"Kami hari ini membawa madu hutan sebanyak 10 botol dalam kemasan," kata Santa (55), seorang warga Badui saat ditemui di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Selasa.
Pemasaran madu hutan itu rencananya menuju Balaraja, Tangerang dengan berjalan kaki hingga puluhan kilometer.
Harga madu hutan itu dijual berkisar antara Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per botol.
Selama ini, produksi madu hutan mampu mendongkrak pendapatan ekonomi masyarakat Badui.
"Kami membawa madu hutan sebanyak 10 botol itu bisa menghasilkan pendapatan ekonomi sekitar Rp1,3 juta," katanya pula.
Ia mengatakan, selama memasarkan madu hutan dengan berjalan kaki dari Rangkasbitung menuju Balaraja, Tangerang terkadang habis di jalan.
Sebab, dirinya sudah banyak pelanggan karena madu yang dijual dirasakan bisa menyembuhkan berbagai penyakit di antaranya diabetes, asam urat, kolesterol, rematik, kurang darah, dan batu ginjal.
"Kami setiap tiga hari ke Balaraja berjualan madu hutan belum pernah tidak habis dengan 10 botol," katanya menjelaskan.
Begitu juga pedagang madu hutan lainnya Sarmin (45), warga Badui mengaku dirinya berjualan madu hutan ke Cilegon dengan jalan kaki dari Serang menempuh perjalanan sekitar 20 kilometer.
Pelanggannya berasal dari berbagai kalangan mulai dari masyarakat umum, sopir , pejabat, pedagang jamu hingga pengusaha.
"Kami berjualan madu hutan bisa menghabiskan sebanyak 30 botol per pekan dengan pendapatan Rp3,3 juta dan bisa meraup keuntungan bersih Rp1 juta setelah dipotong makan dan transportasi," katanya menjelaskan.
Pedagang madu lainnya, Pulung (50), warga Badui mengaku dirinya sudah lima tahun berjualan madu ke Jakarta dengan menggunakan angkutan commuter line.
Selama ini, permintaan madu hutan cukup tinggi, bahkan bisa menjual sebanyak 50 botol per pekan.
"Kami berjualan keliling di Jakarta dengan jalan kaki bisa menghasilkan pendapatan Rp5 juta per pekan dengan harga Rp100 ribu per botol," katanya pula.
Ia mengatakan, saat ini produksi madu hutan tidak menentu, karena produksinya hanya bergantung pada lebah odeng yang berkembang biak di pohon-pohon besar di Gunung Kendeng, kawasan tanah hak ulayat Badui.
Produksi madu dilakukan dengan cara tradisional dan madu diambil dari sarang untuk dikeluarkan madunya.
"Kami dalam satu sarang odeng itu bisa mendapatkan tiga sampai empat botol madu," katanya menjelaskan.
Sekretaris Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Imam Suangsa mengatakan, pihaknya mendorong usaha kerajinan masyarakat Badui dengan produksi madu hutan karena bisa mendongkrak pendapatan ekonomi keluarga.
Pemerintah daerah mengapresiasi jiwa kewirausahaan para pedagang madu yang dilakukan masyarakat Badui berjalan kaki hingga puluhan kilometer.
Baca juga: Tetua adat Badui berharap Pemilu 2024 damai dan aman
Baca juga: Wisatawan padati permukiman Badui berburu buah durian