Jakarta (ANTARA) - Siswi Jakarta Intercultural School melakukan penelitian dalam bentuk karya tulis untuk mengetahui dampak sampah makanan terhadap lingkungan dan cara mengatasi masalah tersebut.

"Oleh karena itu, penanganan masalah ini harus bersifat menyeluruh dan melibatkan partisipasi semua warga negara," kata salah satu siswa kelas XII Jakarta Intercultural School, Shaffey Suhendra (18) di Jakarta, Minggu.

Tujuan utama penelitian ini meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang limbah makanan dan dampaknya terhadap lingkungan. Menurut Shaffey, permasalahan sampah makanan yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah terus menjadi perhatian semua kalangan.

Hal itu mengingat sampah makanan masih menjadi permasalahan karena populasi penduduk yang padat. Berdasarkan data pada 2017, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai penyumbang sampah makanan terbesar di dunia.

Permasalahan sampah makanan tersebut tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dan mempengaruhi kondisi lingkungan di desa dan kota.

Shaffey menjelaskan, dari data The Harvard T.H. Chan School of Public Health, limbah makanan mencakup pembuangan makanan pada berbagai macam tahap dalam produksi, penyimpanan, pemrosesan, rantai distribusi, serta makanan yang sengaja dibuang selama fase ritel atau konsumsi.

"Desain dan penempatan tempat sampah dapat berpengaruh besar terhadap perilaku masyarakat. Contoh perbandingan antara Jakarta dan New York City menunjukkan pentingnya tempat sampah yang informatif dan mudah diakses," jelasnya.

Adapun salah satu dampak penimbunan sampah yang bisa menimbulkan bencana pernah terjadi di Leuwigajah, Cimahi Selatan, Jawa Barat pada 2005. Penimbunan limbah itu berdampak serius terhadap lingkungan dan masyarakat di daerah tersebut.

Pembakaran sampah yang terjadi di tempat pembuangan sampah dan lahan kosong, memberikan kontribusi signifikan terhadap polusi udara dan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global.

"Limbah sampah makanan yang masuk ke sungai dan lautan juga telah menyebabkan pencemaran air dan merugikan kehidupan aquamarine," ujar Shaffey.

Selain itu, Shaffey menyebut pemerintah dapat mencontoh keberhasilan Singapura dan Korea Selatan dalam pengelolaan sampah makanan. Dua negara tersebut menerapkan pengelolaan sampah dengan sistem insinerasi sampah (pengolahan sampah bertemperatur tinggi), pemilahan sampah efisien, denda terhadap pelanggar dan pendekatan inovatif seperti biaya berdasarkan berat sampah.

Melalui cara itulah Indonesia dapat berubah menjadi sebuah negara yang mampu mengurangi sampah makanan global. Hal ini juga memerlukan kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah agar bisa menciptakan perubahan positif bagi masa depan yang lebih baik.

Baca juga: Siswi SMA ciptakan aplikasi informasi bahaya plastik

Baca juga: NJIS pastikan lingkungan sekolah bebas narkoba

Baca juga: Presiden resmikan "groundbreaking" sekolah internasional di IKN