Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengakui ada faktor kesalahan manusia (human error) dalam pendistribusian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

BLSM didistribusikan sebagai kompensasi atas pengurangan subsisi bahan bakar minyak yang berimplikasi pada kenaikan harga BBM bersubsidi dan berbagai kebutuhan barang dan jasa lain.

Hatta Rajasa saat berada di Yogyakarta, Sabtu (6/7) mengatakan dari 15,5 juta penerima BLSM, ada yang meninggal, pindah tempat tinggal, ada yang seharusnya tidak menerima tapi diberikan dan sebaliknya ada yang semestinya berhak menerima tetapi tidak mendapat bantuan.

"Hal-hal seperti itu, pasti ada," katanya. Faktor "human error" itu diperbaiki.

"Itu kita perbaiki. Sekarang sudah ada puluhan ribu kartu BLSM masyarakat yang diterima masyarakat mampu diperbaiki. Yang penting bukan berhenti pada hal-hal yang keliru atau tidak keliru, tapi apakah kita punya kemampuan untuk memperbaiki yang keliru," kata Hatta.

Masih dari Yogyakarta, Minggu (7/7), Direktur Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Mardianto Jatna menyebutkan setiap hari memperoleh 3.500 hingga 4.000 laporan terkait penyaluran kompensasi BBM di Indonesia melalui nomor pengaduan 1708 setelah pencairan BLSM sejak 22 Juni lalu.

Aduan BLSM yang masuk ke UKP4, katanya, lebih banyak terkait penyaluran dana tersebut yang salah sasaran.

"Banyaknya adalah pembagian kartu penjaminan sosial (KPS) yang tidak tepat sasaran sampai yang menanyakan penggunaan KPS tersebut," katanya.

Tim penyaluran kompensasi BBM yang diketuai oleh Wakil Presiden Boediono sudah dilaporkan atas pengaduan yang masuk ke UKP4 itu.

Sasaran penerima kompensasi BBM adalah kelompok masyarakat kurang mampu, miskin, atau penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) .

"Kenaikan harga BBM diberikan kepada rakyat miskin yang berhak sebagai kompensasi menyelamatkan PMKS," ujar Menteri Sosial Salim Segaf Aljufri dalam siaran pers pada pertengahan Juni lalu.

Data Kementerian Sosial menyebutkan jumlah PMKS terdiri atas fakir miskin 29,03 juta orang, gelandangan 55.740 orang, pengemis 33.041 orang, lanjut usia terlantar 2,8 juta orang, anak terlantar 5,4 juta orang, bayi terlantar 1.2 juta orang, anak jalanan 230.000 orang, anak berhadapan dengan hukum 5.952 orang, penyandang cacat tujuh juta orang, penyandang cacat telantar 1,8 juta.

Selain itu, penyandang cacat berat 163.232 orang, jumlah komunitas adat terpencil di berbagai daerah 250 suku bangsa (229.479 kepala keluarga), korban bencana alam 1,6 juta jiwa, dan korban bencana/konflik sosial 258.056 orang.

Subsisdi dialokasikan untuk pemberdayaan sosial melalui program yang ada seperti pemberdayaan warga miskin dengan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) senilai Rp20 juta per-10 kepala keluarga perkelompok untuk memulai usaha rumahan atau usaha mikro. Selain itu Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni, membangun atau memperbaiki rumah tak layak huni bagi fakir miskin dan Komunitas Adat Terpencil senilai Rp10 juta/unit.

Sedangkan untuk rehabilitasi sosial, berupa program kesejahteraan anak, bantuan sosial berupa tabungan untuk 1.967 anak atau 0,86 persen dari seluruh anak jalanan senilai Rp 1,4 juta per anak pertahun. Jaminan Sosial Lanjut Usia. Bantuan sosial untuk 10 ribu orang atau 0,61 persen dari keseluruhan lanjut usia senilai Rp300 ribu per orang perbulan.

Untuk jaminan sosial penyandang cacat. Bantuan sosial untuk 17 ribu orang atau 10,41 persen dari keseluruhan penyandang cacat Rp300 ribu per orang per bulan.

Di bidang perlindungan sosial, lanjut Salim, melalui program Keluarga Harapan (PKH) 2013 dengan sasaran 2,4 juta RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin) atau 1,516 juta peserta lama dan 884 ribu peserta baru. Dengan rata-rata bantuan Rp1,8 juta per RTSM per tahun yang dilakukan sebanyak empat kali pembayaran peserta lama dan satu kali pembayaran peserta baru.

"Anggaran total Rp2.976,57 miliar dengan tambahan dari APBN 2013 Rp728,9 miliar dan perkiraan penurunan Kemiskinan 0,25 persen atau sekitar 710 ribu jiwa. Bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) bagi Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran Rp3 juta per orang," terang Mensos.

Terkait bantuan siswa miskin (BSM), Hatta mengutarakan program tersebut dapat menjamin 16,6 juta siswa dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Setiap siswa SD atau sederajat mendapatkan Rp450 ribu per tahun, siswa SMP atau sederajat disumbang sebesar Rp750 ribu pertahun, dan pelajar SMA atau sederajat senilai Rp1 juta pertahun.

Bantuan itu, belum termasuk tambahan bantuan buku, seragam, dan alat tulis.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh menargetkan tambahan bantuan siswa miskin sebagai salah satu kebijakan kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi akan mulai digelontorkan Juli 2013.

Belum tersentuh

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa mereka yang menjadi sasaran penerima dana kompensasi BBM belum tersentuh bantuan tersebut.

Penghuni panti-panti sosial yang pada tahun-tahun sebelumnya menjadi sasaran penerima dana kompensasi BBM ternyata untuk tahun ini belum tersentuh.

Setidaknya itu terpantau dari sejumlah panti sosial di Yogyakarta yakni Panti Sosial Bina Netra Sadewa Yogyakarta yang dikelola Dinas Sosial setempat dan dua panti sosial yang dikelola masyarakat seperti Panti Asuhan St Maria Ganjuran dan Panti Anak Miskin Yayasan Jamaah Masjid Bantul (Jamasba) di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

"Tahun ini kami belum mendapatkan apa-apa sebagai kompensasi BLSM," kata Joko Winarno, pengasuh Panti Anak Miskin Jamasba.

Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Jurusan Teknik Informatika tahun 2010 itu sejak kecil hingga 2010 tinggal di panti asuhan tersebut dan kini hidupnya diabdikan untuk mengasuh 30 anak yatim dan miskin yang tinggal di panti asuhan itu dan sekitar 170 anak miskin se-Kabupaten Bantul yang tinggal di luar panti asuhan.

Begitu pula yang dialami puluhan penghuni Panti Sosial Bina Netra Sadewa Yogyakarta yang terdiri atas 30 orang penyandang tunanetra dan 10 orang tunagrahita.

Para pengelola di Panti Sosial Bina Netra Sadewa menyebutkan para penghuni panti (klien) hanya mendapatkan bantuan makan masing-masing Rp3.000 perhari yang berlaku sejak 2008 dan pada tahun-tahun sebelumnya sejak 2002 mendapatkan Rp1.750 perhari.

Sedangkan di Panti Asuhan St Maria Ganjuran hanya mengandalkan uluran tangan dari para donatur untuk mengasuh puluhan anak tak mampu yang ditampung di panti itu.

Kondisi itu berbeda dibanding pada tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2002 Kementerian Sosial (saat itu masih bernama Departemen Sosial) menerima dana kompensasi BBM sebesar Rp70 miliar dan pada 2003 menjadi Rp135 miliar yang dikhususkan bagi penanganan panti-panti sosial di seluruh Indonesia, baik panti sosial anal terlantar, lanjut usia, penyandang cacat, termasuk panti tuna sosial (gelandangan, pengemis, tunasusila, bekas narapidana dan pengidap HIV/AIDS), dan panti rehabilitasi penyandang ketergantungan obat-obatan terlarang.

Ketika itu penggunaan dana kompensasi BBM yang dialokasikan tahun anggaran 2002 di seluruh Indonesia meliputi bantuan permakanan diberikan selama 334 hari, dimana biaya permakanan sebesar Rp69.112.430.000 yang digunakan untuk membantu 118.242 orang klien panti, baik anak terlantar, lanjut usia, maupun penyandang cacat yang tersebar di 2.325 panti dan setiap klien memperoleh bantuan sebesar Rp1.750 perhari. Di samping untuk biaya makanan, dikeluarkan biaya pengelolaan proyek sebesar Rp887.570.000 yang digunakan untuk kegiatan administrasi, sosialisasi, monitoring, dan evaluasi serta buku Pedoman Pelaksanaan Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi BBM Bidang Kesejahteraan Sosial (PPD PS-BBM KS) tahun 2002.

Dari 2.642 panti yang menerima pada 2002, yang paling banyak adalah Panti Anak Terlantar sebanyak 2.229 panti dengan klien sebanyak 97.727 orang, menyusul Panti Penderita Cacat 239 panti dengan jumlah klien sebanyak 11.100 orang, dan Panti Lanjut Usia 174 panti dengan jumlah klien sebanyak 9.415 orang

Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar dari Daerah Pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta, Gandung Pardiman, meminta pemerintah pusat mencari solusi terkait permasalahan bantuan langsung sementara masyarakat yang belum tepat sasaran.

"Saya menerima banyak SMS tentang keluhan BLSM dan setelah saya buktikan ternyata benar bahwa masih ada warga miskin yang belum dapat," katanya di Yogyakarta, Jumat (5/7), seusai meninjau warga miskin yang tidak mendapat BLSM di Desa Pendowoharjo, Kabupaten Bantul.

Pemerintah tampaknya perlu mengevaluasi lebih lanjut agar penyaluran BLSM tepat sasaran termasuk ke panti-panti sosial yang berjumlah sekitar 8.000 panti sosial di seluruh Indonesia karena mereka belum tersentuh hak yang semestinya mereka dapatkan dari kompensasi BBM.