto menyatakan waktu tunggu kapal di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia termasuk Pelabuhan Tanjung Priok masih tinggi.
Ia memaparkan, waktu tunggu kapal kargo umum di berbagai pelabuhan yang dikelola Pelindo II bisa mencapai 7--10 hari. "Ini semua memengaruhi biaya kapal dan biaya logistik. Apalagi tarif-tarif kepelabuhanan juga cenderung meningkat," ujarnya.
Dirut Pelindo II RJ Lino mengatakan kemacetan dari dan menuju ke Pelabuhan Tanjung Priok menjadi hambatan utama dalam upaya untuk menurunkan biaya logistik.
"Kepadatan lalu lintas dari dan menuju ke Pelabuhan Tanjung Priok menjadi penghambat utama menurunkan biaya logistik," katanya.
Lino menjelaskan, kemacetan yang sering terjadi pada akses jalan dari dan menuju ke pelabuhan itu berdampak sangat signifikan terhadap tingginya biaya logistik, terutama di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Salah satu faktor yang membuat kemacetan semakin sering terjadi adalah pembangunan infrastruktur jalan raya yang saat ini berlangsung di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok.
"Arus lalu lintas di daerah Pelabuhan Tanjung Priok mengalami kemacetan yang cukup parah dan berdampak hingga ke dalam Pelabuhan Tanjung Priok sehingga sangat mengganggu aktivitas bongkar muat," katanya.
Wamenkeu di Priok
Untuk melancarkan arus barang, Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri juga telah menginstruksikan Wakil Menteri Keuangan II Mahendra Siregar agar bertugas di Kantor Pelayanan Umum Bea dan Cukai (KPU BC) Tanjung Priok, setidaknya dua hari dalam seminggu menjelang lebaran.
Hal ini dilakukan untuk menjamin kelancaran arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok menjelang bulan puasa dan lebaran.
Selain mengutus Wamenkeu ke Tanjung Priok, Menkeu juga mengambil beberapa langkah untuk mengantisipasi meningkatnya arus barang menghadapi bulan puasa dan lebaran.
Ia mencontohkan, KPU BC diwajibkan memberi pelayanan pemeriksaan barang sampai pukul 23.00 WIB setiap hari kerja. Mereka juga harus mengkoordinasikan pemangku kepentingan untuk mendukung pemeriksaan sehingga berjalan efektif.
Menkeu juga akan menambah staf di KPU BC Tanjung Priok dalam menyambut puasa dan lebaran agar pelayanan "custom clearance" dapat dilaksanakan dengan baik.
"Custom clearance" adalah proses administrasi pengeluaran barang dari pelabuhan atau sebaliknya yang berhubungan dengan Kepabeanan dan administrasi pemerintahan.
Selain itu, sistem manajemen risiko juga akan segera disempurnakan dan diterapkan, serta langkah sinergis antara operator pelabuhan, penyedia Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) dan pihak lain akan difasilitasi.
Menkeu juga akan memfasilitasi proses penyelesaian terhadap container yang singgah dalam jangka waktu lama di Pelabuhan Tanjung Priok dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan harapan dapat memperlancar arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok, karena bila tidak akan terdapat banyak dampak ekonomi.
"(Kelancaran arus barang Tanjung Priok) ini menjadi ukuran efisiensi sistem logistik kita, karena investor bertanya berapa lama `dwelling time` kita sebelum membangun pabrik di sini. Kalau masih lama, mereka akan malas investasi di sini," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Selasa.
(M040)
Oleh Muhammad Razi Rahman
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013